Potensi pasar efisiensi energi untuk industri dan bangunan di Indonesia bernilai miliaran dollar. Studi ADB tahun 2009 memperkirakan nilai pasar energi efisiensi di Indonesia bernilai US$ 4 miliar dollar. Dari sisi kebijakan, pemerintah memiliki target yang dituangkan dalam Rencana Induk Konservasi Energi Nasional (RIKEN) pada tahun 2025 elastisitas energi turun menjadi 1.
Kegiatan konservasi energi di Indonesia merupakan salah satu area utama yang menjadi mandat dari Undang-Undang No. 30/2007 tentang Energi. Aturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah No. 70/2009 mengenai Konservasi Energi pada dasarnya mewajibkan dilakukannya upaya-upaya konservasi energi dan bagi pengguna energi lebih dari 6000 TOE per tahun untuk melakukan manajemen energi.
Untuk menunjang upaya konservasi energi di Indonesia, sejak tahun 2003 Kementerian ESDM sebenarnya telah memulai kegiatan audit energi di industri dan gedung. Sampai sekarang, terdapat sekitar 560 industri serta 200 gedung yang telah menjalani audit energi yang didanai oleh APBN. Walau demikian, implementasi dari rekomendasi audit energi tersebut masih berkisar di kegiatan-kegiatan no cost dan low cost. Adapun implementasi rekomendasi kegiatan efisiensi energi yang masuk dalam kategori medium dan high cost, masih belum banyak tersentuh.
Rendahnya realisasi proyek efisiensi energi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu faktor dominan adalah diskonektivitas pembiayaan lembaga keuangan bank dan non-bank dengan kebutuhan pendanaan untuk proyek efisiensi energi. Potential client yang terdiri dari pengguna akhir (end users), pemasok teknologi, energy service company (ESCO) atau pengembang proyek efisiensi energi di Indonesia mengalami hambatan untuk dapat menghimpun pendanaan dari sumber-sumber pembiayaan di bank atau institusi keuangan non-bank oleh. Keterbatasan ini ini bukan berarti tidak ada dana untuk menunjang kegiatan efisiensi energi. Dana perbankan sebenarnya tersedia, namun, akses untuk mendapatkan dana tersebut yang masih belum terbuka untuk para pengembang proyek.
Keterbatasan akses untuk pinjaman dari lembaga bank dan non-bank di Indonesia salah satunya karena lembaga keuangan tidak berpengalaman mendanai proyek energi efisiensi. Ditambah lagi, perbankan belum dapat menerima bahwa arus kas akibat penghematan biaya energi yang terjadi akibat proyek efisiensi energi sebagai aset baru.
Cara penilaian pemberian kredit di bank dan lembaga keuangan non-bank dengan dasar kriteria 5C yang meliputi character, capacity, collateral, capital, dan conditions juga berkontribusi terhadap bankability proyek efisiensi energi. Ketetapan tentang collateral atau agunan mengakibatkan adanya tuntutan terhadap penjaminan asset dari kreditur yang mencapai 120% dari nilai kredit. Dalam prakteknya, tidak mudah memenuhi ketetapan ini, apalagi belum dapat diterima penghematan energi sebagai asset baru.
Kesulitan dalam akses pendanaan efisiensi energi membuat pemerintah mencari solusi. Salah satu upaya pemerintah untuk menjembatani kesenjangan pendanaan adalah pembentukan dana bergulir dengan instrumen dana berbunga rendah untuk disalurkan melalui kredit perbankan. Skema ini sedang dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan, dengan dukungan dari Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Diharapkan dana ini dapat beroperasi pada tahun 2013/2014.
Untuk mendorong dan mengakselerasi proyek energi efisiensi di Indonesia, Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE) Kementerian ESDM, dengan dukungan dari Kedutaan Inggris di Indonesia, memfasilitasi diskusi multi pihak, untuk mendapatkan titik temu dalam memecahkan masalah akses pendanaan untuk kegiatan efisiensi energi sekaligus memberikan masukan terhadap skema dana bergulir untuk efisiensi energi yang tengah disiapkan.
Focus Group Discussion (FGD) dan Workshop yang diselenggarakan pada 14 dan 19 Februari 2012 di Jakarta dihadiri oleh 50 peserta yang berasal dari Kementerian ESDM, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Pusat Investasi Pemerintah, Bank Indonesia, Bank-Bank BUMN dan Lembaga Keuangan, pelaku usaha konservasi energi, dan ahli dalam bidang konservasi energi Indonesia.
Melalui proses ini para pihak dapat bersama-sama mengidentifikasi kendala dan tantangan pembiayaan kegiatan efisiensi energi, serta bersama-sama dapat menentukan model instrumen pendanaan yang dapat mengantisipasi kebutuhan pendanaan sesuai dengan inovasi dan praktek yang ada di Indonesia yang nantinya dapat diadopsi untuk menciptakan pendanaan bagi kegiatan efisiensi energi di Indonesia.