Membangun dari Desa: Lokakarya Energy Delivery Model

Salah satu nawacita Presiden Joko Widodo dalam periode pertama kepemimpinannya adalah membangun dari daerah dan desa. Nawacita ini diterjemahkan dalam beragam dukungan untuk pembangunan desa, termasuk di antaranya penyaluran Dana Desa yang dapat digunakan berbagai aktivitas untuk mendorong kesejahteraan masyarakat desa. Dalam konteks penyediaan akses energi, dukungan pada daerah perdesaan menjadi penting mengingat masih terdapat banyak desa di seluruh Indonesia yang belum mendapatkan akses energi; terutama desa-desa yang terletak cukup jauh dari pusat pemerintahan terdekat.

Dengan latar belakang ini, Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Catholic Agency for Overseas Development/CAFOD (bermarkas di Inggris) mengawali proyek percontohan penyediaan akses energi dengan menggunakan perangkat Energy Delivery Model (EDM) di Desa Boafeo, Ende, Nusa Tenggara Timur, sejak 2016 dan bermitra dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah Nusa Bunga. Boafeo terletak 55 km dari pusat kota Ende dan hingga saat ini belum terjangkau jaringan PLN. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani kemiri, kopi, cokelat, dan cengkeh. Energy Delivery Model (EDM) merupakan sebuah pendekatan unik untuk penyediaan akses energi pada mereka yang membutuhkan. Pendekatan ini berangkat dari pengamatan bahwa penyediaan akses energi yang memiliki dampak luas dan berkelanjutan untuk masyarakat (“pengguna energi”) memerlukan partisipasi masyarakat dalam proses perancangannya. Peran serta masyarakat menjadi penting karena layanan akses energi tersebut harus mampu menjawab kebutuhan mereka dan sesuai dengan konteks sosio-ekonomis dan budaya setempat.

Pada bulan Agustus 2019, salah satu solusi penyediaan energi perdesaan yang disepakati bersama masyarakat Boafeo, yaitu listrik untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah dasar; telah diselesaikan dengan pemasangan pembangkit listrik surya atap (PLTS atap) di SD Katolik Boafeo beserta alat bantu belajar mengajar pada masyarakat Boafeo dan penyelenggaraan pelatihan pedagogi untuk para guru. Dengan perkembangan implementasi EDM ini, IESR kemudian menyelenggarakan lokakarya Energy Delivery Model (EDM) sebagai sarana pengenalan model pendekatan ini sekaligus berbagi pengalaman dari proses perencanaan hingga implementasi EDM di Boafeo pada 16 – 18 Oktober 2019 di Bogor, Jawa Barat. Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menjadi fasilitator utama dalam lokakarya ini.

“Selama 3 tahun proses EDM ini berjalan mulai dari perencanaan sampai dengan implementasinya pada tengah tahun ini, banyak tantangan dan pembelajaran yang memperkaya konteks penggunaan EDM untuk pemenuhan energi di desa yang memberikan dampak berkelanjutan bagi masyarakat. Pembelajaran inilah yang ingin kami bagikan pada para pengambil kebijakan dan organisasi masyarakat lain yang juga berkecimpung di pemberdayaan komunitas di seluruh Indonesia,” Fabby memaparkan di awal lokakarya.

Lokakarya EDM yang diselenggarakan selama 3 hari ini diikuti oleh 28 peserta dari berbagai lembaga dan organisasi, di antaranya Biro Perencanaan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa dan PDTT, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, dan Yayasan Pemulih Nusantara. Para peserta diajak untuk memahami pendekatan EDM dan penggunaannya, penyesuaian konteksnya di Indonesia, serta perkembangan dan tantangan yang muncul dalam percontohan EDM di Boafeo. Perwakilan masyarakat Boafeo, yaitu kepala desa Boafeo, Quintus Laja, dan guru SDK Boafeo, Arnoldus Rangga, hadir pula dalam lokakarya ini untuk berbagi secara langsung dan mendalam mengenai pengalaman dan perspektif mereka terlibat dalam proses EDM.

Fabby sebagai fasilitator lokakarya menjelaskan 6 langkah EDM dan perangkat-perangkat yang digunakan dalam proses EDM, yakni peta (Delivery Model Map) dan kanvas (Delivery Model Canvas) digunakan untuk memvisualisasikan kebutuhan energi, konteks sosio-kultural, dukungan yang diperlukan, hingga kegiatan-kegiatan yang direncanakan (lebih lanjut: The Energy Delivery Model Toolkit, https://pubs.iied.org/pdfs/16638IIED.pdf). Keenam langkah ini telah disesuaikan dengan konteks Indonesia dan perlu dilakukan secara partisipatif di masyarakat guna memetakan kebutuhan energi dan non-energi mereka, potensi yang ada, serta pilihan strategi yang diperlukan. Peserta lokakarya juga bekerja dalam grup untuk mempratikkan langkah dan perangkat tersebut, menganalisis lebih jauh percontohan EDM di Boafeo, dan melakukan identifikasi kaitan dan peluang penggunaan EDM untuk lingkup kerja masing-masing. Faridz Yazi, Kepala Subdirektorat Sarpras Energi, Dirjen Pembangunan Daerah Tertinggal (KemendesPDTT) menyampaikan bahwa pendekatan EDM selaras dengan prioritas pemerintah untuk mendorong pembangunan desa, di mana pemenuhan akses energi berkelanjutan yang memberikan dampak bergulir akan mendorong peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Yazi juga mengungkapkan keinginannya untuk bisa mereplikasi EDM di desa binaan KemendesPDTT.

Peserta lain juga menyampaikan bagaimana EDM dapat membantu mereka untuk merencanakan dan mengembangkan program. Pengurus Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Jawa Tengah, Siti Nurhayati, melihat bahwa pemetaan kebutuhan versus keinginan yang menjadi titik awal proses EDM sangat sesuai untuk diterapkan dalam program edukasi energi terbarukan dan pendampingan balai perempuan KPI.

“Kami bangga Desa Boafeo dapat menjadi percontohan pertama EDM di Indonesia. Dari panjangnya proses yang kami lalui sampai implementasi EDM, kami berharap dan optimis pendekatan ini bisa juga dilakukan di desa-desa lain di Indonesia. Memang dalam prosesnya, banyak tantangan yang dihadapi dan karenanya kita juga harus konsisten menjalaninya,” Kepala Desa Boafeo, Quintus Laja, menyampaikan harapannya.

CAFOD, IESR, dan Pengurus Wilayah AMAN Nusa Bunga akan terus mendampingi masyarakat Boafeo dan secara bertahap melanjutkan proses implementasi solusi EDM lainnya. Pendekatan EDM bersifat unik dan inklusif, dirancang untuk diterapkan dari bawah ke atas (bottom up), serta memiliki fleksibilitas penggunaan yang tidak terpaku pada perencanaan saja namun juga untuk pengawasan atau evaluasi sebuah program. Keunikan dan kesesuaian penggunaannya untuk konteks masyarakat yang beragam di Indonesia, baik di perdesaan maupun perkotaan, juga diharapkan dapat membantu program dan kerja pemerintah serta organisasi masyarakat dalam mendorong pembangunan berkelanjutan di Indonesia.


Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan

Share on :

Leave a comment