PR Sumsel untuk Manfaatkan Sumber Energi Terbarukannya

Sodi Zakiy Muwafiq, Analis Sistem Informasi Geografis (SIG), IESR

Palembang, 16 September 2025 – Sumatra Selatan (Sumsel) sejak lama dikenal sebagai salah satu daerah lumbung energi di Indonesia. Kekayaan sumber daya alam berupa batubara, minyak, dan gas bumi menjadikan provinsi ini sebagai penopang pasokan energi nasional. Namun, di tengah krisis iklim yang semakin nyata, ketergantungan pada energi fosil tidak lagi dapat dijadikan strategi jangka panjang. Dunia kini bergerak menuju transisi energi, dan Sumsel memiliki peluang besar untuk menjadi pionir dalam peralihan menuju energi terbarukan. 

Eva Novianty, Kepala Subdirektorat Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri menyatakan Provinsi Sumatra Selatan memiliki potensi energi terbarukan yang besar, diperkirakan mencapai 21.032 megawatt. Sayangnya, baru sekitar 4–5% dari total potensi tersebut yang dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan dua hal penting yakni Sumatra Selatan punya keunggulan komparatif untuk menjadi lumbung energi terbarukan dan terdapat pekerjaan rumah besar untuk mengubah potensi menjadi kapasitas terpasang yang nyata. 

“Transisi energi tidak hanya soal mengganti sumber energi, tetapi juga menyangkut perubahan sistemik, mulai dari regulasi, model investasi, kapasitas kelembagaan, hingga pola keterlibatan masyarakat. Untuk melakukan transisi energi, pPemerintah daerah berperan penting, terutama dalam perencanaan tata ruang, mendorong investasi lokal seperti PLTS atap, mikrohidro, biomassa, dan panas bumi, serta melakukan kolaborasi lintas sektor,” kata Eva dalam Diskusi Kelompok Terpumpun bertajuk “Hasil Identifikasi Lokasi Pengembangan Energi Terbarukan dan Strategi Pengembangan di Sumatra Selatan,” yang diselenggarakan oleh IESR pada Selasa (16/9).  

Hari Wibawa, Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi Sumatra Selatan, menjelaskan bahwa dokumen perencanaan pembangunan, baik di tingkat nasional maupun daerah, menetapkan transformasi ekonomi sebagai tema besar. Salah satu pilar utama dalam transformasi tersebut adalah transisi energi berkeadilan. 

“Dalam kurun waktu 20 tahun mendatang, Sumatra Selatan ditargetkan mampu mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam fosil seperti batu bara, minyak, dan gas. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan langkah strategis berupa pemetaaan ulang peran daerah-daerah yang selama ini bergantung pada pertambangan batu bara, salah satunya Kabupaten Muara Enim,” papar Hari.  

Menurut Hari, tujuan dari pemetaan ulang ini adalah mengarahkan daerah-daerah tersebut agar bertransformasi menuju pengembangan energi terbarukan. Dengan cara ini, Sumatra Selatan dapat secara bertahap bergerak menuju pencapaian target net zero emission (NZE) di masa depan. 

Sodi Zakiy Muwafiq, Analis Sistem Informasi Geografis (SIG), IESR mengatakan Sumatera Selatan memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, namun pemanfaatannya masih jauh dari optimal. Berdasarkan studi IESR, provinsi ini menyimpan potensi teknis tenaga surya sebesar 441,15 GWp, tenaga air 286,7 MW, tenaga angin 131,6 MW, dan biomassa hingga 5.003 MW. 

“Sejumlah hambatan masih membayangi pengembangan energi terbarukan di Sumsel. Dari sisi infrastruktur, jaringan listrik yang ada belum memadai untuk integrasi energi terbarukan, terutama di daerah terpencil,” ucap Sodi.  

Lebih lanjut Sodi menyatakan, dari sisi kebijakan, sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah masih lemah sehingga menimbulkan keraguan investor. Akses pembiayaan juga terbatas karena risiko regulasi dianggap tinggi, ditambah insentif fiskal dan subsidi yang belum menarik. 

“Pemanfaatan potensi energi terbarukan belum merata. Bioenergi mendominasi, sementara energi surya, angin, dan hidro skala kecil masih jauh dari potensi maksimal. Sebagian lokasi potensial juga berada di kawasan hutan atau konservasi sehingga rawan menimbulkan konflik lingkungan.  Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) lokal menjadi tantangan tersendiri. Jumlah tenaga ahli untuk perencanaan maupun pemeliharaan proyek masih terbatas, dan partisipasi masyarakat terhadap energi terbarukan relatif rendah,” jelas Sodi.  

Untuk mempercepat pengembangan energi bersih, Sodi mengatakan, beberapa Langkah strategis perlu dilakukan, seperti mengakomodasi penggunaan lahan untuk energi terbarukan dalam rencana tata ruang wilayah (RT/RW), memperlancar proses pengadaan tanah melalui perizinan terpadu dan basis data digital, serta memprioritaskan lokasi proyek dengan tingkat pengembalian investasi tinggi. 

Share on :

Leave a comment