Asia Tenggara menjadi kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Sejalan dengan perkembangan ekonomi, permintaan energi pun menjadi tinggi. Di 2040 permintaan energi diprediksi meningkat hingga 70 persen. Percepatan transisi energi menuju pembangunan energi yang bersih, andal dan terjangkau harus dimulai dari sekarang. Sejak 2016, di Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia sudah berjanji dalam Persetujuan Paris untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% (dengan usaha sendiri) dan sebesar 41% (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030. Namun, menurut analisis Climate Action Tracker (CAT), target NDC Indonesia saat ini sangat tidak cukup (highly insufficient) untuk mencegah kenaikan rata-rata suhu bumi di bawah 2°C.
Clean, Affordable and Secure Energy for South East Asia (CASE) merupakan program regional yang diselenggarakan dan didanai oleh German Federal Ministry for the Environment, Nature Conservation, and Nuclear Safety (BMU). Program ini bertujuan untuk mendorong transisi energi, khususnya sektor ketenagalistrikan, di wilayah Asia Tenggara yang dapat meningkatkan upaya penanganan perubahan iklim dengan fokus di empat negara utama di Asia Tenggara; Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam.
Di Indonesia, program CASE dijalankan oleh GIZ Indonesia bersama Institute for Essential Service Reform (IESR) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. Kementerian PPN/Bappenas merupakan mitra politik di dalam Program CASE Indonesia yang menjadi badan pelaksana atas nama Pemerintah Republik Indonesia.
Selanjutnya, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika Kementerian PPN/Bappenas akan mengelola dan mengkoordinasikan program CASE di Indonesia. Selain itu, Program CASE Indonesia juga akan mendapatkan dukungan mitra konsorsium internasional yang terdiri dari Agora Energiewende dan NewClimate Institute.