Akses pada energi modern, andal, dan terjangkau merupakan syarat penting dalam sistem pembangunan berkelanjutan. Hingga saat ini, lebih dari 1,3 miliar orang belum mendapatkan akses listrik, dan lebih dari 2,6 juta orang hidup tanpa akses ke bahan bakar memasak yang bersih. Ketiadaan akses pada energi bersih, terjangkau, andal, dan berkelanjutan seringkali berhubungan dengan tingkat kesejahteraan sebuah masyarakat dalam bentuk yang beragam. Misalnya di negara-negara berkembang, banyak rumah tangga dengan pendapatan rendah dan tidak terjangkau listrik mengandalkan biomassa tradisional sebagai sumber energi utama, termasuk untuk penerangan dan memasak. Penggunaan biomassa tradisional ini memiliki kaitan erat dengan beban pada perempuan dan anak-anak, keterbatasan pendidikan untuk anak-anak, dampak negatif pada kesehatan karena polusi dalam ruangan, erosi tanah karena penebangan pohon, hingga berkurangnya keanekaragaman hayati.
Meskipun elektrifikasi telah menunjukkan perkembangan yang signifikan dan akses pada energi bersih untuk memasak juga telah menjangkau banyak daerah yang sebelumnya tak terjangkau, akses energi masih terus menjadi persoalan yang mendesak. Hal ini terjadi utamanya di daerah perdesaan dan di negara-negara berkembang. Menuju titik-titik akhir di daerah-daerah dengan lokasi yang sulit dijangkau memerlukan kemampuan teknis yang mumpuni dan waktu yang tak sebentar, juga pendanaan yang tidak sedikit. Tak heran, serving the last miles saat ini menjadi tantangan besar untuk mewujudkan akses energi yang merata dan universal.
Studi ini menganalisa 2 model penyediaan listrik berbasis komunitas di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur sebagai contoh pembangkitan listrik tersebar dan memberikan rekomendasi untuk penyediaan listrik terdesentralisasi di Indonesia.