Diskusi dan Media Briefing: Menuju G20 Summit, Sudah Tepatkah Aksi Iklim G20?
Indonesia yang tahun ini menjadi penyelenggara G20 adalah pengekspor batubara terbesar keempat di dunia dan 75% bauran energinya masih berasal dari energi fosil (Climate Transparency 2022). Kendati masih bergantung dengan energi fosil, Indonesia mengajukan tema inti Transisi Energi Berkelanjutan dalam presidensinya di G20. Krisis energi terbukti menjadi salah satu tantangan besar dalam Energy Transition Ministerial Meeting dalam mencapai sebuah kesepakatan atau joint communique. Kegagalan dalam menghasilkan joint communique ini disorot sebagai kemunduran komitmen iklim G20 untuk mencapai target 1,5 derajat Celcius.
Menurut publikasi terbaru Climate Transparency Report, aksi iklim G20 masih amat kurang untuk mencegah naiknya suhu bumi di atas 1,5 derajat Celcius, walaupun belum terlambat. Sementara itu, dalam penilaian capaian tiap negara oleh Climate Transparency Report, dapat dikatakan Indonesia belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai target 1,5 derajat Celcius. Krisis energi yang disebabkan oleh konflik antara Rusia dan Ukraina berujung kepada banyaknya negara G20 yang mengambil tindakan ‘sementara’ untuk menjamin pasokan energinya, yang menghambat capaian target nol bersih karbon. Laporan yang sama juga menyebutkan bahwa semua negara G20 perlu memperkuat NDC (nationally determined contributions) mereka agar lebih sesuai dengan target 1,5 derajat Celcius.
G20 Summit rencananya akan diadakan di Bali pada tanggal 15-16 November 2022. Mendekati akhir dari perhelatan G20, dunia menantikan komitmen dan aksi apa saja yang akan diambil oleh G20 dalam memperlambat laju dampak perubahan iklim. Tekanan pada G20 menjadi semakin besar, mengingat G20 Summit akan diadakan setelah COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir. Negara-negara G20 perlu meyakinkan masyarakatnya bahwa mereka menepati janji dan komitmen yang telah dibuat pada saat COP26 di Glasgow. Sebagai penyumbang utama total gas rumah kaca dunia, ada harapan bahwa G20 Summit dapat menjadi sebuah katalis untuk aksi iklim yang berlandaskan multilateralisme.
Dalam memperkuat kerangka transparansi aksi adaptasi dan mitigasi global, Climate Transparency telah meluncurkan laporan tahunannya. Laporan ini memberikan penilaian emisi dan proyeksi adaptasi iklim G20, mitigasi, dan mobilisasi keuangan untuk mencegah kenaikan suhu global. Selain itu, laporan ini menyajikan analisis tanggapan dan rekomendasi untuk pemulihan hijau yang selaras dengan Perjanjian Paris. Climate Transparency Report 2022 telah dilakukan secara global pada 20 Oktober 2022. Sebagai mitra Climate Transparency di Indonesia, IESR akan diseminasi laporan Climate Transparency 2022 dan Indonesia Country Profile yang mengundang pemerintah, CSO, pemangku kebijakan, dan publik secara umum dalam acara tersebut.
Speakers
-
Eka Melisa-Senior Advisor Kemitraan Partnership for Governance Reform
-
Sri Tantri Arundhati*- Direktur Perubahan Adaptasi Iklim KLHK
-
Fabby Tumiwa - Direktur Eksekutif IESR