JAKARTA, KOMPAS.com – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) ketiban pulung, menalangi subsidi listrik sekitar Rp 2 triliun tiap bulan, menyusul tidak disepakatinya tambahan subsidi yang diusulkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016.
Dalam Rancangan Undang-undang APBN Perubahan 2016 yang disahkan menjadi UU APBNP 2016 pada hari ini, Selasa (28/6/2016), besaran subsidi listrik untuk tahun berjalan sebesar Rp 38,38 triliun. Sedangkan, besaran kekurangan bayar tahun 2014 (audited) untuk penundaan tarif adjustment sebesar Rp 12,28 triliun.
Ditemui usai rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Direktur Utama PLN Sofyan Basyir mengungkapkan, belum adanya instruksi dari pemerintah membuat mereka masih belum melakukan migrasi sebagian pelanggan R1 dengan daya 900 VA.
Sofyan mengonfirmasi, dengan tidak diberikannya tambahan subsidi yang diusulkan, perusahaan settings pelat merah itu terpaksa nombok untuk menyubsidi listrik golongan R1 daya 900 VA.
“Ya nombok, bener. Sebulan ini kira-kira (butuhnya) Rp 2 triliun,” kata Sofyan.
Menurut Sofyan, kebutuhan untuk menalangi subsidi tersebut akan dicarikan dari pinjaman perbankan. Sofyan juga mengatakan, pihaknya masih kuat menalangi sampai enam bulan ke depan.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Indonesia Fabby Tumiwa mengatakan, seharusnya pemerintah dan DPR menyetujui dana tambahan subsidi jika tidak membolehkan kenaikan tarif untuk 900 VA.
“Opsi lain adalah kekurangan subsidi tahun ini dibayarkan ke tahun depan setelah nilainya diaudit. Ini opsi kompromi,” kata Fabby kepada KOMPAS.com, Selasa.
Sementara itu pengamat energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto, lebih melihat belum dimigrasikannya sejumlah pelanggan daya 900 VA lebih dikarenakan prinsip kehati-hatian.
“Saya melihatnya ini cukup sensitive bagi Presiden. Karena kalau di lapangan datanya TNP2K tidak valid misalnya dengan data BPS. Itu kan di level Presiden harus clear dulu, baru bisa dijalankan (migrasi),” ucap Pri kepada KOMPAS.com, Selasa.
Namun demikian baik Fabby maupun Pri sama-sama yakin, meskipun menalangi Rp 2 triliun tiap bulan untuk subsidi, hal itu tidak akan banyak mengganggu cash flow PLN bahkan sampai enam bulan ke depan.
Sumber: kompas.com.