Oleh: Fabby Tumiwa –
Direksi baru PLN sebetulnya sudah meningkatkan batas sebelumnya yang dua minggu. Namun saat ini cadangan yang hanya 10 hari cukup mengkhawatirkan. Ini sudah lampu kuning.
Keadaan ini sungguh mencemaskan karena kita tidak bisa meramalkan keadaan cuaca ke depan. Bagaimanapun, mengangkut batu bara menggunakan kapal tongkang sangat rentan terhadap gangguan cuaca. Apabila gelombang sedang tinggi bisa jadi kapal tidak dapat merapat, belum lagi waktu untuk bongkar muat.
Waktu yang diperlukan untuk memasok ulang cadangan batubara dalam keadaan normal bisa saja kurang dari satu minggu. Memang, bukan tidak mungkin dalam dua-tiga hari ke depan pasokan ini sudah bisa dinormalkan, minimal dinaikkan menjadi dua atau tiga minggu. Namun, kalau stok malah menurun jadi kurang dari satu minggu, itu sudah sangat bahaya. Ini lampu merah.
Khusus untuk PLTU Surabaya, kekurangan pasokan bisa membawa dampak yang besar. Sebab PLTU tersebut memasok listrik untuk daerah Jabodetabek dan Jawa Barat. Kalau sampai terjadi kekurangan, bisa saja terjadi pemadaman pada daerah-daerah vital. Apalagi ini sudah memasuki bulan puasa, jadi cadangan energi ini penting untuk kelancaran.
Untuk menghemat batu bara, PLN bisa saja mengurangi batu bara yang digunakan per hari. Namun hal ini akan menurunkan daya listrik yang dihasilkan pembangkit. Sayangnya, rata-rata PLTU tidaklah elastic terhadap permintaan. Umumnya, PLTU melayani beban dasar dan menengah yang permintaan listriknya konstan.
Bisa saja dengan mengalihkan beban ke pembangkit lain semacam PLTG atau PLTGU. Tapi, pengalihan beban ini membutuhkan gas dan BBM yang lebih banyak. Hal ini tentu saja akan membawa konsukuensi finansial.
Tulisan ini telah diterbitkan di halaman 1, pada kolom Analisis, Harian Kontan, pada Jumat 13 Agustus 2010.