Green Energy Transition Indonesia (GETI)
GETI: Mempercepat Energi Terbarukan, Membangun Masa Depan Hijau Indonesia.
PROYEK GREEN ENERGY TRANSITION INDONESIA (GETI)
Green Energy Transition Indonesia (GETI) merupakan suatu proyek yang dilakukan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan didukung oleh Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.
Proyek ini akan berlangsung hingga Maret 2026 dan memiliki dua luaran. Luaran pertama terkait dengan implementasi Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) Indonesia, yaitu dukungan yang dimobilisasi untuk mempercepat reformasi kebijakan yang tercantum dalam CIPP untuk mendorong penyebaran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan. Dan yang kedua adalah mendirikan Indonesia Green Hydrogen Accelerator, untuk membangun pasar hidrogen hijau untuk mendukung Strategi Hidrogen Nasional Indonesia 2023.
Pendekatan utama meliputi dialog antar pemangku kepentingan, proposal reformasi kebijakan berdasarkan hasil penelitian dan studi, penyebaran wawasan kepada pembuat kebijakan dan investor, serta public pressure.
Sejak tahun 2021, pemerintah Indonesia memprioritaskan dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan. Setelah menandatangani pernyataan Global to Coal to Clean Power pada COP 26 di Glasgow yang menyoroti niat Indonesia untuk memulai transisi sektor ketenagalistrikan, pemerintah menetapkan peta jalan untuk mencapai tujuan ini. Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2022 menetapkan mandat Kementerian ESDM untuk menyusun peta jalan penghapusan batubara. Selain itu, pada tahun yang sama, Indonesia dan IPG menyepakati Just Energy Transition Partnership (JETP), yang bertujuan untuk mempercepat transisi energi di sektor ketenagalistrikan.
Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia menerbitkan Comprehensive Investment and Policy Plan atau Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP) untuk mencapai tujuan JETP dalam mencapai puncak emisi 290 MtCO2 pada tahun 2030 dan mencapai 34 persen bauran energi terbarukan. Dalam CIPP pertama, target energi terbarukan ditetapkan untuk mencapai 44% dari pangsa kapasitas pembangkit pada tahun 2030 untuk memenuhi dan mencapai puncak emisi sektor listrik on-grid pada tahun 2030, yang mengarah ke NZE di sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050. Transisi sektor ketenagalistrikan membutuhkan dukungan yang signifikan untuk memfasilitasi penyerapan energi terbarukan skala besar. JETP telah mengakui adanya reformasi kebijakan yang dibutuhkan untuk dapat meningkatkan pengembangan energi terbarukan dan CIPP telah memuat daftar reformasi kebijakan tersebut.
Teknologi hidrogen telah mendapatkan momentum sebagai solusi yang menjanjikan untuk transisi energi secara global. Namun, hidrogen yang dipasok harus dapat diandalkan, rendah emisi, dan berbiaya rendah untuk memaksimalkan pengurangan emisi. Berdasarkan Strategi Hidrogen Nasional (2022), hidrogen dan amonia sangat penting dalam dekarbonisasi sistem energi di sektor listrik, industri, dan transportasi serta sebagai komoditas ekspor. Pengembangan hidrogen dan amonia rendah karbon diprioritaskan sebelum secara bertahap beralih ke produksi hidrogen hijau. Hidrogen hijau diperkirakan akan digunakan pada tahun 2031. Meskipun demikian, untuk memainkan peran seperti itu, banyak tantangan teknologi dan ekonomi dalam rantai nilai yang lengkap: produksi, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan aplikasi harus ditangani.