TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Bangka Belitung dan Jepara, Jawa Tengah. PLTN ini masing-masing berkapasitas 1.000 Megawatt (MW). Batan ingin menggandeng investasi asing maupun lokal karena butuh investasi Rp 25 triliun–Rp 50 triliun.
Kepala BATAN, Djarot Sulistio menerangkan, proses tender akan dilaksanakan akhir tahun ini. Ia menyebutkan, saat ini sudah ada beberapa konsorsium yang menawarkan kesediaannya membangun PLTN tersebut. Di antaranya investor dari China, Jepang, dan Rusia. “Untuk konsorsium nasional kemungkinan ada, tapi kami belum lihat rencana detailnya,” kata dia, di Kantor BATAN, Selasa (16/12/2014).
Djarot menyebut pembangunan PLTN ini potensial lantaran Indonesia memiliki uranium yang bisa diproduksi sekitar 70 ton setahun. Sayangnya, Undang-Undang No 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran tidak membolehkan Indonesia untuk melakukan eksploitasi uranium untuk kegiatan komersial.
Dengan aturan ini, artinya Indonesia harus impor uranium. “Itu bukan berarti kita ketergantungan dari luar karena naik turunnya harga uranium tidak berpengaruh terhadap harga listrik, pengaruh hanya 10 persen,” jelas dia.
Ke depan, pemerintah mesti mengubah UU tersebut. “Jadi kalu ada investor ingin mengeksploitasi uranium siapapun pengusahanya UU harus diubah dulu,” ungkap dia.
Di sisi lain, Batan mengklaim masyarakat Indonesia telah menyetujui pembangunan PLTN ini. Klaim ini berdasarkan polling nasional yang dilakukan BATAN di Pulau Jawa, Bali, dan Bangka, yang dilakukan rutin tiap tahun, sejak 2010 silam. Hasilnya, sebanyak 72% responden menyatakan mendukung PLTN.
Djarot berpendapat, Indonesia harus mulai membangun PLTNuntuk mengantisipasi krisis listrik. “Kalau dibangun 2015, baru 2022 punya PLTN,” katanya.
Penggunaan nuklir sebagai sumber energi, sebaiknya jangan menunggu sumber energi lain habis. Misalnya minyak bumi, batubara, gas alam, dan energi baru terbarukan sudah dimanfaatkan. “Jangan sampai menunggu gelap baru membangunPLTN,” katanya.
Namun demikian, Pengamat Kelistrikan Fabby Tumiwa menilai, mengatasi listrik dengan PLTN belum ideal, apalagi PLTNmembutuhkan dana yang besar dan proses pembangunannya lama. “Lebih baik manfaatkan air, biomassa, dan panas bumi,” katanya. (Pratama Guitarra)
Sumber: tribunnews.com.