Apakah Energi Fosil Benar-Benar Murah?

Benarkah Cadangan Batubara Tetap Kompetitif ke Depannya?

Adanya Anggapan: 
“Cadangan Batubara masih cukup untuk 500 tahun lagi.”

Namun:
Kebijakan mitigasi krisis iklim akan dapat mempengaruhi daya saing produk kedepannya, di mana emisi dan ongkos lingkungan suatu produk akan menjadi satu faktor penentu. Ekonomi yang ditopang dengan energi fosil, apalagi batubara, akan semakin tidak kompetitif. Potensi menurunnya permintaan di masa depan membuat batubara menjadi tidak ekonomis untuk diekstraksi karena biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga pasar yang rendah.

Penjelasan: Pernyataan ini perlu digali lagi secara asumsi konsumsi, apakah bersifat dominan atau konstan? Jika pertumbuhan populasi dan industri meningkat, maka kebutuhan terhadap batubara akan terus meningkat. 

Selain itu, tidak semua cadangan batubara tersebut dapat diekstraksi karena berada di lokasi yang sulit dijangkau. Oleh karena itu, pemerintah maupun pelaku bisnis batubara perlu memperhatikan tren transisi energi yang mendorong peningkatan penggunaan energi terbarukan. 

  1. Kebijakan transisi energi, perdagangan karbon akan mempengaruhi permintaan ekspor dan penggunaan batubara. IESR memprediksi tren permintaan ekspor batubara akan menurun setelah tahun 2025-2030 (IESR, 2023).

  2. Tidak hanya itu, perdagangan internasional telah menetapkan kebijakan penghitungan emisi produk. Contohnya, pemberlakuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) (IISIA, 2024) yaitu penambahan tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor yang memiliki emisi tinggi  ke  Uni  Eropa  (UE). Pengenaan pajak ini akan efektif pada 1 Januari 2026, sehingga industri yang padat karbon seperti aluminium,  besi  dan  baja,  semen,  pupuk,  dan  energi  listrik harus menurunkan emisinya jika ingin bersaing di pasar Eropa.

Kata IESR

  • “Pemanfaatan batubara tidak hanya terancam karena krisis iklim dan pengetatan aturan lingkungan, tetapi juga karena sumber energi terbarukan sudah dapat menggantikan batubara dengan biaya lebih murah. Rata-rata biaya pembangkitan listrik di dunia dari surya dan angin turun dari 35 sen/kWh menjadi 4 sen/kWh dalam kurun 2009-2019. Di sisi lain PLTU batubara biaya masih berkisar 10,9-11 sen/kWh(Ourworldindata.org, 2020).”

    – Deon Arinaldo, Manajer Program Sistem Transformasi Energi, IESR

2. Biaya listrik PLTU batubara di Indonesia memang lebih murah dari rata-rata dunia, kisaran antara 4-6 sen/kWh. Namun, biaya tersebut dimungkinkan karena kebijakan dan regulasi yang mendukung pembelian harga batubara untuk domestik yang murah (DMO price cap USD 70/ton), jaminan usaha PLTU dari pemerintah serta tidak ketatnya standar emisi dan polusi lingkungan.

3. Walau di Indonesia, PLTU batubara masih mendapat dukungan, energi terbarukan seperti PLTS masih kompetitif dengan harga tersebut. Proyeksi IESR dan BNEF, di tahun 2027 bahkan biaya listrik PLTS ditambah 25 persen kapasitas baterai masih lebih murah dibandingkan PLTU batubara baru.

4. Artinya permintaan batubara, utamanya untuk pembangkit listrik dipastikan akan turun. Tujuan ekspor batubara utama Indonesia seperti Tiongkok dan India, bahkan sudah menikmati biaya listrik energi terbarukan yang jauh lebih murah dari batubara. Negara-negara dunia sudah memulai proses transisi, agar industri batubara tidak serta merta mendapatkan shock jika tiba-tiba permintaan berkurang drastis.

Penjabaran untuk

Anak (14-18 tahun):

Menceritakan Cara Melidungi Taman

Sebutkan satu taman yang relevan bagi kalian?

“Bayangkan jika rumah kita seperti Kebun Raya Bogor. Banyak tanaman yang indah, dan hewan-hewan yang tinggal nyaman di dalamnya. Setiap hari, kita menghirup udara yang bersih yang membantu kita hidup sehat. Lalu, tiba-tiba suatu hari ada seseorang yang datang dan membakar satu sisi dari taman kita. Tanaman dan hewan seketika mati. Nah, supaya hal serupa tidak terjadi, maka kita akan membangun pagar yang rapat dan hanya orang-orang yang sudah dipindai tidak membawa barang yang membahayakan taman yang bisa masuk.”

Seperti itu juga banyak negara di dunia. Mereka sudah menjaga rumahnya untuk tidak mengeluarkan emisi yang signifikan dengan energi terbarukan. Mereka juga mau barang-barang yang masuk ke rumah mereka berasal dari proses produksi yang rendah emisi. Nantinya, kebijakan-kebijakan ini akan mempengaruhi negara bahkan dengan cadangan batubara pun tidak lagi menggunakan batubara kalau ingin barang produksinya tetap bisa berkompetisi di perdagangan internasional.”

Penjabaran untuk

Dewasa (19 tahun ke atas):

“Meskipun ada keyakinan bahwa cadangan batubara masih mencukupi untuk 500 tahun, hal ini perlu diperinci dengan mempertimbangkan asumsi tentang konsumsi masa depan. Pertumbuhan industri dan kebijakan energi terbarukan global dapat mengubah dinamika ini.

Kebijakan global seperti perdagangan karbon dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dari Uni Eropa akan mempengaruhi permintaan dan ekspor batubara. Prediksi menunjukkan penurunan signifikan dalam permintaan ekspor batubara setelah 2025-2030.

Industri batubara perlu menyesuaikan diri dengan transisi energi dan penurunan permintaan global. Ini merupakan tantangan serius yang membutuhkan adaptasi dan inovasi untuk menjaga keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.”