Mendorong Industri Keberlanjutan dan Tenaga Kerja Hijau di Jawa Tengah

Jateng Green Industry Summit 2025: Industri Hijau Pilar Transisi Energi dan Pembangunan Rendah Karbon

Semarang, 19 September 2025 – Jawa Tengah dengan populasi yang besar dan sektor industri yang berkembang pesat, turut merasakan dampak langsung dari krisis iklim. Kenaikan suhu global, perubahan pola curah hujan, dan bencana alam seperti banjir dan kekeringan sudah mulai mengganggu lini kehidupan. Industri yang mengandalkan bahan bakar fosil dan proses produksi yang tidak ramah lingkungan turut memperburuk keadaan dengan meningkatkan emisi gas rumah kaca (GRK). 

Sebagai salah satu provinsi industri utama di Indonesia, Jawa Tengah perlu mendorong industri berkelanjutan. Lilin Budiati, Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kadin Provinsi Jawa Tengah memaparkan beberapa praktik bisnis yang mendukung keberlanjutan, seperti penggunaan energi terbarukan, pengolahan limbah ramah lingkungan, dan produksi barang dengan teknologi hijau, sudah mulai diterapkan di berbagai sektor.  

“Untuk mendorong industri berkelanjutan di Jawa Tengah, lima langkah perlu dilakukan. Pertama, visi yang jelas dan berkelanjutan sangat penting dalam membangun industri dan bisnis yang ramah lingkungan. Kedua, kerjasama  yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendorong investasi dalam teknologi ramah lingkungan. Ketiga, adopsi prinsip ekonomi sirkular dalam praktik industri menjadi kunci dalam mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi sumber daya,” tegas Lilin dalam Jateng Green Industry Summit 2025: Industri Hijau Pilar Transisi Energi dan Pembangunan Rendah Karbon yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada Kamis (18/9).  

Lebih lanjut, Lilin menyatakan langkah keempat untuk mewujudkan industri hijau adalah, inovasi dalam teknologi energi terbarukan. Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat dan stakeholder lokal dalam kegiatan ekonomi dan industri berkelanjutan sangat penting. Program pelatihan, pendidikan, dan peningkatan kapasitas masyarakat akan membuka peluang kerja baru dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari. 

Wahyudi Sutopo, Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Surakarta (UNS) mengatakan  upaya untuk mencetak tenaga kerja yang berkompeten dalam teknologi ramah lingkungan sangat penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu inisiatif yang tengah digencarkan adalah dengan mencetak tenaga kerja yang tidak hanya memiliki keahlian teknis, tetapi juga memahami pentingnya transisi energi dan pengelolaan sumber daya alam secara efisien. 

“Pada tahap pertama, yang disebut Knowledge Externalization, fokus utama yakni untuk menganalisis kesenjangan dalam transformasi hijau dan memberikan solusi berbasis pengetahuan yang dapat langsung diterapkan dalam dunia industri. Hal ini melibatkan penggabungan riset yang mendalam ke dalam proses pembelajaran, serta pengembangan kurikulum yang mengintegrasikan pengetahuan terkait teknologi hijau ke dalam mata kuliah,” tegas Wahyudi.  

Untuk tahap kedua, lanjut Wahyudi, disebut Academic Immersion, pengetahuan yang sudah diperoleh dari tahap pertama diterapkan dalam industri melalui berbagai inisiatif seperti magang, pekerjaan penelitian, dan kolaborasi dengan perusahaan industri. Di sini, mahasiswa dan lulusan akan terlibat langsung dalam ekosistem industri hijau melalui kegiatan seperti magang merdeka dan berbagai proyek penelitian. 

“Universitas juga berperan dalam memperkenalkan konsep-konsep baru mengenai green talent yang diperlukan oleh industri hijau. Di tahap ini, akademia tidak hanya berfungsi untuk menghasilkan pengetahuan, tetapi juga berkontribusi langsung pada pengembangan kapasitas tenaga kerja yang siap menghadapi tantangan transisi energi dan perubahan iklim,” kata Wahyudi.  

Untuk mewujudkan visi ini, Wahyudi menuturkan, salah satu strategi utama adalah menciptakan kampus berdampak yang mengintegrasikan kurikulum berbasis OBE (Outcome-Based Education). Dengan mengutamakan pembelajaran berbasis pengalaman (experiential learning), mahasiswa tidak hanya memperoleh ilmu, tetapi juga mengembangkan soft skills yang dibutuhkan untuk bekerja di sektor industri hijau. 

Sementara itu, Agus Pujiarto, Management Representative Industri Hijau PT. Sango Ceramics Indonesia mengatakan saat ini industri dihadapkan dengan tantangan untuk menjadi lebih efisien dan efektif. Masalah utama yang dihadapi oleh dunia usaha adalah bagaimana menghasilkan output yang besar dengan modal yang lebih kecil. Oleh karena itu, penting bagi perguruan tinggi untuk menghasilkan tenaga kerja yang mampu mengatasi tantangan ini, khususnya dalam industri hijau yang berfokus pada keberlanjutan dan pengurangan dampak lingkungan. 

Share on :

Leave a comment