Jakarta, 23 Februari 2022 – Pemerintah daerah melalui kewenangannya memainkan peran penting dalam upaya pencapaian target pembangunan nasional terkait pengembangan energi terbarukan (ET) untuk mendukung akselerasi transisi energi di Indonesia. Bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dewan Energi Nasional (DEN), Institute for Essential Services Reform (IESR) menyelenggarakan acara Forum Energi Daerah (FED) dalam mempercepat transisi energi di level daerah.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto; Anggota DEN, Musri Mawaleda; dan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana, menjadi narasumber dalam kegiatan virtual ini. Hadir pula Kepala Dinas ESDM dan Kepala Bappeda Provinsi se-Indonesia yang menyampaikan perkembangan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di daerahnya.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Forum Energi Daerah menjadi bagian dari serangkaian kegiatan road-to Indonesia Solar Summit (ISS) 2022. “Kegiatan FED ini dilatarbelakangi oleh target net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, karena potensi energi surya di Indonesia juga mencapai lebih dari 3.400GW sehingga bisa menjadi ujung tombak untuk mencapai NZE 23% EBT pada 2025,” ujar Fabby.
Dalam paparannya, Musri menyampaikan Indonesia telah berkomitmen dalam upaya mitigasi perubahan iklim melalui ratifikasi Persetujuan Paris Agreement sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 16 tahun 2016 dan selanjutnya ditegaskan dalam komitmen di Pakta Iklim Glasgow yang bertujuan untuk membatasi kenaikan temperatur global di bawah dua derajat celcius. Komitmen ini menimbulkan konsekuensi khususnya dalam arah pembangunan menuju pembangunan rendah karbon.
“Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk memitigasi perubahan iklim di sektor energi yaitu pemenuhan target bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dan 41% dengan bantuan internasional, target NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat, dan penetapan target penambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) menjadi 51,6% atau sekitar 20.923 MW sebagaimana tertuang dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. Khusus pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), target pembangunan tambahan pembangkit hingga tahun 2030 pada RUPTL mencapai 4.680 MW atau 22% dari total kapasitas pembangkit EBT,” ujar Musri.
Musri menuturkan dukungan dan upaya pemerintah daerah, terutama Dinas ESDM dan Bappeda, diperlukan dalam percepatan pembangunan rendah karbon dan merealisasikan target yang tertera pada matrik RUED atau sesuai dengan kemampuan dan potensi daerah setempat. Ia juga menekankan bahwa salah satu pembangkit yang paling mudah dan murah dibangun dengan dan berpotensi besar di Indonesia adalah tenaga surya.
Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, Djoko Siswanto, menyampaikan bahwa sampai saat ini masih ada 12 Provinsi yang sedang menyelesaikan Peraturan Daerah Rencana Umum Energi Daerah (Perda RUED), 5 diantaranya dalam proses fasilitasi nomor register di Kementerian Dalam Negeri, 3 Provinsi sudah memasukkan rancangan RUED Provinsi dalam Program Pembentukan Perda (Propemperda) Tahun 2021 dan 2022 juga telah melakukan pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) serta 4 Provinsi baru akan membahas dengan DPRD.
Lebih lanjut, Djoko menjelaskan bahwa beberapa gubernur telah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) maupun Perda terkait energi bersih, kendaraan listrik, PLTS dan mewajibkan panel surya terutama di perumahan, apartement, dan gedung. Beberapa ketentuan tersebut dijadikan dasar oleh para gubernur untuk membuat peraturan di provinsi masing-masing.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana, menyampaikan pengembangan energi surya merupakan bagian dari pencapaian target 23% bauran energi terbarukan di tahun 25. Ia optimis target tersebut dapat tercapai menimbang secara perencanaan, Indonesia sudah sangat siap dan lengkap. Meskipun demikian, ia menyebutkan bahwa secara pengelolaannya nanti mungkin ada hal-hal yang akan tertunda, sehingga perlu porsi PLTS atap yang lebih besar sebagai jaring pengaman supaya target 23% bisa tercapai.
“Dalam rencana pengembangan, kami memiliki 3 kelompok utama yaitu PLTS atap dengan target 2025 sebesar 3,61 GW. Lalu kedua PLTS skala besar dengan target 2030 sebesar 4,68 GW dan PLTS terapung dengan potensi 26,65 GW. Tak lepas dari isu revitalisasi PLTS tidak hanya PLTS atap, di daerah ada beberapa permasalahan teknis yang jumlahnya tidak sedikit untuk operasional dan maintenance. Teknis pelaksanaan untuk revitalisasi pembangkit energi terbarukan khususnya PLTS juga akan kami pikirkan,” tambah Dadan.
Dalam diskusi turut hadir Dinas ESDM dari sejumlah daerah, salah satunya Dinas ESDM Jawa Tengah, yang diwakili oleh Kepala Bidang Energi Baru dan Terbarukan, Eni Lestari. Menurut Eni, peningkatan pemahaman tentang energi terbarukan hingga ke tingkat akar rumput serta dorongan dari pemerintah daerah dapat membantu percepatan pengembangan energi terbarukan.
“Pemerintah provinsi Jawa Tengah akan membuat penyuluh energi di tingkat daerah sehingga masing-masing desa dapat memiliki panduan agar memahami dan bisa mengadopsi energi terbarukan. Surat edaran sekretaris daerah tahun 2021 bahwa sektor bisnis, industri, dan bangunan pemerintah untuk kontribusi pemanfaatan PLTS atap pun sudah ada dan dapat dijalankan,” ungkap Eni.
Ia menambahkan juga bahwa skema pembiayaan untuk PLTS di berbagai sektor masih menjadi kendala, oleh karena itu akselerasi energi terbarukan di daerah tidak dapat mengandalkan APBD saja, namun membutuhkan kontribusi berbagai sektor termasuk swasta.
Senada dengan Eni, Irfan Hasymi Kelrey dari Dinas ESDM NTB menyebut bahwa pemerintah daerah dapat mendorong pengembangan energi terbarukan dengan regulasi, tapi implementasinya membutuhkan dukungan dan langkah nyata dari masyarakat di berbagai sektor, khususnya di sektor swasta.
“Saat ini Pergub Energi Hijau terkait dengan pemanfaatan seluruh energi terbarukan termasuk potensinya sedang kami susun. Surat edaran bagi hotel-hotel untuk memasang PLTS atap juga telah kami distribusikan dan di Kab. Sumbawa dan Kab. Bima tahun ini sedang dalam proses 10MW. Dari beberapa hal tersebut, kami optimis target NZE Nusa Tenggara Barat (NTB) akan lebih cepat tercapai dari Indonesia,” ujar Irfan Hasymi Kelrey, Dinas ESDM NTB saat berbagi terkait rencana dan capaian daerahnya.
Selangkah lebih maju, Disnaker Bali bidang ESDM, Ida Bagus Ngurah Arda, mengungkapkan bahwa Bali merupakan pertama yang memiliki Pergub No. 45 tahun 2019 tentang Energi Bersih dan akan menerbitkan surat edaran yang ruang lingkupnya lebih luas tidak hanya di sektor BUMN atau pemerintah yang meliputi semua sektor, pelibatan swasta, termasuk juga perorangan (PLTS atap). Ida juga menuturkan bahwa pembangunan PLTS dalam berbagai bentuk terus berjalan di Bali.
“Saat ini ada sejumlah pembangunan PLTS yaitu di Nusa Penida 3,5MWp dan 400KWp di jalan tol Bali-Mandara,” tambah Ida.
Sementara itu, Analisis Kebijakan Ahli Madya selaku Koordinator urusan ESDM, SUPD I, Ditjen Bina, Bangda, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tavip Rubiyanto, mengungkapkan tantangan yang dihadapi untuk bisa mensinkronkan program pusat dan daerah juga mengintegrasikan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) ke dalam (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Sejumlah instrumen bisa digunakan oleh Pemda, misal instruksi gubernur untuk mendorong akselerasi ET. Permasalahan nomenklatur terkait dengan penganggaran EBT di daerah akan mengacu kepada Permendagri 050 tentang kodefikasi dan nomenklatur anggaran. Dan saat ini Bangda tengah menyusun secara operasional bagaimana mendorong pemda untuk mengintegrasikan RUED ke dalam dokumen RPJMD dan Renstra ESDM sehingga dapat dioperasionalkan dalam perencanaan daerah. Sehingga pada RPJMD 2023-2026 dapat menjadi jalan untuk menyelipkan beberapa langkah untuk mencapai target ET,” tutur Tavip.
Hasil Forum Energi Daerah ini menjadi tindak lanjut kegiatan Governor’s Forum on Energy Transition (Forum Gubernur) yang merupakan salah satu acara menjelang Indonesia Solar Summit 2022. Indonesia Solar Summit (ISS) adalah puncak dari serangkaian acara multistakeholders yang bertujuan untuk memobilisasi potensi investasi energi surya Indonesia dan mengakselerasi pemanfaatan PLTS untuk mencapai target Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan RUEN. ISS diselenggarakan untuk membuka pasar dan mendukung pengembangan ekosistem energi surya di Indonesia dan sebagai bahan dari presidensi G20 di Indonesia.