Indonesia memasuki fase krusial dalam transisi energinya. Seiring sistem energi global bergerak cepat menuju dekarbonisasi dan penurunan permintaan batu bara, peran komoditas ini dalam perekonomian, struktur fiskal, dan sistem kelistrikan Indonesia mulai bergeser secara fundamental.
Laporan ini, The Coal Impact Tracker, menyediakan landasan analitis yang mendalam untuk menavigasi perubahan ini. Dengan data ekspor batu bara yang turun lebih dari 21% pada semester pertama 2025 dan proyeksi IEA tentang stabilisasi lalu penurunan permintaan global, sektor batu bara Indonesia menghadapi tekanan struktural yang signifikan. Kontribusi penting batu bara (sekitar 3,6% PDB dan keuntungan kumulatif USD 31 miliar pada 2019-2023) kini berhadapan dengan kerentanan struktural, termasuk ketergantungan fiskal, konsentrasi lapangan kerja, dan kerusakan lingkungan.
Studi IESR ini mengintegrasikan data subnasional, proyeksi fiskal berbasis skenario, dan Indeks Kerentanan Transisi Batu Bara (CTVI). Temuan utama menegaskan: transisi Indonesia akan dibentuk di tingkat provinsi. Daerah produsen utama di Kalimantan dan Sumatra menghadapi risiko fiskal besar, sementara daerah non-produsen seperti Banten dan Jawa Timur sangat terintegrasi dengan sistem kelistrikan berbasis batu bara.
Laporan ini menekankan perlunya strategi yang disesuaikan secara regional, koordinasi kelembagaan yang ditingkatkan, dan transparansi data untuk memastikan transisi yang berkeadilan, layak secara ekonomi, dan berkelanjutan.
Transisi Energi Indonesia, Batu Bara, Dekarbonisasi, Kebijakan Net-Zero, Indeks Kerentanan Transisi Batu Bara (CTVI), Risiko Fiskal, Proyeksi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Dampak Regional Batu Bara, IESR, Sistem Kelistrikan Indonesia, Transisi Berkeadilan, Kalimantan, Sumatra, PDB Batu Bara.