Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) didesak untuk membatalkan proyek pengadaan dan pemasangan solar home system (SHS) tahun 2010 karena proyeknya ‘berbau’ korupsi.
Menurut anggota Komisi VII DPR, M. Romahurmuziy, setidaknya ada tiga alasan mengapa proyek ini harus dibatalkan.
Pertama, data pendukungnya tidak lengkap. Kedua, belum ada perubahan pejabat di lingkungan direktorat jenderal (Ditjen LPE), sementara saat ini Dirjen Jacobus Purwono dalam posisi tersangka sehingga dikhawatirkan perbuatan yang disangkakan itu dapat diulangi.
Terakhir, belum ada evaluasi menyeluruh atas keberhasilan program tersebut, khususnya yang disampaikan kepada DPR.
“Saya juga mendapat informasi, program ini tidak bertahan lebih dari 1 tahun karena edukasi kepada masyarakat penerima tidak dilakukan dalam satu paket. Sehingga akinya lebih banyak dijual,” paparnya saat dihubungi detikFinance, Jumat (3/9/2010).
Di samping itu, lanjut dia, modul solar system-nya juga diinformasikan banyak yang rusak, sedangkan penerima tidak memiliki kemampuan memperbaikinya. Apalagi, service center dari supplier-nya juga tidak jelas di mana kantornya.
“Pendeknya, sekilas program ini tingkat keberhasilannya di bawah 25 persen. Jadi, proyek tahun 2010 ini harus dibatalkan,” ungkapnya.
Adapun terkait dengan isu uang pelicin, ia meminta agar hal itu dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya. Jika memang benar maka sebaiknya hal itu dilaporkan ke aparat penegak hukum.
“Jika tidak ada bukti, jangan memperkeruh situasi karena hal tersebut membuat pejabat-pejabat kita takut melaksanakan undang-undang APBN,” jelas politisi asal fraksi PPP tersebut.
Anggota Komisi VII DPR, Satya W Yudha berpendapat lain. Menurut dia, seluruh proyek yang sudah disetujui dalam APBN harus dijalankan oleh pemerintah. Apalagi program ini bertujuan untuk melistriki masyarakat miskin di pedesaan.
“Kalau pemerintah tidak mau jalankan maka ini menunjukkan kalau system birokrasinya tidak jalan. Kalau Dirjen LPE tidak bisa laksanakan karena jadi tersangka, ya sebaiknya diambil alih oleh Menteri ESDM,” paparnya.
Sementara itu, pengamat kelistrikan dari Institute for Essential Services Reforms (IESR), Fabby Tumiwa menilai seluruh program energi terbarukan, termasuk program solar photovoltaic, memang harus dievaluasi total, baik konsep, dan biayanya.
“Program-program yang sudah dilaksanakan sifatnya jangka pendek, dan sistem yang dipasang tidak berkelanjutan sehingga yang terjadi adalah pemborosan anggaran,” paparnya.
Apabila dibuat program yang terintegrasi, kata dia, maka anggaran yang diambilkan dari APBN dapat lebih efektif dan hasil yang dinikmati lebih lama.
Adapun untuk program yang ada, dengan adanya kasus korupsi, menurut dia, sebaiknya programnya ditunda hingga tahun depan, dengan catatan pemerintah harus memperbaiki ulang sistem tender, memperbaiki kualitas SHS (PV sistem) yang akan dipasang, serta lokasi.
“Dengan demikian, tahun depan dana yang dialokasikan lebih besar dan implementasinya lebih baik,”jelasnya.
Saat dikonfirmasi, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh masih belum dapat menentukan sikap terhadap kelanjutan proyek tersebut. Dirinya akan melaporkan masalah ini ke Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Namun, politisi asal partai Demokrat itu menyatakan, sejauh tidak ada permasalahan yang melanggar undang-undang, seharusnya apa yang sudah menjadi program harus dilaksanakan.
“Namun kalau itu berkaitan dengan permasalahaan hukum yang melibatkan Dirjen listrik dan juga masalah teknis maka maka lebih bagus kita melapor ke Menko untuk dibicarakan,” katanya.
Darwin mengaku dirinya akan segera mengirimkan surat resmi terkait hal tersebut kepada Hatta. “Kami sudah bikin suratnya,” kata Darwin.
(epi/dnl)
sumber: www.detikfinance.com.