Jakarta, CNN Indonesia — Teguran keras yang dilontarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said kepada Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir mendapat dukungan Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Ia membenarkan salah satu sentilan yang diberikan Sudirman, bahwa PLN tidak serius dan konsisten menggelar tender untuk pembangkit listrik bagi perusahaan listrik swasta (independent power producer/IPP).
Fabby mencontohkan, inkonsistensi PLN sebagai pelaksana tender terlihat dari proses tender pembangkit listrik tenaga uap (PLTGU) Jawa I berkapasitas 2×800 Megawatt (MW) yang menjadi bagian dari megaproyek 35 ribu MW pemerintah.
Ia menuturkan, PLN telah dua kali memperpanjang batas waktu penyerahan dokumen tender dengan alasan memberi kesempatan kepada lebih banyak peserta untuk ikut. Awalnya, penyerahan dokumen tender ditentukan paling lambat 10 Mei 2016. Kemudian diundur menjadi 25 Juli 2016 atau hari ini, lalu mendadak diundur lagi sampai 25 Agustus 2016.
Fabby khawatir, perpanjangan yang terus dilakukan PLN untuk sekadar penyerahan dokumen tender membuat target waktu penyelesaian proyek 35 ribu MW menjadi terganggu.
“Apa yang dilakukan PLN sangat jauh dari praktik yang wajar dan benar, apalagi proyek listrik ini berisiko tinggi, tapi dikelola dengan cara yang penuh ketidakpastian,” kata Fabby, dikutip Senin (25/7).
Bagi IPP yang memang serius bertarung dalam tender tersebut, Fabby menyebut mereka bakal dirugikan karena harus mengubah banyak perhitungan. Ia menuturkan, peserta tender sebelum memasukkan dokumen penawaran selalu melakukan analisa pasar, mencari rekanan, hingga merumuskan hitungan bisnis. Semua itu bakal berpengaruh besar bila batas waktu penyerahan dokumen tender terus diundur.
“Sebelum ikut tender kan tidak cuma menulis dokumen saja. Harus ada desain, perhitungan. Perusahaan yang ikut pasti sudah mengeluarkan ratusan ribu dolar dalam proses penyiapan tender. Ini kan hal sederhana, kalau di tengah jalan berubah jadi menimbulkan banyak pertanyaan di publik,” jelas Fabby.
Ia mengingatkan, jangan sampai perpanjangan batas waktu penyerahan dokumen tender ternyata untuk kepentingan atau demi memenangkan pihak tertentu. Karena hal tersebut dipastikan akan menimbulkan citra negatif bagi PLN dari para IPP.
Supervisi ESDM
Atas dasar itulah, Fabby menilai PLN sebagai pelaksana tender proyek 35 ribu MW harus mendapat pengawasan langsung dari Kementerian ESDM selaku regulator di sektor ketenagalistrikan. Tujuannya agar proses tender sampai konstruksi di lapangan bisa berjalan sesuai rencana.
“Sebenarnya sudah ada tugas pokok dan fungsi tim percepatan listrik. Tugas tim ini memastikan agar implementasi sudah berjalan, kalau ada hambatan diselesaikan. Sementara ESDM bisa intervensi melalui Peraturan Menteri, SK Dirjen,” tegasnya.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menambahkan, sikap PLN yang berubah-ubah ini sangat berbahaya karena bisa mengakibatkan target program listrik Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak tercapai.
Perubahan jadwal tender bisa memunculkan keraguan investor, baik yang akan masuk maupun yang telah terlibat.
Lebih penting lagi, Komaidi mengatakan, PLN tidak bertindak hanya dalam perspektif korporasi semata tetapi juga sebagai kepanjangan tangan pemerintah.
“Pemerintah harus memberikan penugasan ekstra ke PLN, belum lagi jika diserahkan murni ke PLN, dari ukuran korporasi, PLN tidak akan mampu,” tegasnya. (gen)
Sumber: cnnindonesia.com.