SKANDAL PETRAL : Pemerintah Diminta Agresif Usut Kasus Petral

pertal1
SKANDAL PETRAL: Pemerintah Diminta Agresif Usut Kasus Petral

TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit lebih lanjut hasil audit forensik Pertamina Energy Trading Limited (Petral) periode 2012-2014. Anggota Komisi Energi, Harry Poernomo, menyarankan pemerintah lebih agresif mengungkap dugaan pencurian duit oleh mafia minyak dan gas di Petral.

Harry mengaku sudah lama mengamati adanya jaringan mafia minyak dan gas. “Kami akan mengawal untuk perbaikan sistem jangka panjang,” kata anggota Fraksi Partai Gerindra, Rabu, 11 November 2015.

Hasil audit forensik Petral menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak dalam dua tahun sejak 2012. Lembaga auditor KordaMentha menemukan jaringan mafia minyak dan gas yang menguasai kontrak suplai senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Pertamina menyatakan pengadaan ini membuat mereka mendapatkan harga minyak yang lebih tinggi daripada semestinya.

Pada periode ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan rata-rata impor minyak tahunan Indonesia bernilai US$ 40 miliar. Beberapa perusahaan mendapat kontrak sebagai pemasok minyak mentah dan bahan bakar minyak kepada Pertamina melalui Petral. Dalam audit belakangan diketahui perusahaan pemasok itu berafiliasi pada satu badan.

Atas temuan ini, DPR akan memanggil Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta PT Pertamina. Para legislator ini hendak memastikan upaya pencegahan penyimpangan secara sistemis agar kejadian ini tak berulang. Anggota Komisi Energi DPR, Kurtubi, berencana mengawal panitia khusus Petral yang tengah digagas Fraksi NasDem di Komisi VII. “Paling tidak, supaya ada kejelasan informasi dan kemungkinan langkah hukum yang bisa diambil pihak berwenang,” kata dia.

Kurtubi menilai, sembari mengupayakan pembentukan panitia khusus, dia berharap BPK menelisik nilai kerugian negara dalam kasus ini. “Pasti mudah bagi BPK menghitung kerugian tersebut. Datanya sudah ada,” kata dia.

Direktur Institute for Essential Service Reform, Fabby Tumiwa, berharap BPK berinisiatif menyelidiki kerugian negara dalam kasus Petral. Dia menganggap kerugian negara penjualan migas ini jelas. “Jika tidak, kasus ini hanya berada di tataran internal korporasi saja,” ujarnya.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas, mengatakan upaya pembersihan mafia migas bergantung keberanian pemerintah dan penegak hukum saja. Dia beralasan kemampuan dan pengalaman lembaga auditor dan penegak hukum negara sudah tak diragukan. “Industri migas kita selama ini selalu bersenggolan dengan orang-orang berpengaruh di pemerintahan.”

Sumber: TEMPO.CO.

Share on :

Leave a comment