Menggapai Harga Listrik Tenaga Surya yang Murah di Indonesia

Tayangan Ulang

 


Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui UU No 16/2016. Oleh karena itu, Indonesia terikat secara hukum untuk berkontribusi dalam perjuangan global perubahan iklim melalui upaya dan tindakan ambisius dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan membatasi peningkatan suhu global di bawah 1,5 0C. Dalam salah satu hasil model iklim IPCC untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5 0C, total emisi Gas Rumah Kaca (GRK) harus turun 45% pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2010 dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Sampai saat ini, Indonesia termasuk dalam 10 besar penghasil gas rumah kaca (GRK) dan masih diproyeksikan untuk meningkatkan emisinya dengan sektor energi sebagai penyumbang GRK tertinggi pada tahun 2030.

Emisi sektor ketenagalistrikan Indonesia memegang kunci untuk meningkatkan ambisi iklim negara dalam mengurangi emisi GRK. Namun, prospek sektor ketenagalistrikan tidak pasti karena para pemangku kepentingan masih menunggu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menjadi resmi. Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyatakan pada bulan Mei bahwa pemerintah bermaksud mengubah RUPTL yang telah lama ditunggu-tunggu menjadi “RUPTL hijau”, mengklaim peningkatan porsi energi terbarukan dari 30% dalam RUPTL 2019- 2028 menjadi 48% dalam draft terbaru. Juga terungkap bahwa ada sekitar 6 GW tenaga surya dari 41 GW yang direncanakan (1,4 GW sudah final, 4,6 GW masih dalam pembahasan) dalam apa yang disebut RUPTL hijau.

Badan Energi Internasional (IEA), pada World Energy Outlook (WEO) unggulan tahunannya, telah menyatakan bahwa tenaga surya adalah raja baru listrik. Dalam laporan yang sama, IEA memperkirakan bahwa, di bawah Skenario Pembangunan Berkelanjutan, Levelized cost of electrical (LCOE) pembangkit listrik tenaga surya akan turun menjadi antara 15-30 USD/MWh pada tahun 2040. Sistem kelistrikan yang terdiri dari pembangkit listrik tenaga surya akan memberikan harga yang paling kompetitif di masa depan.

Indonesia juga dapat memperoleh manfaat dari porsi energi surya yang lebih tinggi dalam perencanaan sektor listrik mereka. Namun, tenaga surya skala utilitas di Indonesia saat ini diperoleh dengan menggunakan lelang tunggal yang berdiri sendiri melalui permintaan proposal (RFP) tradisional oleh PLN yang sering kurang dalam ukuran dan keteraturan. Dengan adanya RUPTL hijau mendatang yang telah menempatkan tenaga surya skala besar dalam rencana pengembangan, menjadi lebih penting untuk meningkatkan proses pengadaan. Untuk menekan biaya listrik tenaga surya mengikuti tren global, PLN dan regulator perlu menyiapkan proses pengadaan skala besar dan transparan. Kombinasi target skala besar dan transparan dengan proses lelang yang dirancang dengan baik telah terbukti mendorong penawaran yang kompetitif dan pada akhirnya menyebabkan penurunan harga.

Sangat penting bagi Indonesia untuk mengambil keuntungan dari penurunan cepat biaya energi terbarukan, terutama tenaga surya. Energi surya dapat menjadi kunci dalam mencapai harga listrik yang lebih terjangkau yang kemudian akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan melayani akses energi yang berkualitas bagi masyarakat. Webinar ini akan membahas apa harapan saat ini tentang peran energi surya di sektor ketenagalistrikan, dan bagaimana Indonesia dapat memperoleh listrik dari surya dengan harga yang paling kompetitif.

 


Materi Presentasi

Kementerian ESDM

2021-08-19-DJE-Webinar-IESR-Hitting-Record-Low-Solar-Electricity-Prices-in-Indonesia_R4

Unduh

PLN

2021.08.19-Slide-PLN-IESR-Webinar-tayang

Unduh

IESR

2021-08-19_Solar-Auction-Paper_Report-Launch-1

Unduh

 

 

Date

Agu 19 2021
Expired!

Time

09:30 - 12:00

More Info

JOIN HERE
Category

Speakers

QR Code

Leave a comment