Skip to content

Brown to Green Report: Indonesia Tertinggal

cover

Author :

Authors

Jakarta, 4 Juli 2017

Indonesia telah berupaya mengurangi laju pengeluaran emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan, dan mengurangi subsidi bahan bakar fossil sejak 2015. Dua hal ini membuat Indonesia berada di jalur transisi menuju ekonomi rendah karbon. Walaupun Indonesia merupakan salah satu negara G20 dengan porsi energi terbarukan yang cukup tinggi dalam bauran energi primer, tetapi pengembangan energi terbarukan termasuk tertinggal dibandingkan dengan negara G20 lainnya. Daya tarik investasi energi terbarukan Indonesia juga memburuk, sedangkan kerangka regulasi untuk energi terbarukan berada dibawah sejumlah negara G20. Demikian sejumlah hasil dari Profil Indonesia dalam Brown to Green Report 2017.

“Brown to Green Report 2017: the G20 transition to low carbon economy,” adalah laporan tahunan ke-3 yang mengevaluasi upaya-upaya negara G20 mengatasi perubahan iklim. Laporan ini disusun oleh kemitraaan global Climate Transparency, dan diluncurkan sebelum pertemuan G20 di Hamburg minggu ini. Laporan ini disusun oleh sekelompok ahli dari negara-negara anggota G20, diantaranya Argentina, Brazil, China, Perancis, Indonesia, Afrika Selatan, dan UK.

Laporan ini memuat ulasan yang paling komprehensif tapi ringkas tentang transisi negara G20 menuju ekonomi rendah karbon. Laporan ini menilai kinerja dalam penurunan emisi gas rumah kaca, kebijakan perubahan iklim, pendanaan, dan dekarbonisasi, serta grafis fakta-fakta untuk setiap negara.

“Negara-negara G20 menjadi lebih efisien, mereka mulai melakukan dekarbonisasi tapi tidak cukup untuk memenuhi tujuan Kesepakatan Paris,” kata Alvaro Umana, Co-Chair Climate Transparency dan mantan menteri lingkungan Costa Rica.

Brown to Green Report memberikan suatu perbandingan yang berimbang antar negara yang dapat menunjukkan kepada para pemangku kepentingan dalam aspek apa negara mereka mencapai hasil yang baik, hal-hal apa yang dapat diperbaiki, dan aspek apa yang tertinggal. Laporan ini memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan di setiap negara untuk memulai debat yang konstrukti yang diharapkan dapat menghasilkan ambisi yang lebih tinggi dalam mencapai Kesepakatan Paris.

“Bagi Indonesia, laporan ini penting untuk menilai pencapaian kita dibandingkan dengan negara ekonomi berkembang lainnya. Indonesia menggunakan bahan bakar fossil, khususnya minyak dan batubara, dalam jumlah yang cukup besar. Ini cukup mengkuatirkan dalam hal upaya Indonesia memenuhi target Kesepakatan Paris. Walaupun demikian, adanya penurunan subsidi BBM merupakan indikasi bahwa kita sedang berusaha mengatasi persoalan tersebut. Perlu strategi, rencana dan kebijakan yang lebih progresif untuk menuju transisi sistem energi yang rendah karbon,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform.

Laporan ini menunjukkan bahwa emisi GRK dari hutan dan gambut, serta pembangkitan listrik batubara terus meningkat hingga 2030, padahal agar konsisten dengan target Kesepakatan Paris, emisi GRK harus mulai stabil dan kemudian menurun. Target penurunan emisi yang disampaikan Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dinilai kurang ambisius terhadap tingkat yang dapat disebut kontribusi yang fair, dan tidak konsisten dengan target 2°C.

Porsi energi terbarukan dalam bauran energi primer termasuk yang tertinggi diantara negara-negara G20, tetapi pertambahan energi terbarukan merupakan salah satu yang terendah dan porsi batubara cenderung meningkat. Yang perlu menjadi catatan adalah daya tarik investasi energi terbarukan sangat rendah dengan kecenderungan menurun. Hal ini membuat Indonesia semakin sulit bersaing dengan negara-negara lain untuk mendapatkan investasi di bidang energi terbarukan.

Brown to Green Report 2017 secara lengkap, termasuk Profil Indonesia dapat diakses di http://www.climate-transparency.org/g20-climate-performance/g20report2017

Catatan untuk Redaksi

Climate Transparency adalah sebuah kemitraan internasional yang merupakan kumpulan para pakar dan lembaga yang bekerja untuk isu perubahan iklim dari beberapa negara anggota G20, diantaranya: Argentina (Fundación Ambiente y Recursos Naturales), Brasil (CentroClima/COPPE UFRJ), China (Energy Research Institute/ERI), Perancis (The Institute for Sustainable Development and International Relations/ISDIR), Jerman (Germanwatch, HUMBOLDT-VIADRINA Governance Platform, NewClimate Institute), India (The Energy and Resources Institute/TERI), Indonesia (Institute for Essential Service Reform/IESR), Meksiko (Initiativa Climática de México), Afrika Selatan (Energy Research Center/University of Cape Town) dan Inggris (Overseas Development Institute/ODI).

Produksi Brown to Green Report 2017 mendapatkan dukungan dari Mercator Foundation, World Bank dan European Climate Foundation.

Di Indonesia, Brown to Green Report 2017 dapat diakses melalui situs www.iesr.or.id

Kontak Media di Indonesia

Yesi Maryam, Institute for Essential Services Reform
Email: yesi@iesr.or.id
Mobile/WA : 081212470477

 

Share on :

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter