Butuh Dukungan Penuh Presiden

Jakarta, KOMPAS — Pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri butuh dukungan penuh kebijakan Presiden. Sampai saat ini, Peraturan Presiden yang disiapkan terkait pengembangan kendaraan listrik masih belum juga diteken. Tanpa dukungan Presiden, pengembangan kendaraan listrik diperkirakan bakal temui banyak kendala.

Dasar pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Dalam lampiran Perpres tersebut, pada 2025, target pengembangan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2.200 unit, sedangkan untuk roda dua sebanyak 2,1 juta unit. Pemerintah juga menyebut tengah menyiapkan Perpres percepatan pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.

“Karena pengembangannya melibatkan lintas kementerian dan lembaga, maka diperlukan perangkat hukum yang pembahasannya sekarang dalam bentuk perpres. Harus ada arahan dalam perpres mengenai peta jalan pengembangan kendaraan listrik, serta tanggung jawab setiap kementerian dan lembaga,” ujar Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa saat dihubungi, Minggu (20/5/2018), di Jakarta.

Menurut Fabby, diperkirakan bakal ada tarik ulur pengembangan kendaraan listrik dengan industri kendaraan konvensional (berbahan bakar minyak) yang sudah terlanjur mapan. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan masa transisi. Harus ada target waktu pelarangan penjualan kendaraan konvensional, yaitu apakah mulai 2030 atau 2040 seperti yang diwacanakan dalam perpres.

“Juga perlu target yang jelas untuk instrumen pendukung, misalnya pemerintah mematok target pada 2022 pajak penjualan kendaraan konvensional dinaikkan. Seiring dengan itu, pajak kendaraan listrik diturunkan. Pemerintah juga harus mendorong tumbuhnya industri pendukung pengembangan kendaraan listrik mulai dari sekarang,” kata Fabby.

Pada Juli 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melempar wacana penyusunan perpres tentang kendaraan listrik di Indonesia. Dalam peraturan itu, penjualan kendaraan berbahan bakar minyak akan dilarang mulai 2040. Pemerintah juga menargetkan membangun setidaknya 1.000 stasiun pengisian listrik umum (SPLU).

Soal perkembangan perpres tersebut di atas, menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM Agung Pribadi, pembahasan isi perpres belum tuntas. Diskusi intensif dengan Kementerian Perindustrian terus berlangsung. Ia tidak dapat memastikan kapan perpres tersebut segera diteken Presiden.

Pekan lalu, dalam diskusi dengan Kompas, Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tsani Annafari mengatakan, pihaknya telah berikirim surat kepada Presiden terkait rencana pengembangan kendaraan listrik nasional. Menurut dia, surat tersebut pada intinya berupa dukungan mendorong hilirisasi hasil riset perguruan tinggi dan memperkuat industri dalam negeri terkait pengembangan kendaraan listrik nasional.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo tersebut di atas, KPK mendorong segera disahkannya Perpres tentang Percepatan Kendaraan Listrik Nasional. Dalam surat itu juga disinggung bahwa Indonesia harus mempunyai kendaraan listrik bermerk nasional sebagai wujud kemandirian bangsa. Skema insentif pengembangan kendaraan listrik nasional, baik fiskal dan non fiskal, harus dapat menciptakan iklim kondusif bagi tumbuhnya industri kendaraan listrik di dalam negeri.

“Kebijakan ini membutuhkan sinergi lintas kementerian dan lembaga agar rencana kendaraan listrik nasional benar-benar bisa terwujud,” ujar Tsani.

Mengutip Bloomberg, China merupakan salah satu negara yang mengembangkan mobil listrik secara masif. Penjualan mobil listrik global yang tahun lalu mencapai 1 juta unit untuk pertama kalinya, lebih dari separuhnya terjual di China. China memberikan potongan harga untuk pembelian mobil listrik dan mengenakan denda kepada produsen mobil konvensional dengan emisi gas buang yang melampaui batas yang ditetapkan.

Sumber:Kompas.id

Share on :