Regional Energy Transition Dialogue (RETD) 2025: Indonesia Dorong Keamanan Energi Nasional

Konsorsium Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia kembali menyelenggarakan Regional Energy Transition Dialogue (RETD) 2025 untuk membahas rencana masa depan energi Asia Tenggara. Perwakilan dari Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam berdialog untuk mendiskusikan tantangan dan peluang dalam mendorong energi terbarukan untuk mencapai target iklim, baik di tingkat nasional maupun kawasan Asia Tenggara.

 

Bangkok, 23 Juli 2025 — Tahun 2025 menjadi momen penting bagi transisi energi di Asia Tenggara. Ketika kawasan ini merespons dinamika geopolitik dan fluktuasi pasar global yang semakin kompleks, perencanaan energi strategis pun menjadi lebih menantang. Momentum ini didorong oleh beberapa tonggak pencapaian regional penting, termasuk finalisasi ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) Fase I: 2026–2030 dan selesainya ASEAN Interconnection Masterplan Studies (AIMS III Phase). Keduanya akan memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk memajukan integrasi sistem kelistrikan regional dan perdagangan energi lintas batas, yang akan semakin membentuk infrastruktur energi kawasan dan signifikansi geopolitiknya.

Menyadari urgensi strategis dari perkembangan ini, perwakilan pemerintah, pakar energi, dan para pemangku kepentingan berkumpul di Bangkok untuk Regional Energy Transition Dialogue (RETD) 2025 yang diselenggarakan oleh CASE. Acara ini mengusung tema “Arus Geopolitik & Pergeseran Energi: Masa Depan Strategis Asia Tenggara.” Acara selama dua hari ini menyediakan platform tingkat tinggi untuk berdialog tentang bagaimana Asia Tenggara dapat menghadapi ketidakpastian global sambil mempercepat pergeserannya menuju sistem energi yang lebih bersih dan tangguh.

Dialog ini diselenggarakan oleh proyek Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE), yang didanai oleh Kementerian Federal Jerman untuk Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK) dan diimplementasikan oleh GIZ. Acara ini mempertemukan para pemangku kepentingan dari Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Melalui serangkaian sesi yang dipimpin oleh para ahli dan pertukaran kebijakan, para peserta mengeksplorasi titik temu antara keamanan energi, kerja sama regional, dan perubahan geopolitik.

Indonesia Memimpin Jalur Menuju Era Energi Bersih

Sebagai negara dengan ekonomi dan konsumen energi terbesar di kawasan ini, Indonesia melangkah maju untuk memimpin transisi energi bersih di Asia Tenggara. Seperti yang disampaikan oleh Yusuf Suryanto, Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, dan Keantariksaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, rencana nasional mencakup pengembangan pembangkit listrik terbarukan (hidro, surya, panas bumi, angin, dan biomassa) serta pengembangan sistem jaringan listrik melalui interkoneksi dan smart grid. Untuk mendukung tujuan pembangunan nasional, Indonesia juga memajukan reformasi sistem kelistrikan yang berfokus pada pendanaan swasta, restrukturisasi tarif dan subsidi, serta pembentukan National System Operator untuk menciptakan sektor listrik yang lebih efisien, transparan, dan tangguh.

Selanjutnya, sesi tersebut dilanjutkan oleh Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer, Institute for Essential Services Reform (IESR), menekankan perlunya memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan untuk meningkatkan keamanan energi nasional Indonesia. “Tenaga surya adalah solusi paling hemat biaya untuk memasok listrik setelah tahun 2030,” kata Fabby, mengutip model transisi energi IESR. Pada pertengahan tahun 2024, kapasitas penyimpanan energi terpasang kumulatif di Indonesia mencapai sekitar 35 MWh—terutama dari sistem penyimpanan energi baterai (BESS) yang mendukung PV surya di sistem terisolasi. Berdasarkan proyek yang telah diumumkan, kapasitas ini diperkirakan akan melampaui 30 GWh pada tahun 2030, menyoroti skala peningkatan signifikan yang dibutuhkan dalam beberapa tahun ke depan. Fabby mendesak adanya reformasi regulasi, peningkatan infrastruktur, dan mekanisme keuangan yang kuat untuk membuka potensi terbarukan Indonesia.

Untuk memodernisasi dan menyiapkan jaringan PLN untuk masa depan, Abdul Kudus, Vice President Perencanaan Keuangan PT PLN, mengatakan bahwa PT PLN memprioritaskan investasi smart grid, infrastruktur transmisi antar-pulau (Green Enabling Super Grid), dan teknologi pembangkit yang fleksibel, sejalan dengan RUPTL 2025–2034 yang baru. Selain skema pendanaan yang ada saat ini, ia juga menyoroti perlunya model pendanaan yang beragam—seperti KPS dan surat berharga berbasis aset—untuk memenuhi total kebutuhan investasi PLN yang diproyeksikan sebesar USD 188 miliar, sambil menjaga keberlanjutan keuangan sektor ketenagalistrikan. Pembelajaran regional memainkan peran kunci dalam membentuk strategi-strategi ini, terutama melalui berbagi pengetahuan tentang operasi sistem yang fleksibel dan kerangka pendanaan yang inovatif.

Dari perspektif kebijakan, Suharyati dari Sekretariat Jenderal Dewan Energi Nasional mengatakan bahwa Indonesia akan memperbarui Kebijakan Energi Nasional untuk memprioritaskan energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi fleksibel seperti BESS, CCS, dan hidrogen guna meningkatkan keamanan energi jangka panjang. Investasi akan diarahkan tidak hanya melalui anggaran negara, tetapi juga melalui insentif dan mekanisme pendanaan internasional untuk mendukung transisi. Upaya-upaya ini sejalan dengan target pengurangan emisi, yang bertujuan untuk mencapai puncak emisi sektor energi pada tahun 2035 dan penyerapan penuh pada tahun 2060, memastikan bahwa keamanan energi dan dekarbonisasi berjalan beriringan.

Selain itu, seperti yang disampaikan oleh Hasan Maksum dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan (DJK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Indonesia memprioritaskan teknologi energi bersih seperti surya, angin, hidro, bioenergi, amonia hijau, dan hidrogen untuk mengamankan pasokan listrik di masa depan sambil mengurangi emisi. Strategi nasional berfokus pada perluasan integrasi energi terbarukan, modernisasi sistem kelistrikan, dan penguatan fleksibilitas melalui penyimpanan baterai, interkoneksi, dan digitalisasi jaringan. Untuk membuka manufaktur energi bersih lokal, ESDM telah mengeluarkan persyaratan TKDN (local content) yang jelas untuk berbagai teknologi EBT, yang mencakup peralatan, layanan, dan komponen proyek, guna memastikan pertumbuhan industri dan ketahanan rantai pasokan.

Dialog Regional Menjadi Jangkar Visi Kolektif

Sepanjang RETD 2025, para peserta dari berbagai organisasi, termasuk Agora Energiewende, NewClimate Institute, Energy Research Institute dari Chulalongkorn University, ASEAN Centre for Energy, International Energy Agency (IEA), ILO, SEforALL, dan UN ESCAP, bergabung dalam diskusi yang berfokus pada diversifikasi energi, fleksibilitas sistem kelistrikan, rantai pasokan energi bersih, dan pengembangan tenaga kerja untuk mendorong transisi energi yang adil dan inklusif di seluruh Asia Tenggara.

Transisi energi bukanlah tujuan akhir, melainkan sebuah perjalanan yang panjang dan kompleks, terutama bagi kawasan yang beragam seperti Asia Tenggara. Namun, Regional Energy Transition Dialogue (RETD) telah menunjukkan dengan jelas bahwa kawasan ini memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pemimpin global dalam pergeseran energi bersih. Melalui ambisi kolektif, koherensi kebijakan, dan investasi bersama dalam solusi, Asia Tenggara dapat mengubah tantangan menjadi peluang.

Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi dan konsumen energi terbesar di kawasan ini, berada pada posisi yang unik untuk mengambil peran kepemimpinan. Indonesia memandang kolaborasi regional bukan sebagai pilihan, melainkan sebagai keharusan untuk menyelaraskan standar, berbagi pengetahuan dan inovasi, memastikan tidak ada negara yang tertinggal dalam transisi ini, serta menumbuhkan dialog yang bermakna yang melampaui batas dan sektor. Hal ini menciptakan ruang bersama untuk mendiskusikan kompleksitas transisi sambil mengidentifikasi jalur yang dapat ditindaklanjuti menuju dekarbonisasi, keamanan energi, dan ketahanan ekonomi. RETD 2025 menegaskan kembali komitmen bersama untuk memajukan masa depan energi yang aman dan berkelanjutan bagi Asia Tenggara.

Share on :

Leave a comment