Rekomendasi IESR untuk Second NDC Indonesia_page-0001

Rekomendasi IESR untuk Second NDC Indonesia

Dunia mengalami kenaikan suhu global yang ditandai dengan pecahnya rekor kenaikan temperatur dalam 18 bulan terakhir. Kenaikan temperatur telah memicu cuaca ekstrem dan bencana iklim yang terjadi secara luas di berbagai negara dengan intensitas dan frekuensi yang meningkat. Setelah ratifikasi Persetujuan Paris (Paris Agreement) di 2016, dunia masih jauh dari pencapaian target 1,5°C, dan janji penurunan emisi di NDC belum selaras dengan jalur untuk mencapai net-zero emissions global pada paruh kedua abad ini.

Emission Gap Report 2023 mencatat kenaikan emisi GRK mencapai 57,4 GtCO2e di 2022, lebih tinggi dari tahun sebelumnya (UNEP, 2023). Sementara itu NOAA (2024) melaporkan kenaikan emisi GRK terus terjadi di 2023, dengan konsentrasi CO2 di permukaan mencapai 419,3 ppm (naik 2,8 ppm dari 2022). Kenaikan ini disinyalir sebagai akibat peningkatan pembakaran energi fosil. Dengan laju kenaikan emisi selama satu dekade terakhir, diperkirakan carbon budget akan habis dalam waktu empat (4) sampai enam (6) tahun.

Estimasi terbaru Climate Action Tracker (CAT) menunjukan, target iklim 2030 yang ditetapkan negara-negara saat ini, akan memicu kenaikan suhu sebesar 2,5°C; bahkan, kebijakan dan aksi iklim yang dinilai lebih ambisius masih akan meningkatkan pemanasan suhu bumi sebanyak 2,7°C pada akhir abad ini. Walaupun Indonesia sudah memutakhirkan NDC-nya di 2022, CAT menilai janji penurunan emisi yang dinyatakan dalam ENDC ada di kategori critically insufficient” atau mengacu pada trend kenaikan temperatur global di atas 4°C. Oleh karena itu komitmen penurunan emisi yang benar-benar ambisius dan mencerminkan darurat iklim sangat dibutuhkan.

IESR mengingatkan, bahwa NDC bukan hanya semata-mata mencerminkan strategi dan rencana nasional yang sudah ada. Namun, NDC seyogyanya mengekspresikan, memberikan arahan, dan menyatakan dengan jelas ambisi penurunan emisi negara kedepan, untuk mengatasi ancaman perubahan iklim global, yang memiliki dampak kerugian sosial ekonomi yang besar. IESR menilai target iklim Indonesia belum mencerminkan penurunan emisi yang paling optimal. Sehingga dalam briefing ini, IESR menyoroti empat elemen kunci yang dibutuhkan untuk putaran NDC berikutnya.