Upaya Wujudkan Pembangkit Listrik 35 Ribu Megawatt
JAKARTA – Target Presiden Joko Widodo merealisasikan pembangkit listrik 35 ribu megawatt dinilai bakal sulit tercapai. Sebab, jika merujuk pengalaman sebelumnya maka banyak proses birokrasi yang harus dipangkas habis.
“Kalau berkaca tahun lalu, mungkin tak realistis. Karena selama lima tahun (pemerintah SBY) target 18 ribu megawatt tidak tercapai. Malah lima tahun ini bertambah dua kali lipatnya jadi 35 ribu megawatt,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Reform (IESR) Fabby Tumiwa usai diskusi Energi Kita di Hall Dewan Pers, Jalan Raya Kebon Sirih No 32-34, Jakarta Pusat, Senin (14/9).
Dijelaskan lebih lanjut, pada era Presiden SBY, dari target penambahan 18 ribu megawatt, hanya mampu terealisasi 7 ribu megawatt. Meski demikian, ia mengaku kelemahan era pemerintahan SBY terletak permasalahan mulai dari pembebasan lahan, investasi swasta, pembiayaan, transmisi, dan lainnya.
“Ini perlu diingat tapi sepertinya sudah diantisipasi dan identifikasi pemerintah ketika diluncurkan akhir tahun lalu. Saya melihat lewat dibentuknya UP3KN (Unit Pelaksanaan Program Pembangunan Ketenagalistrikan Nasional), tugas utama mengurai masalah,” sebutnya.
Untuk itu, kata pria berdarah Sulut, tugas pembangkit listrik ini bukan hanya dibebankan kepada PLN atau Kementerian ESDM, tapi ada di tangan kementerian lain. Misalnya, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup sebagai pelaksana UU Kehutanan harus ikut bersinergi. Karena terkait dengan peraturan pemerintah pembangunan pembangkit, transmisi serta distribusi listrik di dalam kawasan hutan.
“Itu kan domain Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Artinya kalau mau mengubah yang ada dalam PP, harus dikoordinasikan,” saran Febby.
Selain itu, lanjut Tumiwa, Menteri ESDM ikut memudahkan proses dengan mengeluarkan Permen Nomor 3 Tahun 2015.
“Salah satu pasal berisi tentang mempercepat proses administrasi pengadaan pembangkit listrik untuk pembangkit yang sifatnya ekspansi diberikan kemudahan, dengan penunjukan langsung,” katanya.
Kemudian, untuk pemilihan langsung menjadi kewenangan PT PLN sebagai penanggung jawab program 35 ribu megawatt. PLN mempunyai kewenangan negosiasi dan langsung investasi pembangkit listrik dengan swasta.
“Dulu PLN dan swasta negosiasi tapi keputusan ada di tangan menteri. Itu biasanya ada delay setahun dua tahun. Negosiasi berhenti di PLN, swasta-PLN setuju maka PPA sudah bisa dilanjutkan dan tak perlu keputusan Menteri ESDM. Cara ini waktunya dipangkas sehingga investasi lebih cepat,” bebernya.
Selain itu, kata Febby, proses perizinan juga dirampingkan dari 50 perizinan menjadi 30 buah. “Terobosan yang dibuat sembilan bulan terakhir diharapkan mampu mengubah dari yang tak realistis menjadi realistis. Dan akhir 2019 Indonesia punya kapasitas pembangkit baru,” tambahnya.
Oleh karena itu, Febby menunggu terobosan-terobosan pemerintah untuk mencapai program antisipasi yang dibangun secara bertahap lima tahun mendatang. “Kita lihat saja, apa terobosan cukup bagus atau tidak,” tukasnya.(hyt/jpg/tom/k15)