Jakarta, 17 September 2024 – Transisi energi tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tapi juga menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan sosial. Proses transisi energi tidak hanya soal peralihan teknologi, tetapi juga soal inklusivitas dan keberlanjutan. Untuk itu, saatnya bagi individu untuk melakukan perubahan yang menyeluruh dan adil.
Agus P Tampubolon, Manajer Proyek Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia, Institute for Essential Services Reform (IESR), menegaskan pentingnya tindakan kecil yang berpotensi besar dalam meredam emisi yang membuat bumi semakin panas. Agus memberikan contoh beberapa langkah yang bisa dilakukan seperti menanam pohon, mematikan lampu, atau bersepeda yang terlihat sederhana, namun ketika dilakukan secara kolektif, mampu menciptakan dampak signifikan.
“Setiap individu memegang peran penting dalam perubahan ini, dan tindakan kecil adalah awal dari perjalanan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Kita bukan pemilik bumi, melainkan penjaganya, dan kita meminjamnya dari generasi mendatang. Karena itu, penting untuk bertindak dengan mempertimbangkan masa depan dan mewariskan dunia yang lebih baik bagi anak cucu kita,” ujar Agus dalam acara Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2024 hari keempat pada Jumat (13/9/2024).
Menurut Agus, cerita pribadi memiliki kekuatan untuk menginspirasi perubahan. Untuk itu, melalui berbagi pengalaman dan menyatukan suara, kata Agus, setiap individu dapat menciptakan perubahan yang lebih besar, terutama dalam aksi iklim dan transisi energi. Setiap cerita adalah langkah menuju masa depan yang lebih baik.
Wahyu Hantoro, Kepala Desa Tampir Wetan, Candimulyo, Magelang, menceritakan bagaimana desanya yang dua pertiga wilayahnya kesulitan air memutuskan adopsi energi terbarukan berupa pemanfaatan pompa air panel surya. Wahyu mengakui, awalnya ada penolakan dari warga terhadap panel surya karena dianggap mahal dan rumit.
“Namun demikian, melalui komunikasi dan diskusi, warga akhirnya menerima perubahan ini. Kini, solusi energi terbarukan membantu desa menghadapi masalah air dengan lebih baik. Kisah ini menunjukkan bahwa kunci transisi energi adalah komunikasi yang baik dan pemahaman bersama,” tegas Wahyu.
Puty Puar, Pendiri dan Direktur Eksekutif Buibu Baca Buku, mengingatkan bahwa kaum ibu-ibu sering menjadi yang pertama merasakan dampak perubahan iklim, meski suara mereka sering diabaikan dalam pengambilan keputusan.
“Sebagai ibu, saya merasa bertanggung jawab untuk memperhatikan isu-isu seperti jejak karbon dan transisi energi. Saya melihat penting untuk melibatkan lebih banyak perempuan dalam percakapan terkait perubahan iklim dan transisi energi,” imbuh Puty Puar.
Muhammad Ezra Aimar Rizky, Pemenang Pertama Lomba Esai Road to ISEW yang diselenggarakan oleh Proyek CASE for Southeast Asia, menyoroti tantangan Indonesia dalam mendorong transisi energi yang berkeadilan. Ketidaksetaraan struktural dalam kebijakan energi listrik masih dirasakan, terutama oleh rumah tangga berpenghasilan rendah. Namun, transisi energi juga bisa menjadi momentum untuk perubahan sosial dan politik yang lebih luas, melalui demokratisasi energi.
“Diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki demokratisasi energi, seperti meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan serta menciptakan iklim keterbukaan yang mendukung dialog terbuka dan inklusif. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, maka dapat dihasilkan kebijakan transisi energi yang lebih demokratis dan sesuai dengan kebutuhan serta aspirasi,” ucap Ezra Nasir.
Rhea Oktaqiara, Pemenang Ketiga Lomba Esai, menekankan pentingnya memperhatikan kelompok rentan dalam transisi energi. Kelompok perempuan, masyarakat ekonomi lemah, dan komunitas adat sering kali paling terdampak oleh transisi ini. Diskusi intensif dengan masyarakat lokal harus menjadi bagian dari setiap langkah transisi energi.
“Indonesia memiliki target 31 persen energi terbarukan pada 2030 dan Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih awal. Apakah desa-desa di Indonesia siap berkontribusi dalam agenda besar ini? Tantangan ini membutuhkan keterlibatan semua pihak, terutama kelompok rentan, dalam memastikan transisi energi yang adil,” kata Rhea.