Kesepakatan Batas Emisi Wajibkan Penurunan Kapasitas Batubara

Jakarta, 2 Agustus 2023 – Dalam rangkaian KTT G20 pada bulan November 2022, Indonesia mendapat komitmen pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) dari negara-negara International Partners Group (IPG) sebesar USD 20 miliar. JETP merupakan mekanisme kerjasama pendanaan iklim, dan Indonesia merupakan negara kedua yang menerima komitmen pendanaan ini. Afrika Selatan menjadi negara pertama yang menerima JETP. 

Indonesia diwajibkan untuk menyusun Comprehensive Investment Policy Plan (CIPP) dan menyelesaikannya pada 16 Agustus 2023. Cakupan area yang dapat masuk dalam pendanaan JETP adalah sektor ketenagalistrikan meliputi pembangkit listrik yang dimiliki PLN juga swasta. 

Dijelaskan oleh Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar “Transisi Energi JETP: Apa dan Bagaimana Dia Bekerja?” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, bahwa momentum JETP ini adalah kesempatan untuk melakukan percepatan transisi energi dan policy reform khususnya sektor kelistrikan.

“Salah satu output yang diharapkan adalah adanya dokumen rencana investasi dan kebijakan yang komprehensif, harusnya dokumen ini dapat dijadikan panduan peta jalan transisi energi di Indonesia,” jelas Deon.

Deon juga menambahkan, kesepakatan JETP memasukkan pembahasan pembangunan industri energi terbarukan dan aspek keberlanjutan. Aspek keberlanjutan menjadi salah satu komponen penting dalam kemitraan ini sekaligus sebagai aspek yang memerlukan waktu untuk didesain karena diharapkan aspek keberlanjutan ini dapat memitigasi dampak negatif yang timbul pada komunitas terdampak transisi energi. 

Deon melanjutkan, untuk mencapai target pengurangan emisi sektor kelistrikan yang disepakati dalam JETP, yaitu maksimal sebesar 290 juta ton CO2 pada tahun 2030, Indonesia perlu memangkas kapasitas PLTU batubara sebanyak 8,6 GW sebelum 2030.

Ahmad Ashov Birry, Direktur Program Trend Asia, menegaskan pentingnya memperhatikan aspek keberlanjutan dalam skema Just Energy Transition Partnership. 

“Penting untuk tidak memperlakukan JETP dengan pendekatan proyek, namun harus dengan pendekatan kebijakan supaya memiliki legal binding yang kuat,” tambah Ashov.

Ashov menilai, meski JETP saat ini sudah menginduk pada Peraturan Presiden 112/2022, namun masih kurang kuat sebab Perpres 112/2022 sendiri masih belum mengirimkan sinyal kuat untuk penghentian operasional batubara.

Koalisi Bersihkan Indonesia merumuskan panduan aspek keadilan JETP meliputi untuk memastikan proses penyusunan rencana investasi berjalan dengan akuntabel, transparan partisipatif, memenuhi hak asasi manusia, berkeadilan secara ekologis & ekonomi, serta transformatif.

IESR: Indonesia Butuh Paket Kebijakan Komprehensif untuk Transisi Energi

Jakarta, 27 Juni 2023 – Urgensi untuk mengubah sistem energi menjadi lebih bersih, lebih berkelanjutan menjadi semakin penting, seperti yang digarisbawahi oleh laporan sintesis IPCC, yang menyatakan bahwa suhu global telah meningkat 1,1 derajat Celcius. Energi sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi telah menjadi faktor kunci dalam kegiatan ekonomi sejak awal penambangan mineral fosil. Namun, peralihan ke sistem energi yang lebih bersih membawa konsekuensi penurunan permintaan batu bara, yang menjadi ancaman serius bagi daerah yang sangat bergantung pada ekonomi batu bara.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam diskusi panel ASEAN Sustainable Energy Finance pada Selasa, 27 Juni 2023, menekankan situasi di beberapa provinsi di Indonesia yang perlu mempertimbangkan aliran ekonomi alternatif, sebagai pendapatan asli daerah mereka saat ini berasal dari kegiatan pertambangan batubara.

“Beberapa provinsi perlu kita perhatikan seperti Kalimantan Timur yang memproduksi 40% batubara Indonesia, dan Sumatera Selatan yang memproduksi 15%. Kita perlu membangun kapasitas lokal untuk menghasilkan pendapatan dari sektor selain batu bara,” kata Fabby.

Fabby menambahkan, pemerintah perlu menyiapkan paket pembiayaan transisi yang komprehensif. Pendanaan harus mencakup tidak hanya biaya teknis untuk pensiunnya armada batubara, pengembangan energi terbarukan, peremajaan jaringan, tetapi juga mempersiapkan masyarakat, terutama mereka yang bekerja di industri pertambangan batubara, untuk beradaptasi dengan pasar tenaga kerja baru. Ini termasuk pelatihan ulang untuk menyelaraskan keterampilan mereka dengan kebutuhan pasar.

“Pemerintah pusat harus memberikan bantuan khusus bagi daerah yang sangat bergantung pada ekonomi batubara,” tegas Fabby.

Eunjoo Park-Minc, Penasihat Senior Lembaga Keuangan Asia Tenggara dari Financial Futures Center (FFC), menyetujui peran penting pemerintah selama masa transisi, terutama dalam merancang kerangka kebijakan yang mendukung yang memungkinkan sektor swasta untuk berpartisipasi.

“Peran investor dalam masa transisi ini adalah mengembangkan mekanisme pembiayaan yang inovatif. Untuk membuatnya lebih katalitik, kita membutuhkan kerangka kebijakan yang mendukung untuk membuatnya bekerja,”katanya.

Selain itu, Eunjoo menunjukkan perlunya kerjasama internasional, karena sebagian besar proyek (transisi energi) berlangsung di negara berkembang sedangkan pembiayaan terutama berasal dari negara maju.

Asian Development Bank (ADB) sebagai salah satu bank multilateral yang mendanai transisi energi menekankan pentingnya aspek keadilan. Hal ini dijelaskan oleh Veronica Joffre, Senior Gender and Social Development Specialist di ADB.

“Salah satu aspek ETM (Energy Transition Mechanisms) adalah keadilan. Hal ini berarti potensi dampak sosial harus dikaji mendalam dan dikelola, termasuk ketenagakerjaan, rantai pasok, dan lingkungan,” kata Veronica.

Dia menambahkan bahwa untuk mencapai emisi net-zero adalah jalan untuk masa depan, untuk itu transisi menuju kesana harus dirancang secara sadar.

Peran Penting Energi Terbarukan demi Membangun Masa Depan Terang

Jakarta, 24 Juni 2023 – Raditya Yudha Wiranegara, Peneliti Senior Institute for Essential Services Reform (IESR) memaparkan, beberapa tantangan dalam melakukan pensiun PLTU dan bagaimana energi terbarukan berperan dalam membentuk masa depan. Hal tersebut dibahas dalam acara Energy Talk yang diadakan oleh Society of Renewable Energy (SRE) Universitas Hasanuddin.

Radit, sapaan akrab Raditya, membuka sesi diskusi tersebut dengan menjelaskan bahwa kegiatan manusia terutama dalam bidang energi menjadi kontributor utama dari kenaikan suhu bumi. Sumbernya masih didominasi oleh batubara dan diikuti dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Radit menilai, hal tersebut menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat Indonesia, untuk mulai membuat rencana menurunkan ketergantungan pada pembangkit listrik berbasis batubara.

Lebih lanjut, Radit menjelaskan bahwa Perpres 112/2022 mengatur didorongnya perkembangan energi terbarukan, dan pasal ketiga memuat mandat bagi ESDM untuk mulai membuat skenario percepatan pensiun PLTU batubara. Terdapat pula restriksi untuk tidak membangun PLTU setelah perpres ini disahkan, terkecuali yang saat ini tengah direncanakan, dan yang termasuk dalam proyek strategis nasional. 

“PLTU yang ada juga harus mulai menurunkan emisi mereka, hingga semua dipensiunkan pada tahun 2045. Namun, perencanaan ini masih dalam pembicaraan yang dinamis, pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana  melakukan pensiun PLTU di 2030,” terang Radit.

Radit memaparkan,  keuntungan dari pensiun dini PLTU yakni 2-4 kali biaya dapat dihemat, hal ini berdasarkan studi IESR dengan Universitas Maryland. Radit menekankan, keuntungan tersebut termasuk keuntungan biaya kesehatan atas kualitas udara dan berkurangnya subsidi listrik yang harus dikeluarkan mengingat listrik kita sekarang disubsidi. Namun demikian, dalam melakukan pensiun PLTU batubara terdapat beberapa tantangan, di antaranya perlu biaya di depan yang cukup besar, sekitar USD 4.6 miliar sampai tahun 2030 dan USD 27.5 miliar sampai tahun 2050, yang memerlukan dukungan internasional yang besar untuk mencapainya. Kedua, diperlukan USD 1.2 triliun untuk menggantikan pembangkitan listrik PLTU dengan energi terbarukan. Ketiga, aspek legalitas. Radit menilai, baik PLN dan produsen listrik swasta (IPP) memiliki beberapa skenario yang harus dipenuhi dalam memensiunkan pembangkitnya. Misalnya saja PLN perlu diinvestigasi oleh badan audit jika terjadi kerugian negara akibat berkurangnya PLTU, dan IPP dapat mengajukan gugatan akan kerugiannya.

“Dari hasil studi yang kami lakukan, kami menemukan bahwa dalam hal biaya mitigasi, membatalkan proyek PLTU adalah opsi paling terjangkau dalam mengurangi emisi karbon. Membatalkan juga akan menghindari biaya besar yang akan terjadi ketika kelak harus dipensiunkan,” ujar Radit.

Radit menekankan dengan adanya momentum Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia harus bisa mengkatalisis lebih banyak lagi investasi dan membangun iklim pasar yang menarik di Indonesia bagi investor asing. JETP merupakan kemitraan pendanaan perubahan iklim dan transisi energi dari negara G7 plus Norwegia dan Denmark untuk pengembangan kendaraan listrik, teknologi, dan penghentian dini pembangkit listrik berbasis fosil di Indonesia. Partnership ini juga mendorong transisi energi yang berkeadilan yang mempertimbangkan kehidupan dan penghidupan masyarakat terdampak di setiap tingkatan perjalanan transisi energi, sehingga tidak ada satu pun pihak yang tertinggal. Indonesia mendapatkan alokasi pemanfaatan dana sebesar USD 20 miliar untuk mendukung transisi energi di Indonesia melalui kerangka JETP

Transisi Energi Daerah sebagai Akselerasi Transisi Energi Nasional untuk Mengurangi Emisi Karbon

Jakarta, June 2023 – Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati pada tanggal 5 Juni setiap tahunnya. Peringatan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan. Namun, kondisi lingkungan saat ini menunjukkan situasi yang semakin memburuk. Hal ini terlihat dari meningkatnya suhu di Bumi yang berpotensi mempercepat perubahan iklim. Kenaikan suhu terutama disebabkan oleh akumulasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Emisi karbon dioksida telah meningkat sekitar 1,3%  per tahun selama lima tahun terakhir. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk mengurangi emisi tersebut, dan salah satu pendekatan kuncinya adalah mendorong transisi energi.

Bagaimana Transisi Energi Berkontribusi untuk Mengurangi Emisi Karbon Dioksida?

Transisi energi melibatkan peralihan dari penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, dan gas, ke pemanfaatan sumber energi terbarukan seperti angin, matahari, atau tenaga air. Dengan demikian, emisi karbon dioksida, salah satu gas rumah kaca utama, dapat dikurangi secara signifikan. Saat ini, sekitar 73% emisi dihasilkan oleh sektor energi yang sangat bergantung pada energi fosil. Beralih ke energi terbarukan yang notabene tidak menghasilkan emisi karbon dapat memperbaiki lingkungan secara signifikan. Bahkan, mengadopsi energi terbarukan pada masa  transisi energi berpotensi mengurangi emisi karbondioksida hingga 75%. Selain itu, sebagai bagian dari transisi energi, sangat penting untuk membatalkan proyek pembangkit listrik tenaga batu bara baru (PLTU) dan secara proaktif menghentikan PLTU yang ada. Menerapkan langkah-langkah transisi energi ini dapat memainkan peran penting dalam mengurangi emisi karbon dioksida dan harus diprioritaskan.

Mengapa Upaya Transisi Energi Daerah Dapat Mempercepat Pencapaian Tujuan Transisi Energi?

Percepatan pengurangan emisi karbon memerlukan percepatan proses transisi energi. Salah satu pendekatan yang efektif adalah berfokus pada upaya transisi energi daerah. Prakarsa transisi energi di tingkat daerah dapat berkontribusi pada transisi energi nasional yang lebih aktif dan meluas. Penelitian yang dilakukan oleh Cowell pada tahun 2016 menunjukkan bahwa tindakan transisi energi daerah yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dapat membentuk transisi energi nasional secara keseluruhan. Pemerintah daerah memiliki pengaruh untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan. Setiap wilayah memiliki sumber energi terbarukan yang unik dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga memerlukan strategi pengelolaan yang disesuaikan. Pemerintah daerah dapat mengidentifikasi dan memprioritaskan potensi kekuatan daerahnya, yang mengarah pada pengembangan kebijakan khusus yang mengatasi tantangan transisi energi terbarukan. Selain itu, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah ini dapat menarik bisnis dengan fokus pada energi terbarukan, sehingga mendorong kemajuan teknologi dan memfasilitasi implementasi proyek energi terbarukan di daerah tersebut. Melibatkan pemimpin lokal juga dapat meningkatkan dukungan dan kerja sama masyarakat untuk transisi energi.

Indonesia adalah salah satu negara yang aktif melakukan transisi energi daerah. Pemerintah daerah di Indonesia telah mulai merancang Rancangan Umum Energi Daerah (RUED), suatu kerangka kebijakan yang bertujuan untuk mempercepat transisi energi daerah dan selanjutnya berkontribusi pada transisi energi nasional. RUED memastikan ketersediaan sumber energi terbarukan di tingkat daerah. Hingga 7 Juni 2023, 30 provinsi telah menetapkan RUED. Beberapa provinsi yang aktif mempromosikan transisi energi di daerahnya adalah Jawa Tengah. Gubernur Jawa Tengah telah mengeluarkan surat edaran gubernur, serta berbagai inisiatif untuk meningkatkan transisi energi. Terlihat hingga triwulan ke-2 tahun 2022, Jawa Tengah telah memasang solar PV mencapai 22 MWp yang berperan dalam transisi energi nasional. Senada dengan itu, Pemprov Bali juga telah menerbitkan surat edaran untuk mendukung pemanfaatan energi terbarukan, seperti Peraturan Gubernur (Pergub) yakni Pergub No.15 Tahun 2019 dan Pergub No.48 Tahun 2019. Pemprov Bali juga berinisiatif mewujudkan netralitas karbon pada tahun 2045, lebih cepat dari target nasional. Inisiatif ini dikenal dengan Bali Net Zero Emission 2045.

Upaya transisi energi daerah ini diharapkan dapat mempercepat realisasi transisi energi nasional. Dengan mengakumulasi kemajuan yang dicapai di tingkat daerah, pelaksanaan transisi energi nasional dapat dipercepat dan dioptimalkan.

Penerjemah: Regina Felicia Larasati

Foto oleh Pete Alexopoulos di Unsplash

IESR Menerima Penghargaan dari Solar Week Indonesia 2023 Leadership Awards

Jakarta, 8 Juni 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) menerima Honorary Award dari Solar Week Indonesia 2023 Leadership Awards untuk kontribusinya terhadap pengembangan energi terbarukan di Indonesia, khususnya pembangkitan pasar energi surya di Indonesia pada Kamis (8/6/2023). Pemberian plakat diwakili oleh Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna. 

IESR merupakan lembaga think tank yang berfokus pada isu energi dan lingkungan yang mendorong transformasi sistem energi di Indonesia. Transformasi sistem energi menuju sistem energi yang rendah karbon perlu didukung dan disuarakan oleh banyak kelompok masyarakat. Untuk itu, IESR mempublikasikan berbagai riset mengenai potensi energi terbarukan di Indonesia dan melakukan diplomasi terhadap berbagai pemangku kebijakan. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menekankan pentingnya penggunaan energi surya di Indonesia dalam pembukaan acara The Solar Week Indonesia 2023 Leadership Awards. Selain itu, Fabby mengajak pemangku kebijakan untuk mulai menggunakan panel surya dalam penurunan emisi karbon.

“Saya yakin bahwa energi surya memiliki peran penting dalam proses dekarbonisasi sektor energi Indonesia dan untuk mencapai target net zero emission. Berdasarkan laporan IESR berjudul Deep Decarbonization of Indonesia’s Energy System, energi surya akan menyediakan lebih dari 80% pasokan energi untuk ketenagalistrikan karena harga yang kompetitif dan teknologi yang fleksibel”, ujar Fabby.

Dalam kesempatan yang sama, Fabby juga mewakili pihak Solar Week Indonesia untuk memberikan penghargaan bagi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang diwakilkan oleh Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan dan bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Icon Plus yang diwakilkan oleh Rahmat Handono, Wakil Presiden Layanan Ketenagalistrikan, PLN ICon Plus untuk kontribusi kedua pihak dalam percepatan transisi energi di Indonesia.

Suara Anak Muda untuk Pengakhiran Operasional PLTU Batubara

Jakarta, 5 Juni 2023 – Advokasi pemuda menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mengusung perubahan. Untuk menggalang kesadaran dari pemuda, isu yang diperjuangkan harus dekat dan menarik diikuti. Misalnya saja menyambungkan topik dengan kegemarannya. Hal ini yang kemudian dilakukan oleh komunitas pemuda Kpop 4 Planet, yang berjuang untuk melawan krisis iklim dengan mengemasnya dengan musik pop korea (K-Pop). Berangkat dari kesamaan tujuan tersebut, Institute Essential Services Reform (IESR) mengundang Kpop 4 Planet untuk berbincang santai di Twitter Space mengenai PLTU batubara pada Senin (5/6/2023). 

Ketertarikan yang sama antara Nurul Sarifah, aktivis Kpop4Planet  dan koordinator kampanye di Jakarta, serta rekannya di Korea Selatan membawa mereka untuk membuat wadah untuk pemuda penikmat Kpop yang peduli iklim. Nurul memaparkan, sama seperti penggemar musik lain, penggemar Kpop juga ekspresif dalam mengungkapkan kegemarannya. Sehingga, perjuangan ini tidak terbatas pada penggemar Kpop saja. Ia juga menyatakan bahwa pemuda harus mulai awas, terutama dengan adanya dampak perubahan iklim nyata yang disebabkan oleh PLTU batubara. 

“Di tahun saya lahir, hitungan partikel karbon dioksida di udara (parts per million) mencapai 368 ppm sementara sekarang sudah mencapai 416 ppm. Sedih untuk membayangkan bahwa seumur hidup kita harus merasakan kualitas udara yang tidak baik, dan bahkan akan memburuk jika kita terus menggunakan PLTU baru atau tidak memulai transisi energi,” jelas Nurul.

Untuk kedepannya, Kpop4Planet berharap bahwa salah satu pabrikan mobil Korea Selatan tidak lagi berencana untuk membangun PLTU baru sebesar 1,1 GW untuk menambang aluminum mereka selagi menunggu tenaga hidro yang baru mulai digunakan pada tahun 2029. Dengan tidak dipenuhinya tuntutan tersebut, pabrikan berpotensi untuk melakukan greenwashing pada konsumen. 

Di sisi lain, terkait urgensi pemensiunan PLTU sendiri, Dr. Raditya Wiranegara, peneliti senior IESR, mengatakan bahwa kenaikan temperatur global saat ini sudah mencapai 1.1℃ dari ambang batas 1.5℃ yang berpotensi bencana. Untuk mengikuti komitmen menjaga kenaikan suhu di bawah 1.5℃ derajat tersebut, diperlukan pengurangan emisi sekitar 19-27 gigaton. Pengurangan ini bisa dimulai dengan mengurangi ketergantungan kita dengan bahan bakar fosil. Pilihan ini tentu memiliki imbas ekonomi. Misalnya saja ketenagakerjaan akan terdampak berikut dengan biaya yang diperlukan untuk mengalihfungsikan pekerja ke lapangan kerja baru. Sementara itu, tantangan terbesarnya justru terletak pada keperluan pendanaan yang besar.

“Pengakhiran operasional PLTU bisa mengikuti jadwal yang kompatibel dengan peta jalan IPCC. Pada tahap pertama, kita perlu memensiunkan 9.2 GW PLTU batubara, dilanjutkan dengan 21 GW PLTU di periode berikutnya, sehingga di 2045 bisa memensiunkan 12 GW. Selain itu, perlu dipikirkan juga pembangkit yang akan menggantikan dan proses pembangunannya sehingga tetap memenuhi kebutuhan energi. Kuncinya ada di perencanaan,” ungkap Raditya.

Di akhir diskusi, Raditya dan Nurul meyakini kemampuan pemuda dalam mengubah masa depan. Raditya menekankan perlunya generasi muda untuk terus mempertahankan semangat dan mengasah kemampuan untuk mempersiapkan diri untuk menyambut era energi bersih. Sementara, Nurul mengatakan bahwa generasi muda bisa mencari gerakan iklim yang sesuai dengan minat mereka masing-masing, karena melakukan apa yang kita pedulikan dan juga kita sukai akan menjadi kombo yang kuat untuk perjuangan iklim. Harapan keduanya, pemerintah dapat segera membuat peta jalan untuk memensiunkan PLTU dan suara pemuda juga didengar dalam keinginannya untuk bumi yang lebih asri.

Gambar oleh Markus Spiske di Unsplash

Menanti Implementasi JETP di Indonesia

Raden Raditya Yudha Wiranegara

Pakistan, 31 Mei 2023 – Transisi energi menjadi pembahasan di banyak negara, termasuk di Pakistan. Beberapa tantangan yang dihadapi oleh Pakistan dalam mengadopsi energi terbarukan di antaranya adalah infrastruktur ketenagalistrikan dan integrasi jaringan yang belum mumpuni. Mirip dengan Pakistan, Indonesia pun menghadapi tantangan yang serupa namun gerak cepat pemerintah diperlukan untuk mengurangi penggunaan energi fosil sebagai langkah nyata penurunan emisi gas rumah kaca.

Raden Raditya Yudha Wiranegara, Peneliti Senior Institute for Essential Services Reform (IESR) memaparkan,   sektor ketenagalistrikan menyumbang sekitar 40 %  dari emisi gas rumah kaca di Indonesia berdasarkan laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023. Demi selaras dengan ambisi 1,5°C dan mencapai net zero emission 2060 atau lebih cepat, Raditya menuturkan, perlu dilakukan transisi di seluruh pasokan energi. Salah satunya dengan  mengubah sektor ketenagalistrikan dengan menurunkan bahan bakar fosil (fossil fuel) pada PLTU secara bertahap. Menurut Raditya, PLTU batubara perlu segera dikurangi ataupun dipensiunkan dini secara bertahap hingga tahun 2045 untuk selaras dengan ambisi 1,5°C.

“Fase pertama dilakukan dengan menutup 18 PLTU batubara dengan total kapasitas 9,2 GW hingga 2030, lalu 39 PLTU batubara dengan total kapasitas 21,7 GW, dan 15 PLTU batubara dengan total kapasitas 12,5 GW,” terang Raditya dalam acara Symposium on “Accelerating the Just Energy Transition in Pakistan” yang diselenggarakan oleh Sustainable Development Policy Institute (SDPI) pada Rabu (31/5/2023).

Dalam memenuhi ambisi 1,5°C, keberadaan Kemitraan Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership/JETP) di Indonesia menjadi salah satu pendorongnya.  Raditya memaparkan, kemitraan tersebut mencakup target puncak emisi pada 2030 untuk sektor listrik Indonesia, termasuk dari sistem pembangkit listrik on-grid, off-grid, dan captive, menggeser proyeksi puncak emisi sekitar tujuh tahun lebih awal. Selain fokus pada pengurangan emisi yang signifikan, JETP  juga pada mendorong pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi, serta melindungi mata pencaharian masyarakat dan pekerja di sektor yang terkena dampak.

Untuk mengimplementasikan target tersebut, lanjut Raditya, saat ini Sekretariat JETP Indonesia sedang mengembangkan  rencana investasi komprehensif (comprehensive investment plan/CIP) untuk program pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP). Meski demikian, Raditya menegaskan, Sekretariat JETP Indonesia hanya memiliki waktu terbatas untuk menyelesaikannya mengingat dokumen tersebut perlu dipublikasikan pada Agustus 2023. Berkaitan dengan pengerjaan dokumen rencana investasi komprehensi, Raditya menegaskan, diharapkan hasil analisis yang dilakukan dalam kelompok kerja bisa dimasukkan ke dalamnya pada Juli 2023. Adapun kelompok kerja dalam JETP Indonesia terdiri dari 4 kelompok kerja yang mewakili berbagai pihak termasuk pemerintah Indonesia, lembaga nasional dan internasional serta unsur masyarakat sipil yang memiliki kepakaran pada bidang masing-masing. Kelompok kerja tersebut membidangi: Teknis, Kebijakan, Pendanaan serta Transisi Berkeadilan.

“Berkaca dari kondisi tersebut, transparansi dan ketersediaan data menjadi sebuah masalah tersendiri di dalam kelompok kerja. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat kondisi tersebut bisa menghambat setiap individu dalam kelompok untuk melaksanakan tugas yang diberikan,” ujar Raditya. 

Dokumen CIP akan memuat informasi teknis, pendanaan, kebijakan serta sosio ekonomi mengenai investasi transisi energi di sektor ketenagalistrikan sampai dengan tahun 2030 yang akan melandasi implementasi kemitraan USD 20 miliar di bawah JETP Indonesia. Berdasarkan Joint Statement JETP Indonesia, mobilisasi pendanaan ditargetkan terjadi di tahun ke 3 sampai tahun ke 5 setelah kemitraan pendanaan JETP Indonesia disepakati. Selain itu, area investasi yang sudah disepakati dalam CIPP terdiri atas pengembangan jaringan transmisi dan distribusi, pemensiunan dini PLTU batubara, percepatan pemanfaatan energi terbarukan tipe baseload, percepatan pemanfaatan energi terbarukan tipe variable,membangun rantai pasok energi terbarukan

 

Kesiapan Ketenagakerjaan untuk Energi Terbarukan di Indonesia

Jakarta, Mei 2023 – Indonesia telah membuat komitmen penting untuk mencapai target iklim dan pembangunan, dan mulai memperhatikan pengurangan emisi karbon sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi dan sosial. Sebagai negara berkembang, komitmen untuk melakukan dekarbonisasi pembangunan sambil mempertahankan pertumbuhan ekonomi sangatlah penting, terutama bagi Indonesia yang telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 5,7% dalam rencana jangka panjangnya, Visi Maju 2045. Belum ada negara yang beralih ke status sebagai negara berpenghasilan tinggi sekaligus mengurangi emisi, terlepas dari fakta bahwa ini adalah tantangan implisit dari transisi rendah karbon (Bank Dunia, 2023). Memisahkan pertumbuhan ekonomi dari emisi karbon akan memerlukan perbaikan yang signifikan dan berkelanjutan dalam banyak aspek di luar masalah lingkungan, yang mencakup kebijakan ekonomi, sosial, inovasi, dan fiskal, untuk mendorong perubahan menyeluruh (Fankhauser & Jotzo, 2017; OECD, 2022). Kondisi ketenagakerjaan Indonesia, sebagai salah satu indikator sosial ekonomi dan kesejahteraan, juga akan dipengaruhi oleh berbagai perubahan akibat dekarbonisasi, termasuk peningkatan penggunaan energi terbarukan dan pengurangan penggunaan bahan bakar fosil. Perubahan ini akan menggeser permintaan akan lapangan kerja ke arah aktivitas ekonomi dan sumber energi yang lebih bersih.

Bagaimana lapangan kerja energi dan sektor terkait di masa depan?

Secara global pada tahun 2019, lebih dari 65 juta orang dipekerjakan di sektor energi dan sektor terkait, dengan pangsa hampir 2% dari pekerjaan formal di seluruh dunia, di mana setengah dari tenaga kerja sektor energi dipekerjakan di teknologi energi bersih (IEA, 2019). Jumlah pekerja yang dipekerjakan di sektor energi pada tahun 2030 secara global dapat meningkat menjadi 139 juta di bawah skenario 1,5°C, termasuk lebih dari 74 juta di bidang efisiensi energi, kendaraan listrik, sistem/fleksibilitas daya, dan hidrogen; sementara saat ini lapangan kerja dunia dalam energi terbarukan mencapai 12,7 juta pada tahun 2021 (IRENA & ILO, 2022). Dengan demikian, masih banyak pekerjaan potensial dalam energi terbarukan secara global, termasuk di Indonesia, di mana kerugian di sektor bahan bakar fosil akan terkompensasi atau lebih oleh keuntungan energi terbarukan dan teknologi transisi energi lainnya.

Indonesia dapat melihat baik perubahan dalam potensi pekerjaan ramah lingkungan baru maupun perubahan dalam sifat pekerjaan yang ada – di mana tidak semua pekerjaan hijau di Indonesia memiliki persyaratan keterampilan yang tinggi, namun tren di negara-negara berpenghasilan tinggi menunjukkan bahwa permintaan akan keterampilan yang berkaitan dengan ramah lingkungan tingkat lanjut akan meningkat, sehingga membutuhkan perubahan yang sepadan dalam pelatihan dan pendidikan (Bank Dunia, 2023). Sekitar 40 persen dari perusahaan Indonesia dilaporkan memiliki strategi hijau; 58 persen perusahaan melaporkan memiliki tim atau personel energi khusus. Sementara sekitar 37 persen perusahaan yang disurvei menunjukkan bahwa mereka memantau emisi dari penggunaan energi, hanya 15 persen yang menetapkan target energi dan emisi (IRENA & ILO, 2022), sedangkan kesempatan kerja juga muncul dengan meningkatnya jumlah perusahaan terkait energi terbarukan dan efisiensi energi di Indonesia. Pekerjaan energi terbarukan di Indonesia diperkirakan akan meningkat selama masa transisi, dari 0,63 juta saat ini menjadi 0,74 juta pada tahun 2030 dan 1,07 juta pada tahun 2050, dengan bioenergi dan teknologi surya mendominasi pekerjaan energi terbarukan di Indonesia pada dekade pertama transisi ini (IRENA, 2023). Namun, di sisi penyiapan sumber daya manusia pada tahun 2022, belum ada perbaikan yang berarti dari tahun lalu, dan pemerintah belum menetapkan strategi yang jelas untuk mempersiapkan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam transisi energi apalagi mempersiapkan tenaga kerja yang ada untuk beralih dari pembangkitan energi berbasis fosil ke yang terbarukan (IESR, 2022a).

Apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kesiapan kerja?

Seiring muncul dan berkembangnya sektor energi terbarukan, tenaga kerja energi terbarukan yang terampil perlu muncul, dan untuk menutup kesenjangan keterampilan, diperlukan serangkaian kebijakan pasar tenaga kerja yang dirancang dengan baik serta program pendidikan dan pelatihan berwawasan modern (IRENA, 2023). Khususnya di Indonesia, tidak akan ada satu strategi yang cocok untuk semua guna meningkatkan kesiapan sumber daya manusia; dengan demikian, pendekatan umum dengan pemahaman dan tindakan lokal akan lebih kuat dalam konteks ini karena kondisi ketenagakerjaan dan demografi berbeda-beda. Pertimbangan kebijakan berdasarkan wilayah geografis atau spesifik dampak dan potensi perlu dipikirkan secara hati-hati dalam transisi energi di Indonesia, dengan mempertimbangkan beberapa hal dalam kebijakan hijau antara lain kebijakan industri dan perusahaan, kebijakan pengembangan keterampilan, kebijakan pasar tenaga kerja aktif, keselamatan dan kesehatan kerja kebijakan, dan kebijakan perlindungan sosial (ILO, 2023). Dalam gambaran yang lebih besar, kesiapan lapangan kerja merupakan salah satu aspek penting yang menentukan keberhasilan transformasi ekonomi dalam pembangunan rendah karbon. Selain itu, intervensi pemerintah, pendekatan transformasi, revitalisasi masyarakat, dan keunggulan komparatif diperlukan untuk memastikan pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan di wilayah yang terkena dampak transisi (IESR, 2022b).

Penerjemah: Regina Felicia Larasati

Foto oleh Heri Susilo di Unsplash

Bermain Ular Tangga Sambil Hitung Jejak Karbon di Alun-Alun Eropa

Jakarta, 16 Mei 2023 – Jejakkarbonku bersama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH atau GIZ berpartisipasi dalam Festival Alun-Alun Eropa. Sebuah gelaran yang diselenggarakan oleh Uni Eropa pada 6 Mei 2023 lalu. Festival ini sebagai bagian dari perayaan Hari Eropa (Europe Day), yang merupakan ‘hari nasional’ Uni Eropa.
Pada festival tersebut, Jejakkarbonku menyuguhkan pengalaman menghitung karbon dengan permainan ular tangga. Banyak pengunjung yang antusias menjajal permainan tersebut. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, sangat bersemangat dan terhibur saat melakukan permainan bersama dengan kelompok.
Dalam permainan ular tangga terdapat beberapa tantangan berupa pertanyaan dan edukasi tentang jejak karbon. Saat bermain peserta permainan diminta untuk melemparkan dadu dan berjalan menyusuri blok ular tangga sesuai nomor yang didapat. Kemudian jika peserta permainan berada di blok yang terdapat tantangan, mereka diminta untuk menjawabnya dan mendapatkan poin tambahan. Tapi ada juga jebakan, dengan blok-blok yang menyatakan peserta tidak menghemat energi maka peserta harus turun ke nomor blok yang lebih rendah. Sehingga sambil bermain peserta permainan juga bisa menambah pengetahuan mereka terkait aktivitas jejak karbon.
Selain itu Jejakkarbonku juga memberikan sosialisasi untuk mengetahui jejak karbon dari pengunjung melalui scan barcode kalkulator jejak karbon. Ada sekitar 100-an orang pengunjung yang mampir untuk berinteraksi dengan tim Jejakkarbonku.id. Dari banyaknya pengunjung tersebut, ada juga yang baru mengetahui kalau aktivitas mereka menyumbang banyak karbon. 

Mereka cukup antusias untuk menanyakan aktivitas harian mereka, dan penggunaan kendaraan atau alat-alat rumah tangga yang menyumbang jejak karbon. Selain itu, para pengunjung juga terlihat bersemangat dalam memainkan permainan rumah tangga secara berkelompok. 

Jejakkarbonku.id merupakan alat penghitung emisi/jejak karbon berbasis platform. Masyarakat bisa mulai rutin menghitung aktivitas jejak karbon harian mereka dengan simpel dan mudah melalui platform ini. Sehingga kedepannya, masyarakat bisa mengukur tingkat pengurangan karbon harian mereka sehari-hari.