Jakarta, 11 September 2025 – Banyak pihak mendorong pemanfaatan energi surya untuk mengejar target penurunan emisi dan pertumbuhan ekonomi. Agar aspek keekonomian tercapai, harus dipastikan bahwa selain memiliki kapasitas terpasang yang tinggi, Indonesia juga harus memiliki industri modul surya lokal agar kebutuhan panel surya dipenuhi dari industri dalam negeri.
Saat ini, kapasitas produksi industri panel surya Indonesia sebesar 10 GW per tahun. Hasil produksi ini belum sepenuhnya terserap oleh pasar, sebab permintaan panel surya dalam negeri per tahun sekitar 6 GW.
Farah Heliantina, Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dalam sesi Localizing Value Chain for National and Global Demand, Indonesia Solar Summit (ISS) 2025 mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang berupaya mendorong adanya permintaan modul surya yang lebih besar dari kawasan industri.
“Dengan begitu kita bisa mendorong industri surya Indonesia untuk tumbuh lebih besar lagi,” katanya.
Solehan, Direktur Industri Mesin & AME, Kementerian Perindustrian, menyatakan bahwa dengan potensi alam dan mineral yang dimiliki, Indonesia dapat juga fokus pada sektor industri hulu.
“Dengan melimpahnya sumber daya bagian hulu kita seperti pasir kuarsa, kami sedang memikirkan untuk menggarap sektor hulu industri surya seperti pembuatan polisilikon dan wafer,” katanya.
Muriel Watt, analyst ITP Renewables Australia membagikan pengalamannya untuk mendorong industri berdasarkan riset ilmiah, di antaranya dengan mengintegrasikan riset dengan industri, atau mendorong industri untuk memiliki tim riset. Dengan memiliki tim riset sendiri, industri akan mendapat akses inovasi teknologi dengan lebih cepat, bagi peneliti mereka akan mendapat masukan langsung tentang spesifikasi yang dibutuhkan oleh pasar, sehingga pengembangan fitur-fitur teknologi akan secara langsung dikembangkan untuk menjawab kebutuhan pasar.
“Selain itu, akses pada pendanaan juga akan menjadi game changer industri bertumbuh, selain kebutuhan perencanaan jangka panjang termasuk pengaturan insentif,” kata Muriel.
Arya Rezavidi, Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan bahwa industri surya di Indonesia harus keluar dari pola demand driven, yaitu pola pertumbuhan industri yang hanya memenuhi permintaan pasar yang sudah ada.
“Jika kita bisa menguasai teknologi, maka kita dapat membuka pasar baru seperti yang dilakukan Tiongkok beberapa tahun ke belakang. Jadi fokusnya adalah menguasai teknologi, permintaan pasar akan mengikuti,” kata Arya.