Perkuat Industri Baterai dan Insentif

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan kendaraan listrik di Indonesia harus diperkuat dengan pengembangan industri baterai di dalam negeri. Selain itu, pemerintah perlu menyediakan insentif agar pemakaian kendaraan listrik tumbuh pesat. Sumber daya nikel yang melimpah menjadi modal.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pengembangan kendaraan listrik seharusnya tidak menjadi masalah, khususnya di kota-kota besar di Indonesia yang memiliki kecukupan pasokan listrik. Isu penting dalam masalah ini adalah tentang kemudahan pengisian tenaga baterai kendaraan di ruang publik. Skema layanan penggantian baterai, mirip dengan penukaran tabung elpiji kosong, adalah salah satu opsi yang efisien.

“Oleh karena itu perlu dukungan penguatan industri baterai di dalam negeri. Tentu saja juga memerlukan insentif agar pengembangan kendaraan listrik bisa tumbuh pesat,” kata Fabby, Jumat (30/11/2018), di Jakarta.

Fabby menambahkan, soal insentif, industri kendaraan listrik di dalam negeri harus mendapat jaminan produk mereka terserap di pasar domestik. Hal itu bisa dilakukan dengan kebijakan kewajiban pemakaian kendaraan listrik untuk dinas di kantor pemerintah atau BUMN. Pemerintah juga bisa memberikan potongan pajak khusus untuk kendaraan listrik.

“Pasar kendaraan listrik tak mudah dibuat tumbuh secara alami di tahap awal. Perlu lompatan lewat pemberian insentif, subsidi, atau jaminan serapan pasar domestik,” ucap Fabby.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, pada Kamis (29/11) di Jakarta, mengatakan, industri baterai di dalam negeri berperan penting untuk mendorong pengembangan kendaraan listrik nasional. Menurut dia, sejumlah investor siap menanamkan modalnya di Indonesia untuk pembangungan pabrik pembuat baterai lithium. Nilai investasinya sebesar 700 juta dollar AS.

“Investornya dari Jepang dan China. Nanti akan membentuk konsorsium yang melibatkan pihak Indonesia. Pilihan lokasinya di Morowali (Sulawesi Tengah) dan dijadwalkan Januari 2019 sudah dilakukan peletakan batu pertama,” ujar Luhut.

Luhut mengatakan, Indonesia punya modal membangun industri baterai lithium dengan tersedianya sumber daya nikel. Mineral tersebut adalah bahan baku utama baterai lithium yang dipakai untuk kendaraan listrik. Investasi China dan Jepang di atas juga untuk membangun smelter nikel berkapasitas 50.000 ton per tahun.

Sementara itu, Senior Vice President Research and Technology Center Pertamina Herutama Trikoranto mengatakan, Pertamina siap berkontribusi pada pengembangan baterai untuk kendaraan bermotor. Saat ini, Pertamina tengah menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga risetdalam hal peningkatan kapasitas baterai lithium dan aspek keamanannya.

” Kami juga menyiapkan proyek percontohan pembangunan stasiun pengisian baterai umum untuk masyarakat,” kata Herutama.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, tahun 2025 ditargetkan sudah dikembangkan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2.200 unit, sedangkan roda dua sebanyak 2,1 juta unit. Pemerintah juga akan menyiapkan kebijakan insentif fiskal untuk industri pengembang kendaraan listrik di dalam negeri.

Sumber Kompas.id

Share on :