Merangkai Definisi Transisi Berkeadilan untuk Indonesia

Jakarta, 15 Juli 2024 – Transisi berkeadilan telah menjadi topik yang banyak diperbincangkan setelah isu transisi energi ramai didiskusikan. Gagasan tentang transisi berkeadilan berawal sejak dekade 80an saat Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan regulasi tentang polusi air dan udara sehingga memerintahkan perusahaan fosil, minyak, dan gas untuk membersihkan sistem produksinya. Kebijakan ini membawa dampak bagi pekerja, dan serikat kerja pun menuntut kompensasi bagi pekerja terdampak. 

Dalam konteks Indonesia, cakupan dan definisi transisi berkeadilan merupakan hal yang belum sepenuhnya disepakati secara luas. Penting untuk segera menentukan definisi transisi berkeadilan dalam konteks Indonesia mengingat sebagai salah satu negara eksportir bahan bakar fosil, Indonesia akan terdampak secara sosial dan ekonomi dari proses transisi energi ini.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam Dialog Transisi Berkeadilan (15/07/2024) menjelaskan bahwa 90 persen batubara di Indonesia dihasilkan oleh empat provinsi yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. Kontribusi ekonomi sektor batubara pada APBD provinsi signifikan. Kontribusi ekonomi sektor informal pada masyarakat lokal di daerah sekitar industri tambang juga besar. 

“Terdapat dua hal yang harus diwaspadai khususnya bagi daerah penghasil fosil. Pertama penurunan dampak ekonomi bagi penduduk sekitar, juga kepastian distribusi manfaat transisi energi untuk dapat dinikmati oleh masyarakat yang ekonominya turun akibat dari adanya transisi,” kata Fabby.

Wira Agung Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau IESR juga menekankan adanya risiko ekonomi, sosial, dan teknologi dari proses transisi menuju energi terbarukan. Luasnya spektrum dampak transisi ini membuat IESR mengusulkan definisi operasional transisi berkeadilan.

“Dengan melihat perkembangan dan analisis, kami mengusulkan definisi berikut yaitu peralihan menuju sistem rendah karbon dengan tujuan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi, mitigasi permasalahan yang berpotensi muncul, bermanfaat dan tidak merugikan. Semua ini dilakukan dengan pendekatan transformasi ekonomi, transformasi sosial-politik, dan pelestarian lingkungan hidup,” jelas Wira.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Bappenas saat ini sedang menyusun draf final Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025-2045. Dalam dokumen ini, pembangunan rendah karbon akan menjadi prioritas pemerintah. 

Nizhar Marizi, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Bappenas menyampaikan bahwa transisi membutuhkan perencanaan yang baik, terutama untuk memperhatikan dan memastikan aspek keadilan dari setiap arah kebijakan. 

“Transisi energi di dalam RPJP menjadi bagian dari transformasi ekonomi, terutama di ekonomi hijau. Memang dari sisi transisi berkeadilan tidak eksplisit tertulis di RPJP, tetapi di dalam Indonesia Emas secara tidak langsung akan dilakukan dengan landasan transformasi,” katanya. 

Nani Hendiarti, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) sekaligus Ketua Kelompok Kerja Satuan Tugas Transisi Energi Nasional menambahkan bahwa aspek berkeadilan dalam transisi energi perlu disepakati secara nasional, dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti ketenagakerjaan, sosial budaya, politik, gender, lingkungan dan pengembangan kapasitas. 

“Indonesia perlu memastikan transisi energi inklusif dan adil agar dapat menangkap potensi, meminimalisir dampak dan mempertahankan dukungan publik atas transisi (energi) yang berlangsung,” ungkap Nani.

Pihak swasta, terutama perusahaan tambang, akan menjadi salah satu aktor kunci dalam transisi energi. Mereka juga perlu mulai memikirkan transformasi bisnis dan tenaga kerjanya. Firman Dharmawan, Senior Manager of Corporate Sustainability and Risk Management, PT Medco Energi Internasional Tbk memaparkan langkah yang diambil perusahaannya untuk menghadapi era transisi ini. 

“Transisi berkeadilan merupakan sebuah isu baru bagi Medco. Kami melakukan asesmen ulang pada 2022 dengan isu transisi energi baru muncul pertama kali. Tahun ini (2024), Medco sedang membuat konsep transisi energi berkeadilan tersebut,” pungkas Firman.

Firman menambahkan, pihaknya berupaya untuk selaras dengan rencana atau aspirasi pemerintah setempat wilayah operasi. Sehingga program atau inisiatif yang akan dijalankan selaras dengan agenda besar pembangunan milik pemerintah.

Share on :

Leave a comment