Jakarta, 17 Oktober 2024 – Jelang pengumuman dan pelantikan kabinet baru 2024 – 2029, sejumlah nama tokoh diprediksi akan mengisi berbagai jabatan strategis dalam kabinet. Penentuan personil ini menjadi krusial sebab akan menentukan berbagai agenda strategis nasional sedikitnya dalam lima tahun ke depan.
Perkembangan transisi energi Indonesia juga akan banyak bergantung pada sosok Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru. Agenda transisi energi Indonesia sendiri mendapati progres yang kurang mulus. Hal ini tercermin pada salah satu indikator yakni tidak tercapainya target bauran energi terbarukan maupun target investasi energi terbarukan setiap tahunnya.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam program dialog radio RRI Pro 3 “Indonesia Menyapa Siang”, Kamis 17 Oktober 2024 menyatakan bahwa Menteri ESDM yang baru harus merupakan sosok yang mengerti masalah di bidang ESDM sehingga mampu memahami permasalahan, tantangan, dan peluang yang ada pada sektor energi dan pertambangan.
“Bidang ESDM adalah bidang yang cukup kompleks dan membawahi bidang yang berurusan dengan seluruh aspek penyediaan energi, baik dari energi fosil, (energi) terbarukan, hingga penyediaan mineral. Maka, sosok menteri yang baru ini harus bisa menjadi dirigen yang mengarahkan Kementerian ESDM dalam lima tahun mendatang,” katanya.
Fabby juga menyoroti pekerjaan rumah yang sudah menanti menteri ESDM yang akan menjadi dasar dari berbagai perkembangan kebijakan energi ke depannya yaitu, pertama, memastikan transisi energi bisa berjalan. Di pemerintahan presiden Jokowi, Indonesia sudah menetapkan target net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat, menteri baru harus memastikan ada peta jalan yang jelas untuk pencapaian target ini dan rencana-rencana yang sudah ditentukan diimplementasikan. Sebab transisi energi harus berjalan secara progresif dan bertahap.
Kedua, memperbaiki iklim investasi sektor energi utamanya energi terbarukan. Selama periode presiden Jokowi target investasi energi terbarukan selalu meleset dari target. Target pertumbuhan ekonomi presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang mencapai 8 persen membutuhkan energi yang besar dan untuk mendukung nilai tambah produk dan mengurangi pelepasan emisi, energinya harus berbasis energi terbarukan.
Ketiga, memperbaiki tata kelola (governance) bidang energi dan minerba, dengan memperbaiki kualitas regulasi, kebijakan, dan UU bidang energi yang kerap tertunda masa pembahasannya seperti UU Migas, RUU EBET.
Dalam jangka pendek (satu tahun) Menteri ESDM perlu melakukan beberapa reformasi kebijakan yakni pertama, reformasi subsidi energi meliputi BBM, elpiji, dan listrik. Hal ini berarti perlu melihat kebijakan harga (pricing policy) yang berlaku di Indonesia sekarang. Kedua, reformasi sektor ketenagalistrikan, serta memastikan akses energi merata dan terjangkau oleh semua kalangan. Selain akses listrik yang berkualitas dan handal untuk semua kalangan, akses terhadap bahan bakar untuk memasak yang bersih juga harus menjadi agenda pemerintah.