Oleh : Hening Marlistya Citraningrum
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa tampil sebagai salah satu pembicara dalam Sumba Investment Forum 2017 yang digelar di Soehanna Hall, Enery Building oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Hivos Southeast Asia, Senin (20/2).
Sumba Investment Forum 2017 merupakan ajang pertemuan bisnis antara pemerintah, baik nasional maupun daerah, dan para investor untuk mendukung tercapainya target pemenuhan energi di Sumba dengan 100% energi terbarukan di tahun 2025.
Sumba Iconic Island (SII) telah menjadi program prioritas nasional dalam pemenuhan kebutuhan energi melalui pengembangan potensi energi baru dan terbarukan (EBT). Program yang dikembangkan di Sumba, sebuah pulau di Nusa Tenggara Timur ini dikelola bersama oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Hivos Southeast Asia, PT PLN dan Pemerintah Daerah serta kelompok masyarakat.
Berbicara di hadapan ratusan undangan, Fabby berbicara tentang pengembangan energi terbarukan on-grid dan kesiapan PLN dalam mendukung peta jalan target Sumba Iconic Island (SII) di tahun 2020.
Dia menjelaskan bahwa saat ini kondisi kelistrikan di pulau Sumba baru mencapai 30% dan 15 % diantaranya berasal dari energi terbarukan.
“Target dari program ini adalah tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 95% dengan keseluruhan sumber energi berasal dari energi terbarukan’ ujar Fabby.
Untuk mewujudkan target ini dibutuhkan sebuah Rancangan Umum Penyediaan Energi Sumba (RUPES). Rancangan ini berisi tentang analisa menyeluruh pentingnya target ini dan telaah mengenai pilihan jaringan off-grid dan on grid, rencana ekspansi jaringan yang telah ada ataupun pembangunan jaringan baru.
“Perencanaan ini harus disusun dengan baik dan didukung oleh investasi swasta serta optimalisasi pembiayaan negara” ujarnya.
Lebih lanjut Fabby yang juga adalah anggota kebijakan Tim Pelaksana SII menjelaskan tentang dua skenario mengenai produksi listrik di Sumba selama satu tahun. Untuk skenario tinggi, total elektrifikasi yang terjangkau jaringan mencapai 80% sedangkan sisanya akan disumbang dari minigrid dan off-grid. Di musim kemarau dimana debit air dan kecepatan air berkurang maka penetrasi Energi Baru dan Terbarukan (EBT) diperkiran bisa mencapai 87% dengan syarat pumped storage selalu tersedia sebagai cadangan listrik. Sedangkan skenario rendah, total elektrifikasi yang terjangkau jaringan mencapai 70%, dan sisanya berasal dari mini dan off-grid. Di musim kemarau, diesel diperlukan sebagai pengganti pembangkit tenaga EBT yang lain. Penetrasi EBT diperkirakan mencapai 71%.
Fabby juga menjelaskan beberapa contoh gambaran skenario kebutuhan investasi yang bisa diadopsi. Untuk skenario dasar 20 MW strorage hydro dengan seluruh pembangkit energi terbarukan beroperasi akan membuntuhkan biaya investasi yang lebih rendah dibandingkan dengan skenario pumped storage 10 MW strorage, Meski begitu, biaya pembangkit listrik untuk skenario kedua akan lebih murah dari yang pertama.
Fabby menilai dengan besarnya potensi energi terbarukan yang dimiliki Sumba, target untuk mencapai 100% energi terbarukan akan bisa diwujudkan dalam jangka waktu 10 tahun yang solid dan didukung dengan analisa lapangan melaui feasibility study dan investasi yang memadai.
“Selain sumber energi, Sumba juga memiliki iklim investasi yang mendukung pemerintah provinsi dan kabupaten sangat terbuka terhadap investor dan PLN memiliki komitmen menjadi off-taker dalam pengembangan jaringan” ujarnya menutup paparan.