Jakarta, 14 Desember 2021 – Tahun 2021 ditandai dengan sejumlah peristiwa penting dan lahirnya berbagai komitmen yang bertujuan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Sejumlah kepala negara di dunia berlomba untuk menunjukkan kepemimpinannya dalam penanganan perubahan iklim ini. Hal ini tidak mengherankan karena menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) AR6 yang diluncurkan bulan Agustus 2021, menyatakan bahwa waktu kita untuk menahan laju peningkatan temperatur bumi di bawah 1,5 derajat celcius adalah kurang dari sepuluh tahun lagi. Aksi iklim kita selama kurang dari satu dekade ini akan menentukan apakah kita akan berhasil untuk mencapai target iklim berdasar Persetujuan Paris yaitu mencapai net-zero emission pada pertengahan abad ini.
Untuk menggali perspektif dan mendorong kolaborasi dari berbagai pihak, Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) mengadakan webinar bertajuk “What Net Zero Emission Means for the Private Sector” pada hari Selasa, 14 Desember 2021.
Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah memutakhirkan NDC-nya dan melengkapinya dengan dokumen strategis yaitu Long Term Strategy – Low Carbon Climate Resilience aligned with Paris Agreement (LTS – LCCR). Indonesia juga mengumumkan target untuk mencapai net-zero emission pada tahun 2060 (atau lebih cepat). Dengan kondisi iklim yang semakin kritis, Pemerintah Indonesia didesak untuk mempercepat target net-zero emissionnya.
Laksmi Dewanthi, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengungkapkan pemerintah menyadari tentang kebutuhan untuk mempercepat net-zero emission.
“Supaya net-zero ini lebih cepat, para pihak kami minta untuk ikut lebih ambil bagian dalam rencana net-zero Indonesia ini,” tuturnya.
Ditambahkan Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, kolaborasi dan aksi nyata dari semua pihak ini akan menjadi kunci tercapainya target net-zero emission di Indonesia. “Pemerintah perlu menyiapkan enabling conditions supaya kerjasama dengan pihak swasta serta pihak lainnya dapat berjalan baik,” katanya.
Medrilzam juga menegaskan bahwa berdasarkan studi Bappenas pembangunan rendah karbon (low carbon development) dapat memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi daripada business as usual.
Bukan hanya bagi pemerintah, terdapat berbagai manfaat bagi korporasi jika memiliki target net-zero emission.
“Aligning to climate science is good for business. Karena selain sejalan dengan agenda pemerintah, menjalankan komitmen iklim juga meningkatkan daya saing perusahaan. Perusahaan diharapkan untuk terus mengambil kesempatan yang ada,” Amelie Tan, Regional Lead Carbon Disclosure Project menjelaskan.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan bahwa pemerintah perlu melakukan intervensi paling tidak dalam empat area untuk mendorong bisnis bergerak menuju bisnis yang rendah karbon. Keempat sektor yang dimaksud yaitu kebijakan dan regulasi, teknologi dan infrastruktur rendah karbon, inovasi, dan membangun kesadaran pasar dan konsumen untuk memilih produk rendah karbon.
“Kajian kami menunjukkan bahwa sistem energi di Indonesia secara teknis dan ekonomis dapat mencapai zero emission pada tahun 2050 dengan 4 strategi yaitu peningkatan kapasitas energi terbarukan, penurunan bahan bakar fosil, elektrifikasi, dan penggunaan bahan bakar bersih,” katanya.
Fabby juga menambahkan pentingnya pelaporan secara terbuka kepada publik (disclosure) dari korporasi yang berkomitmen untuk menurunkan emisinya supaya masyarakat luas tahu perusahaan mana saja yang memiliki komitmen pengendalian perubahan iklim.