Denpasar, 9 Juni 2021 – Miliki potensi teknis PLTS yang besar, hingga mencapai 26,4 GWp (IESR, 2021), Bali dapat andalkan PLTS untuk mewujudkan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” di sistem energinya, salah satunya dengan mendorong keterlibatan masyarakat dalam berinvestasi di PLTS atap. Hal ini menjadi pembahasan yang menarik pada seminar “Bali Menuju Provinsi Energi Bersih” yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), bekerja sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), dan Koperasi Amoghasiddhi, Bali.
Ida Bagus Setiawan, Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral – Provinsi Bali menuturkan bahwa ditinjau dari sisi potensi maupun rekam jejak teknologi, PLTS merupakan energi terbarukan yang tepat untuk dikembangkan di Bali. Bahkan, Pemda Bali pun telah menerbitkan Pergub 45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih yang salah satunya mengatur tentang adopsi PLTS atap pada bangunan dengan luasan tertentu, baik bangunan publik atau swasta.
“Target PLTS Atap tahun 2021 adalah 0,5 MWp dan 7,5 MWp di tahun 2025. Target ini realistis dan mungkin akan lebih tinggi realisasinya jika ada dukungan dari pusat, daerah, dan masyarakat,” imbuhnya.
Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka Energi Baru & Terbarukan, DJBTKE yang hadir secara daring pada kesempatan yang sama menjanjikan dukungan yang positif dari Kementerian ESDM agar adopsi PLTS atap semakin masif lagi.
“Saat ini Kementerian ESDM sedang memfinalisasikan revisi permen ESDM no. 49 tahun 2018 dimana beberapa poin pentingnya adalah ketentuan ekspor yang lebih besar dari 65%, kelebihan akumulasi dan tagihan akan diperpanjang dari semula 3 bulan, mekanisme pelayanan berbasis aplikasi, waktu permohonan lebih singkat, dan perluasan ke pelanggan di wilayah usaha non-PLN (sekarang baru 34 dari 53 wilayah), serta pembinaan dan pengawasan. Salah satu hal yang kita dorong adalah standar performance dan aspek keselamatan tentang ketentuan pemasangan PLTS Atap SNI dalam Permen ESDM No. 2 tahun 2021,” ungkap Chrisnawan.
Lebih lanjut, Chrisnawan menuturkan bahwa hingga Maret 2021, sebanyak 3.472 pelanggan sudah memasang PLTS atap dengan kapasitas 26,51 MWp. Bali masuk 10 besar dengan 141 pelanggan dengan kapasitas 1,07 MW dimana pelanggan yang didominasi rumah tangga namun porsi dari sektor industri kapasitasnya lebih besar.
Menyoal keterlibatan masyarakat dalam menyokong perkembangan PLTS atap, Fabby Tumiwa, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) yang juga merupakan Direktur Eksekutif IESR, mengungkapkan bahwa ketersediaan informasi mengenai prosedur dan perizinan PLTS atap serta kemudahan akses terhadap informasi tersebut akan membantu masyarakat membuat keputusan investasi di PLTS atap.
“AESI mendorong terciptanya ekosistem yang baik bagi PLTS, dengan memastikan Engineering-Procurement-Construction atau EPC yang kredibel, mempunyai standar yang baik, tenaga kerja yang terampil, dan skema pembiayaan yang jelas,” jelas Fabby.
Menurut Fabby, potensi pasar PLTS atap di Bali termasuk besar, terutama karena umumnya masyarakat Bali sudah menyadari pentingnya penghargaan terhadap alam sehingga penggunaan energi terbarukan seperti PLTS akan membuat semangat perlindungan lingkungan hidup menjadi lebih tinggi lagi.
IESR secara khusus telah melakukan survei persepsi rumah tangga, sektor komersial dan UMKM di Bali (2020) dan menemukan bahwa alasan tertinggi ketertarikan para responden dengan konsep PLTS atap, selain peduli lingkungan adalah penghematan listriknya mencapai 51,9%.
“Potensi pasar di sektor rumah tangga mencapai 23 persen, atau setara dengan 256.000 rumah tangga. Potensi sangat besar juga ada di sektor bisnis sekitar 35.000 usaha dan UMKM bahkan mencapai 71.000 UMKM. Jumlah ini juga menjadi peluang bagi pemerintah untuk melihat bahwa kontribusi masyarakat akan sangat signifikan untuk mendorong tercapainya penurunan emisi dan cita-cita Bali menggunakan 100 persen energi terbarukan,” tegas Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi IESR.
Ida Ayu Maharatni, Manajer Koperasi Amoghasiddhi mengakui penghematan biaya listrik yang drastis semenjak koperasinya memasang PLTS atap.
“Saat pandemi, kebutuhan listrik naik sementara kondisi keuangan sulit, namun sangat terbantu dengan investasi PLTS di awal. Kami mengeluarkan biaya listrik sama dengan nol dalam 6 bulan,” ujarnya bersemangat.
Menjawab biaya investasi PLTS yang kerap menjadi pertimbangan masyarakat sebelum memasang PLTS atap, pihaknya menyediakan kredit energi di koperasi Amoghasiddhi bernama SvarnaSiddhi. Kredit ini masuk ke dalam skema kredit investasi jadi bunganya relatif menurun 2% dan dapat dilunasi sewaktu-waktu.
“Dengan skema cicilan, koperasi kami justru menurunkan tenor PLTS atap menjadi maksimal 3 tahun pembiayaan,” jelas Ida Ayu Maharatni.
Agung Prianta, Green Building Council Indonesia Bali menambahkan bahwa hasil survei yang GBCI lakukan menunjukkan sebanyak 87% masyarakat ingin diberi kredit dengan angsuran bulanan di bawah Rp 500.000 ribu rupiah.
Seiring dengan meluasnya pasar PLTS atap, maka semakin terbuka pula kesempatan kerja di bidang PLTS atap. Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia memaparkan bahwa salah satu misi AESI adalah mencetak 1.000 Solar Preneur alias UMKM energi andalan, yang bergerak di bidang pemasangan PLTS atap dengan standar pemasangan dan kualitas terjamin. “Potensi pasar untuk PLTS Atap sekitar 1,5 juta pengguna dengan nilai potensi pasar lebih dari 67 triliun. Target RUEN 6,5 GW bisa menyerap 812,500 sampai 1,500,000 tenaga kerja. Pasar ini besar, pasar ini juga mudah direplikasi. Upaya ini juga akan menciptakan Indonesia sebagai Solar Power House,” tambah Anthony
Saksikan siaran tundanya: