Skip to content

Asa PLN Pada Gas

Author :

Authors

KBR68H – Bak anak ayam mati di lumbung padi. Ungkapan yang tampaknya pas disematkan ke PLN. Perusahaan setrum negara ini malah tak kebagian gas di negara pengekspor gas. Padahal pasokan gas sangat dibutuhkan untuk memproduksi listrik murah. Apa sebab pasokan gas buat PLN seret? Dan apa solusinya? Reporter Sutami menelusuri sebab musababnya.

PLN Kurang Gas

Dari depan ruang kerjanya, General Manager PLTGU Tanjung Priok, Ahsin Sidqi memperlihatkan sekumpulan cerobong asap yang menjulang dari atas pembangkit listrik. Total ada enam blok pembangkit, tuturnya. Empat pembangkit listrik berbahan gas alias PLTG dan dua pembangkit listrik tenaga uap, alias PLTU.

“Setiap bloknya ada tiga gas turbin. Masing-masing 130 megawatt. Satu bloknya ada satu steam turbin. Kita manfaatkan sisa panas dari pembakaran gas turbin ini yang keluar di cerobong masih 510 derajat celcius bisa menghasilkan listrik untuk satu bloknya sekitar 180-an MW kalo penuh ya.”

Sebagai pembangkit listrik tertua di tanah air, PLTGU Tanjug Priok punya peran penting dalam jaringan kelistrikan Jawa-Bali, terutama untuk memasok listrik di Jakarta, jelas Ahsin Sidqi.

“PLTG ini punya sifat khusus, keunggulannya adalah cepat start. Ketika diminta start setengah jam kita siap. Pembangkit ini menjadi sangat penting ketika pembangkit lain gangguan. Itu dulu untuk di sektor Jawa Bali. Karena pembangkit ini merupakan pembangkit respon cepat. Mengikuti beban yang naik turun itu. Paling cepat di PLTG yang kita punya. Untuk Jakarta kita memasok langsung, sehingga gangguan yang ada di PLTG ini akan berpengaruh sebagian terhadap sistem sebagian, tidak seluruhnya di daerah Jakarta.”

Selain cepat, perawatan PLTG juga lebih mudah, kata Manager Unit Pemeliharaan, Bambang Ispriyanto.

“Kalo gas, bersih bagus. Gak ada sama sekali, gak ada sisa-sisa gas yang tidak terbakar. Jadi semuanya terbakar, bagus, kering, bersih.”

Usia pakai komponen turbin juga lebih panjang.

Sayangnya, tak semua turbin penghasil listrik di PLTGU Tanjung Priok dijalankan dengan gas. Dari enam turbin gas yang tersebar di dua blok, hanya dua yang mendapat asupan gas, kata Ahsin Sidqi, Manager PLTGU Tanjung Priok. Sisanya dijalankan dengan menggunakan bahan bakar minyak.

“Ada dua blok, enam gas turbin. Tetapi yang pake gas itu hanya dua gas turbin. Karena kita dicukupi hanya untuk dua gas turbin, yang lainnya ada empat jadi pake minyak. Pakai HSD tepatnya. Untuk dua ini ada dua sebenarnya dari PGN juga dari PHE Pertamina. Kita dapat kontrak itu sebenarnya 30 lah rata-rata. 30 BBTUD.”

BBTUD yang dimaskud Ahsin Sidqi adalah Milyar British Thermal Unit perhari, satuan yang digunakan untuk mengukur jumlah gas. Sejatinya dibutuhkan 200-an BBTUD untuk menjalankan penuh enam gas turbin yang ada di PLTGU Tanjung Priok.

Karena pakai BBM, maka turbin pembangkit listrik jadi cepat kotor, kata Bambang Ispriyanto, sang juru rawat mesin.

“Hanya mungkin ya itu, karena bahan bakar minyak jadi lebih kotor. Dan frekuensi mungkin malah harus lebih cepat gitu. Frekuensi pemeliharaan. Jadi kalo pakai gas itu mungkin bisa 26 ribu jam misalnya, ini bisa 24 ribu jam.”

Pembangkit listrik kekurangan pasokan gas bukan hanya terjadi di PLTGU Tanjung Priok. Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menyebut kekurangan pasokan gas merata di lima PLTG yang ada.

“Di Grati, Pasuruan sana, itu 800 megawatt, itu pembangkitnya luar biasa bagus. Kemudian di Gresik itu sekitar 1000 megawatt. Kemudian Tambak Lorok, Semarang itu 1000 megawatt juga. Muara Tawar di Bekasi, itu hebat juga mesin-mesinnya, itu juga sekitar 1000 megawatt. Kemudian di Tanjung Priok sekitar 800 megawatt. Kemudian di Belawan, di Medan. Itu juga sekitar 1000 megawatt.”

Total seluruh pembangkit tersebut menghasilkan 5000 megawatt. Agar cukup, dibutuhkan 1,5 juta BBTUD pasokan gas.

“Kira-kira satu tahun kita memerlukan gas per hari 1,5 juta BBTUD. Sekarang ini kita baru punya 450 BBTUD, belum mencapai sepertiganya. Kita harus mencari 2/3 lagi.”

Karena tak cukup asupan gasnya, maka pembangkit-pembangkit gas dijalankan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Dahlan Iskan menyebutnya dengan pembangkit yang salah makan. Dampaknya, ongkos produksi jadi membengkak.

“Listrik yang dibangkitkan dengan bahan bakar minyak itu, per KWH itu harganya untuk di Jawa, itu bisa 2000 rupiah. Di luar Jawa bahkan ada yang bisa 3000 rupiah. Sementara kita semua tahu PLN hanya boleh menjual listrik pada masyarakat itu 650-750 per kwh. Jadi kalau PLN membangkitkan listrik dengan bahan bakar minyak, PLN itu ruginya per kwh saja itu sudah diatas 1000 rupiah.”

Yang rugi bukan hanya PLN. Di saat harga minyak meroket, pemerintah pun kelabakan. Ini karena subisidi BBM untuk PLN membengkak. Menteri Keuangan Agus Martowardoyo sampai-sampai mengultimatum PLN untuk berhemat. Proyek 10 ribu megawatt yang mayoritas berbahan bakar batu bara harus dikebut, dan gas harus diperbanyak, begitu titahnya.

“Dan kita harus hindari pemakaian BBM. Karena pemakaian BBM itu meski hanya 24 persen dari masukan untuk PLN itu dari BBM, itu 60 persen lebih dari biaya PLN teralokasi untuk BBM.”

Sayang, instruksi itu sulit dilakukan. Tak mudah untuk mendapatkan pasokan gas, meski Indonesia dikenal sebagai negeri pengekspor gas. Bahkan Dahlan Iskan mengaku sampai harus mengais-ngais gas dari sumber yang ada. Ke mana PLN mencari gas? Apa sebab pasokan gas tak ada?

Angan-angan Dahlan

Berdiri sejak tahun 1960-an, PLTGU Tanjung Priok kini menghasilkan lebih dari 1100 Mega Watt. Tahun depan, kapasitas tersebut bertambah menjadi 1800-an megawatt. Tambahan produksi akan datang dari unit PLTG terbaru yang kini tengah dibangun, tutur Ahsin Sidqi, General Manager PLTGU Tanjung Priok.

“Apalagi 2012 bulan April nih sudah akan masuk lagi PLTGU Blok 3, dengan kekuatan megawatt atau kapasitas itu 740 megawatt. Terbayang sudah gas yang dibutuhkan. Ini pembangkit terbaru di dunia, Mitsubishi Type S yang sangat efisien, sehingga saya kira saatnya kita memperoleh gas untuk membakar, untuk membangkitkan listrik.”

Dari hitung-hitungan kasar, PLTG baru di Tanjung Priok membutuhkan asupan gas antara 250-300 BBTUD. Tambahan yang lumayan besar ini belum termasuk defisit 1,5 juta BBTUD gas untuk 5 PLTG yang ada sekarang.

Agar tak melulu kedodoran, sejumlah negosiasi pun digelar. Direktur Utama PLN Dahlan Iskan pun melancong hingga ke Iran. Demi mencari celah impor gas.

“Karena itu saya mencoba pergi ke Iran, untuk menjajaki bagaimana kalau beli gas dari Iran. Kemudian saya juga beberapa waktu lalu berbicara di DPR, kita punya gas tapi dijual ke Singapura. Udahlah itu saya beli kembali aja. Saya kasih Singapura itu keuntungan, misalnya dia beli 15 dollar, kita beli dari sana 17 dollar. Dia dapat keuntungan 2 dollar. Itu pun akan saya lakukan.”

Opsi impor dipilih PLN karena produksi gas dalam negeri telah habis terbagi. BP Migas mencatat, dari 7600-an BBTUD produksi gas domestik, 43 persen lebih diperuntukkan untuk ekspor. Lebih dari 56 persen sisanya dialokasikan untuk berbagai industri, termasuk untuk PLN.

Rencana tersebut kandas di parlemen. Komisi Bidang Energi DPR menolak usulan Dahlan dengan alasan PLN tak memiliki tempat penampungan gas yang memadai, kata Anggota Komisi Energi DPR, Isma Yatun.

“Yang kedua dari segi infrastruktur penyimpanan. Nah kalo memang sudah ada, kalo misalnya kita sudah bisa beli tapi gak bisa distorage atau disimpan, gimana caranya udah beli terus mau disimpan di mana gas itu sebelum disalurkan ke PLTG-PLTG yang ada?”

Bungker penyimpanan bukan satu-satunya infrastruktur yang harus disiapkan. Pemerhati masalah kelistrikan Fabby Tumiwa menyebut mekanisme impor gas membutuhkan fasilitas pengubah gas cair alias LNG.

“Kalau gas alam yang konvensional, cara transportasinya itu hanya ada dua, satu dalam bentuk pipa, satu lagi dibuat LNG. Karena kalau ada LNG berarti perlu ada fasilitas membuat LNG dan segala macam. Dan ini masalah investasi yang lain lagi. Pake pipa juga membutuhkan waktu untuk membangun jaringan pipanya. Sampai ke pembangkit listrik yang akan menerima gasnya.”

Jeritan PLN mencari gas mendapat perhatian. Meski gagal mendatangkan gas dari luar, namun penyedia gas lokal belakangan tergerak untuk menawarkan stok mereka. Direktur PLN Dahlan Iskan menyebut ada 5 perusahaan yang berminat mengalirkan gas mereka untuk perusahaan plat merah ini. Dua diantaranya telah mencapai kata sepakat.

“Pertama itu dari Jambi Merang di Sumatera Selatan. Memang dulu nir watt, tapi sekarang ketemu trik-trik tertentu. Dari Jambi Merang itu sampai 120 BBTUD, itu cukup besar. Kemudian kita akan dapat gas dari Blora, dari Randu Blatung, 50 BBTUD. Sekarang pipanya lagi dibangun dari Blora menuju ke Semarang. Kemudian sekarang kami baru saja menulis surat kepada pemerintah agar gas Kepodang segera diputuskan, segera ditandatangani kontraknya. Kalo itu kita bisa dapat 100 BBTUD lebih.”

Total tambahan gas yang bakal diperoleh PLN dalam waktu dekat mencapai 370 BBTUD. Dalam hitung-hitungan Dahlan, dengan pasokan gas sebesar itu maka subsidi BBM bisa dihemat hingga 6 trilyun rupiah per tahunnya.

Berbagai upaya yang dilakukan Dahlan Iskan bisa jadi menyelamatkan kocek PLN dari pemborosan. Tapi tidak untuk jangka panjang. Pemerintah, kata Anggota Komisi Energi DPR Isma Yatun, seharusnya mengambil kebijakan mengutamakan pasar dalam negeri alias DMO untuk komoditi gas.

“Sampai kemarin kita bikin rapat bersama dengan komisi 6 yang BUMN. PLN itu kan dibawah komisi enam juga untuk yang BUMN nya. Komisi sebelas yang mengatur keuangan, komisi tujuh yang secara detail operasional. Kita rapat bersama dengan menko perekonomian Hatta Radjasa. Kita minta supaya ada pasokan khusus gas untuk PLN. Sampai hari ini gak ada geraknya pemerintah.”

DMO kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh tak diperlukan. Tanpa kebijakan itu, pemerintah selalu mengutamakan pasokan gas untuk PLN.

“Kalo gas sih prioritasnya. Gak perlu DMO. Karena sudah dengan sendirinya prioritas gas itu buat PLN, sama pupuk. Udah ada kebijakan itu.”

Pemerintah kata Darwin juga tengah merundingkan kembali sejumlah kontrak penjualan gas dengan negara lain.

“Karena memang pada dasarnya kalau re-negosiasi itu kan antara b to b ya. antara Pertamina dengan kaya Pertaminanya Singapura. Jadi kita sudah surati menteri BUMN, karena itu b to b, maka itu bagian dari kegiatan korporasi Pertamina. Ini lebih banyak Kementerian BUMN.

PLN tak boleh berpangku tangan. Perusahaan setrum negara tersebut juga punya andil atas kekurangan pasokan gas buat diri mereka. Dalam kasus PLTG blok 3 Tanjung Priok misalnya, proyek tersebut seharusnya selesai pada 2008. Namun PLN saat itu menjadwal ulang proyeknya. Dalam catatan pemerhati kelistrikan Fabby Tumiwa, pembangunan PLTG generasi terbaru tersebut satu paket dengan pengembangan ladang gas di Sumatera Selatan.

“Ini digeser waktunya, sementara gasnya jalan terus. Ketika pipa gasnya jadi, buat PGN karena PLN gak mau beli juga, ya udah, dijual ke industri akhirnya.”

Dulu, PLN juga pelit dalam menawar pasokan gas, aku Direktur Utamanya Dahlan Iskan.

“Di masa lalu banyak juga orang menawarkan gas kepada PLN, tapi PLN “ogah-ogahan”. Dalam pengertian PLN mintanya tuh murah banget. Tentu penjualnya tidak mau. Kemudian dijual ke pihak lain yang mau dengan harga lebih mahal. Sehingga sekarang PLN kesulitan gas. Tapi ya sudah lah, tiu masa lalu. Kini yang penting gas cukup.”

Kesempatan telah hilang. Kini PLN harus bersaing mendapat gas lokal yang tak mudah didapat. Ini karena permintaan domestik juga cukup tinggi, kata Fabby Tumiwa, pemerhati kelistrikan.

“Sebagian besar gas domestik ini sudah dialokasikan untuk kontrak-kontrak jangka panjang. Tidak akan selesai dalam waktu singkat. Saya kira agak susah memang untuk mendapatkan pasokan gas domestik, sementara pengembangan gas alam yang baru belum banyak dilakukan, karena terkendala masalah investasi.

Pasokan terbatas membuat persaingan mendapatkan gas menjadi tinggi. Produsen gas hanya akan melepas kepada konsumen yang mau membeli dengan harga yang lebih tinggi.

Biar pembangkitnya tak salah makan, PLN takkan pelit lagi menawar gas, janji direkturnya Dahlan Iskan.

sumber: KBR68H.

Share on :

Comments are closed for this article!

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter