Kolaborasi Menuju Bali Net Zero Emission 2045: Peran Mahasiswa, Teknologi, dan Energi Terbarukan

Bali, 10 Desember 2024-  Bali, sebagai salah satu destinasi wisata utama dunia, kini menghadapi tantangan besar terkait krisis iklim yang semakin nyata. Dengan ancaman seperti naiknya permukaan air laut, perubahan pola cuaca ekstrem, serta tekanan terhadap sumber daya alam, upaya transisi menuju emisi nol bersih menjadi langkah penting yang perlu diwujudkan melalui program Bali Net Zero Emission (NZE) 2045. 

Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana, Prof. Linawati menjelaskan menuju Bali NZE 2045 diperlukan peran aktif mahasiswa sebagai bentuk kolaborasi bersama dan upaya kontribusi dari berbagai bidang keilmuan. Misalnya saja terdapat empat keilmuan di Departemen Teknik Elektro Universitas Udayana, yaitu Teknik Tenaga Listrik, Teknik Telekomunikasi, Teknik Kendali, serta Teknik Informatika dan Komputer, yang keempat keilmuan  ini memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian NZE. Hal ini diungkapkannya dalami lokakarya yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) dan Fakultas Teknik Universitas Udayana. 

“Menuju Bali NZE 2045, kita dan mahasiswa dapat berperan aktif dalam prosesnya, tidak hanya sektor pembangkitan dan power system yang berkontribusi langsung melalui pengembangan energi terbarukan, tetapi juga bidang Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning dapat memberikan dampak signifikan. Teknologi ini dapat digunakan untuk optimalisasi sistem energi, efisiensi penggunaan listrik, pengelolaan jaringan pintar (smart grid), dan analisis data besar (big data) untuk perencanaan energi yang lebih berkelanjutan. Kolaborasi lintas disiplin ini menjadi kunci dalam mempercepat transisi menuju Bali yang rendah emisi dan berbasis energi bersih,” jelasnya. 

Ketua CORE Udayana, Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, juga selaku Dosen Program Studi Teknik Elektro Universitas Udayana menekankan pentingnya memanfaatkan potensi energi terbarukan di Bali untuk mencapai target Bali NZE 2045. Ia memaparkan bahwa Bali memiliki potensi besar dari berbagai sumber energi terbarukan, seperti PLTS atap dengan potensi 103,3 MWp, PLTS apung sebesar 574,5 MWp, hingga energi biomassa dan geothermal. Namun, kontribusi energi terbarukan saat ini masih kurang dari 20 MW, jauh dari kapasitas optimal yang diperlukan. 

“Bali memiliki peluang besar, tetapi untuk mencapainya, dibutuhkan strategi yang terencana dan implementasi teknologi yang tepat. Misalnya saja pentingnya teknologi penyimpanan energi seperti Battery Energy Storage System (BESS) dan Pump Hydro Energy Storage (PHES) untuk mendukung sistem energi bersih yang andal dan efisien,” tegasnya. 

Prof Dayu menekankan, pengembangan smart grid juga harus menjadi prioritas, karena merupakan kunci untuk mengintegrasikan energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan Bali dengan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat, Bali dapat menjadi model global dalam transisi menuju energi terbarukan yang berkelanjutan.

Sementara itu, perwakilan Asosiasi PLTS Atap (APSA) Bali, Gusti Ayu Kade Widhiastari memaparkan potensi besar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Bali yang mencapai 26,4 GWp. Dengan potensi tersebut, Widhiastari menjelaskan bahwa PLTS atap dapat menjadi solusi utama dalam mendukung Bali NZE 2045. 

“PLTS atap bukan sekadar alternatif energi, tetapi solusi nyata untuk mengurangi emisi global. Dengan kemauan bersama, Bali bisa menjadi contoh dalam implementasi energi terbarukan,” tegasnya. 

Pendiri Zona EBT sekaligus Program Associate New Energy Nexus Indonesia, I Kadek Alamsta menyoroti bahwa peluang lapangan kerja hijau (green jobs) di sektor energi terbarukan menjadi salah satu motor penggerak utama dalam mendukung Bali NZE 2045. Sektor ini diproyeksikan mampu menciptakan ratusan ribu lapangan kerja pada tahun 2030, yang mencakup berbagai bidang, mulai dari teknisi, manajemen energi, riset, hingga pengembangan teknologi baru. 

“Inovasi seperti energi surya, efisiensi energi, dan daur ulang bukanlah tantangan teknis semata, tetapi kesempatan bagi mahasiswa untuk menciptakan solusi kreatif dan berdampak luas. Mahasiswa tidak hanya berperan sebagai pencari kerja di bidang ini, tetapi juga sebagai inovator dan wirausaha yang mampu mendorong perubahan,” ujarnya. 

Lokakarya ini dihadiri oleh sebanyak lebih dari 70 undangan dari mahasiswa Teknik Elektro Universitas Udayana maupun komunitas/CSO dan perwakilan Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Provinsi Bali. Lokakarya ini menjadi wadah untuk memperkuat kolaborasi antara institusi akademik, lembaga riset, dan sektor energi guna mendukung pencapaian target Bali NZE 2045.

Share on :

Leave a comment