Semarang, 26 Juni 2025 – Jawa Tengah terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung upaya dekarbonisasi, sejalan dengan target nasional mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Salah satu kunci untuk mencapai target ini adalah adopsi teknologi rendah karbon di sektor industri, mengingat industri merupakan penyumbang signifikan emisi karbon di wilayah ini.
Dena Amani Utami, Staf Program Dekarbonisasi Industri, IESR menuturkan teknologi rendah karbon (low carbon technology, LCT) merupakan inovasi, metode, atau sistem yang dirancang untuk menekan emisi gas rumah kaca, bahkan hingga mencapai nol emisi. Selain berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim, LCT juga meningkatkan efisiensi, daya saing, dan ketahanan industri terhadap krisis energi.
“Beberapa pendekatan utama LCT yang relevan untuk diterapkan seperti penerapan mesin dan sistem produksi berstandar efisiensi tinggi mampu mengurangi konsumsi energi dan bahan baku, menekan biaya produksi dan meminimalisir limbah dan emisi proses industri. Selain itu, pemanfaatan PLTS atap mulai diadopsi di kawasan industri,” kata Dena dalam sesi diskusi di Central Java Renewable Energy Investment Forum (CJREIF) 2025 pada Kamis (26/6).
Sri Gadis Pari Bekti Ketua Tim Dekarbonisasi Industri, Pusat Industri Hijau, Kementerian Perindustrian menyatakan mengacu SE Menperin No. 2 Tahun 2025, perusahaan industri dan kawasan industri diwajibkan melaporkan data emisi secara berkala, meliputi data polutan udara Januari–Juni, dilaporkan paling lambat 10 Juli tahun bersangkutan, data polutan udara Juli–Desember, dilaporkan paling lambat 10 Januari tahun berikutnya, data emisi GRK tahunan, dilaporkan paling lambat 10 April tahun berikutnya, dan data emisi industri tahun 2023 dan 2024, dilaporkan paling lambat 10 Juli 2025.
“Kewajiban ini menegaskan pentingnya kesiapan industri dalam memiliki sistem inventarisasi data emisi yang akurat, lengkap, dan sesuai standar internasional . Pelaporan ini juga menjadi dasar dalam menentukan kebijakan pembatasan emisi yang lebih ketat di masa depan. Kebijakan pengurangan emisi industri ini diharapkan dapat menjadi transformasi struktural menuju industri yang kompetitif dan ramah lingkungan,” kata Sri.
Hanif Mantiq Ketua Asosiasi Manajer Investasi Indonesia (AMII) menyoroti terkait keuangan berkelanjutan yang menjadi perhatian utama dalam berbagai sektor investasi. Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance, ESG) merujuk pada pendekatan yang mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam pengambilan keputusan investasi. Salah satu produk yang semakin berkembang dalam dunia investasi berkelanjutan adalah reksadana yang kini banyak mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG.