Jawa Tengah Bertekad Jadi Pusat Energi Bersih dan Industri Hijau di Indonesia

Semarang, 26 Juni 2025 – Jawa Tengah semakin mengukuhkan posisinya sebagai pionir dalam transisi energi di Indonesia. Dengan potensi energi terbarukan yang melimpah dan komitmen kuat dari berbagai pihak, provinsi ini bertekad menjadi pusat pengembangan energi bersih dan industri hijau, sekaligus berkontribusi signifikan terhadap target nasional Net Zero Emission (NZE).

Pintoko Aji, Koordinator Riset Data dan Pemodelan IESR, menjelaskan bahwa potensi teknis energi terbarukan di Jawa Tengah sekitar 197,96 GWp. Mengutip studi Institute for Essential Services Reform (IESR) yang berjudul “Beyond 443 GW” tahun 2021, potensi teknis untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Jawa Tengah mencapai 194,28 GWp, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) 2950,3 MWp dan potensi pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) mencapai 730,3 MWp. Kajian tersebut kemudian dipertajam dengan melakukan analisis terhadap titik-titik lokasi yang berpotensi sebagai daerah untuk pengembangan energi terbarukan termasuk dengan kelayakan finansial dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dituangkan dalam kajian bertajuk “Unlocking Indonesia’s Renewables Future: the Economic Case of 333 GW of Solar, Wind and Hydro Projects” tahun 2025.  kedua kajian tersebut kemudian menjadi landasan dalam pemetaan potensi energi terbarukan secara khusus untuk Provinsi Jawa Tengah.

“12 lokasi di beberapa daerah di Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Brebes, Kabupaten Rembang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kudus, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Banjarnegara telah dikaji untuk potensi PLTS, dua lokasi untuk PLTB (di Wonogiri dan Pemalang), serta dua lokasi untuk PLTM di Kabupaten Cilacap . Sementara itu, PLTS memiliki sebaran yang lebih luas, mencakup hampir seluruh kabupaten. Studi teknis ini telah dikonversi ke dalam bentuk ekonomi dan finansial untuk memudahkan pemahaman investor dan pemerintah daerah,” kata Pintoko. 

Lebih lanjut, Pintoko menyoroti kebijakan mutakhir dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN yang menekankan Jawa Tengah tidak akan lagi membangun pembangkit berbasis fosil. Semua tambahan kapasitas listrik akan berasal dari sumber energi terbarukan. Kondisi ini, menurut Pintoko, membuka peluang besar bagi pengembangan industri hijau karena sektor industri membutuhkan pasokan listrik yang bersih dan stabil. 

“Untuk mempermudah investor, IESR telah menyusun katalog data potensi energi terbarukan yang sistematis, mencakup lokasi yang siap dikembangkan dan sudah bankable. Untuk itu, seluruh pihak perlu memanfaatkan peluang ini sebagai bentuk kolaborasi dalam mewujudkan transisi energi,” tegas Pintoko dalam Central Java Renewable Energy Investment Forum (CJREIF) 2025 pada Kamis (26/6).

Sakina Rosellasari, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah, menegaskan di dalam penyusunan Rencana Umum Penanaman Modal (RUPM), green industry menjadi salah satu dari enam prioritas utama. Pihaknya bertekad menjadikan penggunaan energi baru terbarukan sebagai kewajiban dalam mendukung kegiatan industri, sejalan dengan visi besar Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.

“Kami menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dapat dicapai dengan investasi sebesar 12%, yang sebagian besar diarahkan pada sektor ramah lingkungan,” imbuh Sakina.

Natasha Gabriella, Kepala Bidang Keberlanjutan, Komunikasi, dan Urusan Publik dari Coca-Cola Euro Pacific Partners Indonesia (CCEP) menyampaikan menjelaskan sekitar 30% dari listrik yang digunakan pihaknya untuk operasional berasal dari sumber energi terbarukan pada tahun 2024. Pihaknya juga telah memasang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di tiga lokasi dengan total investasi lebih dari Rp100 miliar. Selain itu, pihaknya juga telah berkomitmen untuk membeli 90 GWh Sertifikat Energi Terbarukan (REC) dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang mewakili investasi sekitar Rp5 miliar.

“Meskipun energi terbarukan di lokasi (on-site) sangat penting, untuk mencapai target net-zero kami, dibutuhkan akses terhadap sumber energi terbarukan skala besar di luar lokasi (offsite). Kami menantikan kolaborasi dengan PLN untuk pengembangan penawaran yang lebih luas, seperti tarif hijau dan layanan energi hijau sebagai layanan (green energy-as-a-service), serta regulasi yang memungkinkan perusahaan seperti CCEP untuk mengadopsi mekanisme seperti Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik Korporat (corporate PPA) dan pemanfaatan bersama jaringan transmisi dan distribusi. Mekanisme ini akan memberikan skala dan keberagaman yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen pemanfaatan 100% energi terbarukan (RE100), sekaligus mendukung target energi terbarukan Indonesia.” kata Natasha. 

Zainal Arifin, Executive Vice President Aneka Energi Baru Terbarukan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyampaikan bahwa Jawa Tengah memiliki kombinasi sumber energi terbarukan yang mampu menopang kebutuhan sistem secara andal, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan panas bumi. Dengan adanya sumber energi ini, PLN tidak lagi memerlukan pembangkit fosil sebagai penyeimbang fluktuasi dari PLTS dan biomassa yang bersifat intermittent

“Selain itu, posisi geografis Jawa Tengah yang berada di tengah Pulau Jawa memungkinkan sistem kelistrikan provinsi ini membantu menopang kebutuhan listrik di provinsi tetangga. Dengan potensi yang besar, dukungan kebijakan yang kuat, dan komitmen dari berbagai pihak, Jawa Tengah siap menjadi model bagi transisi energi dan pengembangan industri hijau di Indonesia,” kata Zainal.

Share on :

Leave a comment