Skip to content

Aksi Konservasi Energi Masih Jadi PR Dekarbonisasi Indonesia

IMG_9915

Author :

Authors

Jakarta, 12 Oktober 2023 – Konservasi energi merupakan salah satu upaya dekarbonisasi yang dapat dilakukan dengan biaya minimal dan upaya yang relatif lebih kecil dibandingkan pembangunan pembangkit baru. Sayangnya, upaya ini masih menjadi prioritas kedua dalam agenda dekarbonisasi Indonesia. 

Demi mendorong percepatan aksi konservasi energi pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tahun 2023 yang mengatur tentang konservasi energi pada berbagai sektor. Tavip Rubiyanto, Kasubid ESDM Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I, Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri menjelaskan bahwa kebutuhan energi Indonesia akan terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi per kapita. 

Menurutnya, pemerintah Indonesia telah membuat komitmen internasional untuk membatasi pelepasan gas rumah kaca dan terus melakukan penambahan kapasitas energi terbarukan. Namun, rencana ini masih terkendala dengan besarnya investasi awal. 

“Dalam PP 33/2023 ini, kami memberi mandat bagi pemerintah daerah, badan usaha, masyarakat, dan swasta untuk ikut ambil bagian dalam aksi konservasi energi,” kata Tavip dalam diskusi kelompok terpumpun yang dilaksanakan Institute for Essential Services Reform (IESR) pada hari Kamis, 12 Oktober 2023.

Tavip menambahkan adanya pengaturan kewenangan bagi pemerintah daerah ini diharapkan memberi ruang yang cukup bagi pemerintah daerah untuk mengusulkan dan menjalankan program-program yang bersifat konservasi energi.

Koordinator Kelompok Bimbingan Teknis dan Kerjasama Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Hendro Gunawan menjelaskan penting bagi suatu entitas untuk melakukan manajemen energi.

“Untuk sektor swasta dan industri, bahkan sudah sampai pada sertifikasi seperti ISO 50001 (manajemen industri) karena selain meningkatkan branding, juga sebagai semacam persyaratan untuk tetap eksis di industri,” kata Hendro.

Terkait dengan basis penerapan manajemen energi yang masih bersifat sukarela, Iwan Prijanto, chairperson Green Building Council Indonesia (GBCI), menegaskan pentingnya skema insentif bagi pemilik gedung yang akan melakukan sertifikasi bangunan hijau. Khususnya bagi pemilik gedung perkantoran sebagai penyumbang emisi gas rumah kaca tertinggi.

“Saya sebenarnya merasa miris, karena gedung pertama yang tersertifikasi di tahun 2011, dan penambahannya sangat lambat. Tidak adanya insentif maupun disinsentif bagi pemilik gedung menjadi salah satu alasan lambatnya pertumbuhan bangunan hijau,” jelas Iwan.

Dyah Perwitasari, Perencana Junior Kementerian Bappenas yang hadir dalam diskusi tersebut juga turut menyoroti standar keberhasilan konservasi energi yang perlu dipikirkan bersama. 

“Selain standar pencapaiannya yang perlu kita pikirkan lagi, komunikasi atau sosialisasi tentang penghematan energi untuk masyarakat juga sangat penting, contohnya indikator label hemat energi pada alat-alat elektronik yang dipakai di rumah tangga,” katanya.

Share on :

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter