Semarang, 8 Desember 2022 – Indonesia menargetkan pencapaian bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23 persen di tahun 2025. Kerjasama dan partisipasi segenap pihak diperlukan untuk mewujudkannya, terutama di tingkat daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Institute for Essential Services Reform (IESR) menggelar acara acara Central Java Stakeholder Gathering 2022 dengan tema ‘Transisi Energi untuk Pembangunan Daerah Rendah Karbon’ untuk mendorong transisi energi di Jawa Tengah.
Achmad Husein, Bupati Banyumas memaparkan, pihaknya telah menutup dua tempat pembuangan akhir (TPA) yang terbesar di Banyumas sebagai upaya pengurangan karbon. Sampah akan dipilah yang bernilai guna, non-organik dan organik.
“Dalam mengelola sampah, Banyumas menggunakan solusi teknologi yang terbagi menjadi dua macam, pertama di hilir (masyarakat), dengan menggunakan bank sampah. Kedua, inisiatif aplikasi untuk pengurangan sampah plastik di hulu, dengan cara kita membeli semua plastik dari masyarakat (berbagai jenis plastik). Lalu, ada juga aplikasi untuk masyarakat memilah sampah organik dan dibayar. Setiap sampah organik sekilonya dibayar Rp100,” jelas Achmad Husein.
Tavip Rubiyanto, Kasubid ESDM Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri memaparkan pentingnya pembangunan daerah yang dapat memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional. Masalahnya, daerah hanya dapat berkontribusi sebanyak kewenangan yang ia miliki.
“Kewenangan daerah untuk transisi energi masih relatif kecil, maka kontribusinya juga relatif kecil. Untuk itu, Kemendagri akan menyusun rancangan Perpres untuk Penguatan Peran Daerah. Konsekuensinya, daerah perlu merevisi RUED menyesuaikan dengan wewenang/anggaran baru untuk mendukung target transisi energi,” jelas Tavip.
Senada dengan Tavip, Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) berharap agar koordinasi dan kerjasama yang lebih baik antara pemerintah daerah di Indonesia untuk mencapai tujuan energi terbarukan. Misalnya saja dalam implementasi RUED, pemerintah pusat bisa menginstruksikan pemerintah daerah untuk menggunakan kendaraan listrik. Walaupun demikian, masih ada kendala dalam meningkatkan pemanfaatan energi sesuai dengan potensi daerah, yaitu pendanaan.
“Untuk menghadapi tantangan pendanaan dalam transisi energi, kita memerlukan dukungan internasional. Untuk itu, Perda bisa menjadi dasar untuk investor dalam pengembangan EBT di daerah. Bisa saja dengan kerjasama BUMD, swasta, dan pihak internasional,” ungkap Djoko.
Untuk mendukung percepatan transisi energi di daerah, Muhammad Firdaus, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menjelaskan green financing (ekonomi hijau) di Jawa Tengah sangat penting untuk mendukung ekonomi yang berkelanjutan. Ekonomi hijau diproyeksikan memberikan manfaat seperti penciptaan lapangan kerja, dan membantu meringankan hambatan ekspor. Walaupun demikian, penurunan biaya produksi hanya maksimal 10% sehingga kurang menarik bagi perusahaan untuk menerapkan circular economy.
“Bank Indonesia, dalam upaya mendorong green economy, berupaya mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit kepada sektor ekonomi hijau. Salah satu proyek yang telah dilakukan adalah Green Loan to Value Ratio (LTV) 0% (tanpa DP) dan memperbolehkan membeli green bond untuk memenuhi Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM),” tandas Firdaus.
Sementara itu, Ignasius Iswanto, General Manager Engineering, PT Djarum OASIS Kretek Factory menyatakan bahwa Djarum telah melakukan upaya ke arah keberlanjutan. Misalnya, Djarum telah memiliki carbon footprint report, pengelolaan sumber daya air, penghematan energi, dan composting. Untuk boiler, PT Djarum menggunakan boiler biomassa dengan bahan bakar woodchip. Emisi yang direduksi dari penanaman pohon trembesi (Program Djarum Bakti Lingkungan) sebesar 4.457.400 juta ton CO2e. Beliau juga menjelaskan bahwa lewat usahanya membuat Djarum sebagai perusahaan yang ramah lingkungan, beliau menemukan pemanfaatan limbah lain yang dapat menghasilkan energi, yaitu energi plasma.
“Energi plasma juga patut dipertimbangkan sebagai salah satu sumber energi terbarukan, di mana limbah cair dapat diurai oleh plasma menjadi listrik dan air bersih. Namun, penggunaannya lebih cocok untuk kompleks industri,” pungkasnya.