Jawa Tengah, 11 September 2024 – Provinsi Jawa Tengah memiliki peran penting dalam upaya mencapai transisi energi berkelanjutan di Indonesia. Dengan potensi energi terbarukan yang melimpah, seperti tenaga surya, Jawa Tengah berada di garis depan dalam mewujudkan visi transisi energi yang mendukung ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2025-2029, strategi transisi dan efisiensi energi perlu diperkuat untuk memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam upaya menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah untuk periode 2025-2029, BAPPEDA Provinsi Jawa Tengah berkolaborasi dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Strategi Transisi dan Efisiensi Energi: Membangun Ketahanan Energi Jawa Tengah untuk Mendukung Perencanaan RPJMD 2025-2029″. Acara ini bertujuan mengidentifikasi peluang serta tantangan dalam mempercepat transisi energi dan mewujudkan ketahanan energi di Jawa Tengah, sejalan dengan target net zero emission (NZE).
Nathan Setyawan, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Tengah, menyampaikan bahwa langkah strategis sangat diperlukan untuk mencapai keberlanjutan energi di tengah tantangan tersebut. Menurutnya, Pemprov Jateng menghadapi tantangan besar untuk menopang kebutuhan energi di tengah populasi yang semakin meningkat. Kebutuhan energi akan terus bertambah, dan hal ini menjadi semakin mendesak di tengah perubahan iklim.
“Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus berupaya menurunkan ketergantungan pada energi fosil dan mendorong energi terbarukan sebagai upaya memperkuat ketahanan energi di Jawa Tengah. Bauran energi terbarukan menjadi kunci penting untuk mencapai NZE secara bertahap hingga tahun 2060,” ujar Nathan.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), menekankan pengembangan ET skala komunitas perlu didorong dalam lima tahun mendatang untuk mencapai ketahanan energi. Tantangan ini harus dihadapi bersama, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk industri dan masyarakat. Selain itu, pengembangan biogas dan gas rawa di kalangan masyarakat menjadi bagian penting untuk mengedukasi publik tentang pemanfaatan energi terbarukan.
“Untuk memperkuat ketahanan energi di Jawa Tengah, beberapa rekomendasi strategis kami usulkan dalam perencanaan RPJMD 2025-2029, di antaranya pengembangan potensi energi terbarukan berbasis masyarakat, seperti Desa Mandiri Energi, serta penerapan smart grid dan infrastruktur energi bersih di wilayah-wilayah pedesaan. Selain itu, kampanye publik untuk mendorong penggunaan perangkat elektronik dengan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) juga penting untuk meningkatkan efisiensi energi di tingkat rumah tangga dan gedung pemerintahan,” ujar Fabby.
Tidak hanya itu, Fabby menuturkan, penerapan standar bangunan hijau dan manajemen energi pada gedung-gedung pemerintah serta fasilitas publik juga diusulkan untuk mendukung efisiensi energi dan pengurangan emisi karbon. Dengan adanya insentif pajak bagi industri dan bangunan yang berinvestasi dalam EBT, serta peningkatan kapasitas tenaga ahli di bidang energi terbarukan, Jawa Tengah dapat memimpin transisi energi nasional secara lebih efektif.
Mochammad Soffin Hadi, General Manager PLN Jawa Tengah, menuturkan salah satu langkah strategis yang perlu diambil adalah meningkatkan kapasitas pembangkit energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap. Namun demikian, tantangan utama dari PLTS atap adalah sifatnya yang intermiten, yang dapat menyebabkan gangguan seperti yang terjadi di Vietnam dengan beberapa kali pemadaman listrik.
“Untuk mengatasi ini, perlu adanya perencanaan yang matang terkait kuota PLTS atap. Saat ini, kuota PLTS atap di Jawa Tengah mencapai 80 MW dan akan terus diperbarui untuk memastikan kestabilan suplai energi. Di sisi lain, upaya peningkatan penggunaan kendaraan listrik, terutama sepeda motor listrik, juga menjadi fokus utama. Untuk mendukung ini, pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sedang dipercepat,” ujar Hadi.
Hadi menegaskan, pada tahun 2024, Jawa Tengah menargetkan pembangunan enam SPKLU komersial dengan sistem plug and play yang memungkinkan pengguna kendaraan listrik untuk mengisi daya dengan mudah dan cepat. Tidak hanya di sektor transportasi, elektrifikasi juga mulai diterapkan di sektor pertanian untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Peningkatan elektrifikasi di pertanian ini dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mendukung transisi energi yang lebih luas di Jawa Tengah.
Sementara itu, Ahmad Fauzie Nur, Direktur Utama PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) sekaligus Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Jawa Tengah, memaparkan, energi terbarukan menjadi daya tarik penting bagi kawasan industri, karena semakin banyak investor yang tertarik menggunakan EBT di skala industri. Oleh karena itu, dukungan terhadap pengembangan energi terbarukan di kawasan industri menjadi hal krusial.
“Potensi investasi di Jawa Tengah terus meningkat, terutama di kota Semarang yang dianggap memiliki daya saing lebih rendah dibanding kota-kota besar lainnya di Jawa. Ekonomi sirkular juga menjadi pendekatan penting yang tidak hanya memberikan keuntungan finansial, tetapi juga mendukung keberlanjutan sumber daya di kawasan industri,” papar Ahmad.