Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama European Climate Foundation (ECF) menyelenggarakan seri diskusi mengenai Transformasi Sistem Energi. Topik kali membahas tentang Integrasi Pembangkit Energi Terbarukan dalam Jaringan Kelistrikan.
Jakarta–Tercapainya kesepakatan global mengenai target penurunan suhu bumi dan upaya mitigasinya, telah mendorong sejumlah negara untuk menyusun kebijakan energi yang lebih ramah lingkungan.
Kesepakatan ini juga mempengaruhi Indonesia, sebagai negara yang sedang membangun layanan energi sekaligus beresiko terhadap dampak perubahan iklim. Pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi pilihan yang harus dipersiapkan secara matang agar pemenuhan akses energi di Indonesia bisa segera terwujud, termasuk bagaimana menyiapkan proses integrasi pembangkit energi terbarukan ke dalam jaringan kelistrikan yang sudah ada.
Dr. Hardiv Situmeang, Ketua Dewan Energi Dunia menjelaskan bahwa tantangan terbesar proses integrasi ini menyiapkan kebijakan di tingkat paling atas, dimana kerangka kebijakan yang dipersiapkan harus jelas untuk bisa mengakomodasi kepentingan para pihak yang terlibat dalam pengembangan berbagai jenis energi terbarukan.
Selain itu, di tataran operasional juga perlu dipersiapkan sistem operasi yang komprehensif, termasuk kesiapan jaringan, pengembangan skala, prediksi biaya berdasarkan kondisi geografis yang terjadi di Indonesia. Dalam tataran ini juga perlu dipersiapkan kapasitas dan pengetahuan para pelaku baik di tingkat kebijakan dan lapangan. Dan yang paling penting adalah memastikan bahwa semua pihak bersedia untuk memenuhi standar dan peraturan yanng berlaku.
“Indonesia bisa belajar dari pengalaman Jerman yang berhasil mengatasi tantangan dan mengintegrasikan berbagai jenis pasokan energi terbarukan ke dalam jaringan kelistrikan” jelas Hardiv.
Sementara itu, Prof. Atmonobudi dari Universitas Indonesia dan Dr. Herman Darnel menegaskan tentang penting studi dan analisa yang komprehensif mengenai kelayakan integrasi energi terbarukan di lapangan, karena Indonesia masih sangat bergantung pada sumber energi fosil.
“Dengan studi ini, bisa dilakukan analisa dan proyeksi yang lengkap mengenai kebutuhan energi terbarukan di masa depan. Termasuk menghitung anggaran definitif terkait energi terbarukan harus dimasukkan dalam APBN. Dengan penganggaran yang jelas, pengembangan energi terbarukan tidak akan terhenti hanya di perencanaan. Dengan demikian proses transisi ini bisa berjalan secara halus dan matang. “ujar Darnel.
Sumaryono dari asosiasi pengguna panel surya mengungkapkan bahwa perkembangan panel surya di Indonesia cukup progresif. Di Indonesia saat ini sudah lebih 100 panel surya yang dipasang dan menjadi sumber energi alternatif dari PLN, beberapa diantaranya bahkan menghasilkan energi lebih banyak dari yang dibutuhkan. Namun yang menjadi kendala adalah utama adalah mengenai Feed-in Tariff dan mekanisme integrasi jaringannya.
Di Indonesia, kebijakan terkait pengembangan energi terbarukan telah dijabarkan dalam Permen No. 19/2016. Pemerintah melalui Kementerian ESDM mendukung tumbuhnya investasi energi terbarukan dan sekaligus memberikan payung hukum dan operasional bagi PLN yang melaksanakannya.
Namun dalam pelaksanannya masih bersifat sektoral. Selain itu, tantangan-tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaanya di tingkat lapangan juga belum dibahas secara serius dengan mellibatkan berbagai pemangku kepentingan yang berkompeten, serta secara bersama-sama membahas mengenai solusi yang bisa disepakati untuk mendorong proses intergrasi yang lebih menyeluruh.
Melalui rangkaian diskusi seperti ini, diharapkan para pemangku kepentinga bisa memberikan masukan dan rekomendasi baik dari segi kebijakan mau pun teknis untuk mendukung pencapaian target integrasi ET sebesar 23% dalam bauran energi nasional.
Silahkan unduh PDF Integrasi Energi Terbarukan dengan Grid_Diskusi IESR.