Transisi Energi di Tengah Kepungan Tambang Batubara

Samarinda, 7 September 2023 –  Transisi energi adalah sebuah keniscayaan yang tak terhindarkan. Tren dunia saat ini menunjukkan bahwa bumi semakin panas dan untuk membatasi meningginya temperatur bumi diperlukan solusi terstruktur di antaranya dengan transisi energi, yang melibatkan berbagai sektor dan multi-stakeholder.

Masyarakat dan komunitas menjadi salah satu aktor kunci dalam transisi energi yang dapat menginisiasi pengembangan energi terbarukan untuk menjawab kebutuhan energinya. 

Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerjasama dengan proyek Clean Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur mengadakan kegiatan Jelajah Energi Kalimantan Timur (Kaltim) untuk melihat secara langsung dan lebih dekat perkembangan berbagai inisiatif penggunaan energi terbarukan di Provinsi Kalimantan Timur.

Rangkaian kegiatan Jelajah Energi ini diawali dengan workshop, dilanjutkan dengan kunjungan pada sejumlah tempat. Pada hari pertama kunjungan, rombongan Jelajah Energi Kaltim melihat PLTS atap pada kantor Pertamina Hulu Mahakam, TPAS Manggar, dan PLTU Kariangau Teluk Balikpapan.

Perjalanan “Jelajah Energi Kalimantan Timur” berlanjut pada hari kedua dimulai dengan kunjungan ke Desa Mulawarman untuk melihat bagaimana masyarakat memanfaatkan kotoran ternak untuk membuat biogas. Biogas yang ada di desa Mulawarman ini merupakan biogas rumahan bantuan dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kalimantan Timur. 

Desa Mulawarman berada di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Tambang batubara mengelilingi, Desa Mulawarman. Kondisi ini sempat membuat warga desa Mulawarman meminta untuk direlokasi.

Pemerintah Daerah Kalimantan Timur mulai memberikan perhatian pada desa Mulawarman untuk membantu perekonomian warga desa Mulawarman, salah satunya dengan mengembangkan kelompok ternak dan bantuan instalasi biogas.

Pada tahun 2021, Dinas ESDM Kalimantan Timur memberikan bantuan instalasi biogas kepada kelompok ternak (yang telah disurvey) yang berada di desa tersebut, yang berjumlah 20 peternak. Hal ini membuat masyarakat tidak perlu membayar iuran per bulan untuk penggunaan biogas ini. 

Masyarakat pengguna biogas ini segera merasakan dampak positif, seperti  adanya penghematan biaya untuk bahan bakar untuk memasak. Zaenal Abidin, warga Desa Mulawarman, yang juga merupakan penerima manfaat dari bantuan instalasi biogas, mengatakan, bahwa sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan memasak, keluarganya bisa menghabiskan hingga 4 tabung LPG atau elpiji 3 kg dalam satu bulan. Kini, ia dapat memotong kebutuhan elpijinya menjadi hanya 1 tabung elpiji 3 kg saja.

“Untuk masak sehari-hari ini (biogas, red) sudah cukup. Tapi jika ada acara-acara seperti pengajian begitu masih harus menggunakan gas elpiji,” kata Zaenal Abidin.

Zaenal juga menambahkan bahwa proses memasak menggunakan bahan bakar biogas ini sedikit lebih lama dibandingkan menggunakan elpiji.

Bantuan instalasi biogas ini juga dibarengi dengan transfer pengetahuan tentang teknologi pada para peternak. Sehingga para penerima manfaat dapat mendeteksi kendala-kendala teknis yang berpotensi muncul dari penggunaan instalasi biogas rumahan ini.

Rombongan Jelajah Energi Kalimantan Timur melanjutkan perjalanan menuju Desa Menamang Kanan, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Perjalanan menuju Desa Menamang Kanan memakan waktu hampir 3 jam dengan kondisi jalan berdebu berat yang mengakibatkan jarak pandang menjadi sangat terbatas.

Dalam satu tahun terakhir, warga Desa Menamang Kanan berhasil menikmati listrik dari PLTS terpusat bantuan dari Dinas ESDM Kalimantan Timur dengan kapasitas 87 kWp. PLTS ini menyuplai kebutuhan listrik dasar untuk 600 kepala keluarga Desa Menamang Kanan. 

Sebelumnya, warga Desa Menamang Kanan bergantung pada suplai listrik dari PLT Diesel yang disediakan oleh salah satu program CSR perusahaan yang beroperasi di sekitar desa Untuk operasional pembangkit diesel ini, dibutuhkan 70 liter BBM setiap harinya untuk menghidupkan listrik selama 4 jam. 

Zapir, Sekretaris Desa Menamang Kanan, menjelaskan meski listrik dari PLTS ini sudah menambah akses listrik  di Desa Menamang Kanan, namun penggunaannya masih terbatas untuk penerangan dan alat elektronik ringan saja.

“Jadi baru untuk penerangan saja, sama paling kipas angin. Kalau untuk TV atau kulkas masih belum bisa,” ujar Zapir.

Zapir berharap kapasitas PLTS atap terpusat ini dapat ditingkatkan ke depannya supaya warga desa dapat memanfaatkan listrik untuk aktivitas produktif yang berpotensi membawa nilai ekonomis. Bukan terbatas hanya pada penerangan.

Harapan Baru di Menamang Kanan

Samarinda, 7 September 2023 – Desa Menamang Kanan terletak di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara. Dibutuhkan waktu perjalanan sekitar 4 jam dari kota Samarinda via jalan darat untuk mencapai desa ini. Hingga tahun 2022, masyarakat Menamang Kanan menggantungkan akses listriknya pada pembangkit diesel dari program CSR (Corporate Social Responsibilities) suatu perusahaan. Diesel akan menyala dan menjadi sumber penerangan warga selama 4 jam setiap harinya. 

Harapan untuk memiliki akses listrik yang lebih lama dan lebih berkualitas perlahan mulai menemui titik terang di tahun 2022. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kalimantan Timur, desa Menamang Kanan mendapat bantuan PLTS terpusat sebesar 87 kWp. Listrik dari PLTS ini dinikmati oleh 600 kepala keluarga.

Meski sudah memiliki sumber energi lain, sayangnya kualitas listrik yang dihasilkan baru cukup untuk keperluan penerangan dan elektronik sederhana saja. 

“Karena kami kan hanya menghasilkan 700 watt/hari dan itu harus digunakan ramai-ramai, jadi hanya bisa untuk lampu dan kipas angin saja paling. Tidak bisa untuk TV atau masak nasi, apalagi kulkas,” Jelas Zapir, Sekretaris Desa Menamang Kanan.

Zapir. Sekretaris Desa Menamang Kanan
Zapir, Sekretaris Desa Menamang Kanan

Zapir menambahkan, masyarakat Menamang Kanan mengharapkan peningkatan kapasitas listrik yang diterima sehingga masyarakat dapat menggunakan listrik untuk kegiatan lain yang lebih produktif. Tidak terbatas pada penerangan.

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang masyarakat perlu mendapatkan peningkatan kualitas listrik sebab jika listrik yang diterima berkualitas rendah, masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan produktif yang dapat meningkatkan ekonomi. Pembangkit listrik ter-desentralisasi seperti PLTS perlu didorong kapasitasnya untuk menyuplai listrik di daerah pedesaan.

Menurut IESR, pemerintah daerah dapat memanfaatkan kewenangannya dalam pengembangan energi terbarukan yang telah diatur dalam Perpres Nomor 11 Tahun 2023, demi meningkatkan kualitas akses listrik masyarakat. 

“Penambahan kewenangan ini tentunya perlu diikuti dengan inisiatif pemerintah daerah untuk merancang program yang juga menjawab kebutuhan penyediaan akses energi utamanya dengan energi terbarukan setempat. Prinsip desentralisasi energi ini memungkinkan pengupayaan energi mandiri dengan keterlibatan banyak pihak dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan adanya akses energi berkelanjutan,” jelas Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar “Transisi Energi dalam Pemerataan Elektrifikasi Nasional” 

Desentralisasi energi dengan pemanfaatan sumber energi terbarukan akan membuka peluang eksplorasi pemanfaatan secara lebih luas dan partisipatif sehingga dapat mempermudah akses listrik dan meningkatkan keandalan kualitasnya.

Membenahi Strategi Transisi Energi Indonesia

Jakarta, 13 September 2023 – Transisi energi semakin tak terhindarkan seiring dengan menguatnya komitmen iklim global. Sektor energi menjadi salah satu sektor yang disorot mengingat emisi yang dihasilkan begitu tinggi. Hal yang kurang-lebih sama juga terjadi di Indonesia. Komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai status net zero emission diiringi sejumlah strategi dan rencana salah satunya intervensi pada sektor energi khususnya sektor ketenagalistrikan.

Dijelaskan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, bahwa sektor ketenagalistrikan merupakan sektor low-hanging fruit atau sektor yang cukup mudah untuk dilakukan transisi.

“Keberhasilan transisi di sektor kelistrikan akan mempercepat transisi di sektor lainnya seperti industri dan transportasi,” jelas Fabby dalam webinar bertajuk “Mempersiapkan Transisi Energi Indonesia & Antisipasi Implikasinya serta Peluncuran Indonesia Energy Transition Dialogue”. 

Ditambahkan oleh Manajer Program Transformasi Energi, Institute for Essential Services Reform, Deon Arinaldo, sektor ketenagalistrikan memiliki infrastruktur pendukung yang cukup solid untuk bertransisi.

“Sektor kelistrikan memberikan akses kesempatan dekarbonisasi yang terbuka luas. Teknologinya sudah tersedia, terdapat potensi pendanaan internasional seperti JETP, sudah mulai ada kerangka kebijakan pendukung seperti Perpres 112/2022,” kata Deon.

Hal ini selaras dengan strategi yang dirancang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Disampaikan oleh Gigih Udi Atmo, Direktur Konservasi Energi, Kementerian ESDM bahwa prioritas pemerintah juga sektor kelistrikan.

“Dalam peta jalan yang kami susun, power sector sudah nol emission sebelum 2060, antara tahun 2057-2058. Sisanya dari sektor hard to abate, seperti industri dan transportasi,” katanya. 

Adanya kemauan dan dukungan kebijakan untuk bertransisi adalah hal baik namun hal itu dirasa belum cukup oleh Adam Adiwinata, Konsultan ASEAN Energy Transition Outlook, IRENA.

“Efektifitas dan konsistensi kebijakan-kebijakan harus diperhatikan agar transisi energi terjadi secara masif dan terakselerasi. Indonesia harus agile dalam melihat suatu kebijakan, apakah kebijakan tersebut dapat diperbaiki atau diterapkan untuk mendukung transisi energi di Indonesia,” jelas Adam.

Kerangka kebijakan yang konsisten menjadi salah satu poin enabling environment untuk mendorong penetrasi energi terbarukan secara masif. Hal ini dikemukakan oleh ekonom Faisal Basri, yang juga anggota Indonesia Clean Energy Forum.

“Seringkali, enabling environment Indonesia yang mempersulit untuk mendapatkan pendanaan. Kebijakan yang rawan berubah-ubah membuat institusi atau negara ragu untuk memberikan uangnya untuk Indonesia,” kata Faisal.

Faisal juga menambahkan komitmen seperti penerapan pajak karbon yang terus ditunda menunjukkan lemahnya komitmen Indonesia dalam bertransisi energi.

Gerak Sinergis Segenap Pihak Diperlukan untuk Dorong Transisi Energi di Kalimantan Timur

Balikpapan, 5 September 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) menggelar rangkaian acara Jelajah Energi Kalimantan Timur berkolaborasi bersama program Clean Affordable and Secure Energy in Southeast Asia (CASE) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur. Rangkaian Jelajah Energi Kalimantan Timur ini dimulai dengan penyelenggaraan workshop pada Selasa, 5 September 2023. 

Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, Rachmat Mardiana memaparkan, pengembangan energi terbarukan melalui ekonomi hijau dan ekonomi biru dapat menjadi potensi penggerak ekonomi baru di wilayah Kalimantan. Hal ini bisa dilakukan melalui upaya pemanfaatan biodiesel, tenaga surya, dan energi alternatif lainnya yang tersebar di seluruh provinsi. Menurut Rachmat, secara regional, pemerintah daerah dapat mendukung melalui Rencana Umum Energi Daerah (RUED) sesuai dengan kewenangan daerah dalam pengembangan energi terbarukan sebagaimana UU 23/2014 tentang pemerintah daerah. 

“Terdapat beberapa isu kewilayahan di Kalimantan di antaranya produksi tenaga listrik didominasi energi fosil dengan bauran pembangkit listrik terbarukan relatif rendah, pembangunan ibu kota nusantara (IKN) membutuhkan penyediaan listrik yang terbarukan, infrastruktur ketenagalistrikan terdiri dari sistem interkoneksi Kalimantan yang belum terhubung seluruhnya, serta sistem transmisi tegangan ekstra tinggi belum tersambung untuk mengevakuasi daya energi yang tersebar di seluruh wilayah,” ujar Rachmat dalam pembukaan rangkaian Jelajah Energi Kalimantan Timur. 

Untuk mengatasi isu kewilayahan tersebut, lanjut Rachmat, beberapa arah kebijakan perlu diambil seperti pengambangan grid skala kecil terisolasi (isolated mini grid), penyediaan listrik IKN yang hijau, cerdas, dan berkelanjutan, pengembangan jaringan listrik cerdas (smart grid), pengembangan pasokan listrik terintegrasi dengan industri melalui pemanfaatan sumber energi primer, mendorong pemanfaatan energi terbarukan dan mengembangkan interkoneksi antar wilayah. 

Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, Rachmat Mardiana

Kegiatan ini dilanjutkan dengan sesi lokakarya (workshop) pemaparan transisi energi oleh Irwan Sarifuddin, Koordinator Clean Energy Hub IESR. Irwan menjelaskan, untuk melakukan transisi energi berkeadilan, pemerintah daerah tidak boleh hanya memperhatikan nasib pekerja di pertambangan batubara atau Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) saja, melainkan juga perlu memperhatikan para pekerja di daerah-daerah penunjangnya. 

“Kita perlu mempersiapkan agar mereka tidak tertinggal, hal ini bisa diartikan sebagai proses transisi energi berkeadilan. IESR telah melakukan studi Redefining Future Jobs pada tahun 2022 yang menunjukkan keuntungan yang didapatkan oleh daerah penghasil batubara, tidak sebanding dengan kerugian yang dirasakan masyarakat di daerah tersebut. Misalnya saja kerugian degradasi lahan dan risiko kesehatan,” terang Irwan. 

Setali tiga uang, Penasihat Transisi Energi dari Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia, Yudiandra Yuwono menekankan, dalam melakukan transisi energi perlu memastikan adanya kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, proses transisi energi mempunyai banyak elemen dengan beragam konstituensi sistemik. 

“Beberapa tantangan transisi energi seperti kesiapan teknologi, dukungan kebijakan, dan penerimaan masyarakat itu sendiri. Untuk itu, seluruh elemen berperan dalam transisi energi,” kata Yudiandra. 

Lokakarya berikutnya berkaitan co-firing dan biogas dari perwakilan IESR dan Dinas ESDM Kalimantan Timur. Rahmat Jaya Eka Saputra, Staff Program Transformasi Energi IESR menuturkan, PLN mengimplementasikan teknologi co-firing di 36 lokasi PLTU dari target 35 lokasi selama 2022. Program co-firing PLN tersebut mampu memproduksi energi bersih sebesar 575,4 GWh dan berhasil menurunkan emisi karbon sebesar 570 ribu ton CO2 dengan memanfaatkan biomassa sebanyak 542 ribu ton.

“Beberapa keuntungan memanfaatkan biomassa dalam co-firing yaitu signifikan menurunkan emisi pada komposisi perbandingan 20-50% proporsi bahan bakar pengganti batubara, serta penyeimbangan karbondioksida didapatkan melalui penanaman kembali tanaman baru yang akan menyerap karbon dioksida. Namun demikian, co-firing merupakan bahan bakar “transisi” dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan bakar tumpuan energi masa depan,” jelas Rahmat. 

Sonny Widyagara Nadar, Analis Kebijakan Ahli Muda Dinas ESDM Kalimantan Timur menyatakan, potensi biomassa di Kalimantan Timur sekitar 936,14 MW serta biogas 150 MW. Dengan demikian, apabila ditotalkan potensi bioenergi berkisar 1.086,14 MW. Dengan potensi tersebut, beberapa pemanfaatan biomassa dan biogas telah dilakukan. Misalnya saja sekam padi sebagai pupuk atau biomassa. Ada juga pemanfaatan biogas dari kotoran hewan ternak. 

Workshop Jelajah Energi Kalimantan Timur

“Terdapat beberapa tantangan dalam pemanfaatan biogas dari kotoran hewan ternak yakni menjangkau daerah-daerah  terjauh yang mengalami kelangkaan LPG, peningkatan skala biogas untuk ternak komunal, dan hilirisasi pemanfaatan biogas untuk pemanfaatan ekonomi masyarakat,” papar Sonny. 

Sesi selanjutnya, Fadhil Ahmad Qamar, Staff Program CASE, IESR menjelaskan, limbah cair kelapa sawit (palm oil mill effluent/POME) memiliki potensi yang dapat diubah menjadi sumber energi alternatif yaitu energi listrik. Menurut Fadhil, 14 juta hektar mampu menghasilkan 146 juta ton setiap tahunnya, kemudian diolah menjadi 35 juta ton crude palm oil (CPO) dan 28,7 juta ton limbah cair. POME umumnya diolah di kolam terbuka dalam kondisi anaerobik dan menghasilkan biogas. 

“Pemanfaatan biogas dari POME ini bisa membantu pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), seperti 26 juta ton CO2eq/tahun ketika 100 pabrik memanfaatkan biogas dari POME. Namun demikian, dukungan finansial dan kebijakan diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang baik untuk pengembangan pemanfaatan biogas dari POME,” tegas Fadhil. 

Rangkaian kegiatan Jelajah Energi Kalimantan Timur hari pertama ditutup dengan sesi workshop persiapan liputan transisi energi. Kurniawati Hasjanah, Staff Komunikasi IESR menekankan, dalam melakukan liputan transisi energi, jurnalis maupun jurnalisme warga bisa berpatokan pada sejumlah istilah kunci seperti bauran energi, karbon, dan energi alternatif. Berbagai peliputan transisi energi pada dasarnya berada dalam kerangka bagaimana cara mengurangi jejak karbon dalam konsumsi energi dan meningkatkan penggunaan energi alternatif.  

“Dalam mempersiapkan liputan transisi energi, biasanya jurnalis membuat kerangka acuan pemberitaan terlebih dahulu yang berisikan topik, angle pemberitaan yang akan diambil, narasumber serta dokumen sebagai referensi, seperti dokumen NDC, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, Perpres 112/2022. Selain itu, perlu juga daftar video dan foto untuk menjadi panduan fotografer untuk melengkapi liputan,” ungkap Kurniawati Hasjanah.

Melihat Pemanfaatan Energi Terbarukan di Industri dan Komunitas Kalimantan Timur

Balikpapan, 6 September 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyelenggarakan kembali Jelajah Energi, kali ini di Provinsi Kalimantan Timur. Jelajah Energi Kalimantan Timur merupakan inisiatif IESR berkolaborasi bersama program Clean Affordable and Secure Energy in Southeast Asia (CASE) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kesiapan institusi dan berbagai pelaku di daerah untuk mendukung transisi energi Indonesia, memetakan potensi dan inovasi berbasis komunitas yang muncul dan mempelajari untuk dapat direplikasi di tempat lainnya. Rangkaian Jelajah Energi Kalimantan Timur ini dimulai dengan penyelenggaraan workshop pada Selasa, 5 September 2023 dan dilanjutkan dua hari berturut-turut kunjungan ke lapangan. 

Pada hari pertama kunjungan ke lapangan, perjalanan dimulai dengan menyambangi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM). PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) telah memanfaatkan PLTS atap secara on-grid (terhubung jaringan PLN) sebesar 100 kWp untuk memenuhi kebutuhan listrik operasional kantor sejak tahun 2014.

“Terdapat 430 panel surya serta 5 inverter terpasang dalam sistem PLTS atap ini. Dalam sehari, produksi energi dari PLTS atap bisa mencapai 34,4 KWh di mana kebutuhan listrik unit gedung mencapai 21 KWh. PLTS atap kami beroperasi dari pukul 6.00-18.00 WITA. Dari efisiensi emisi, kami telah bisa mengurangi emisi CO2 sebanyak 861,1 ton CO2e sejak PLTS terpasang,” ujar  Responsible for Safety & Environment on Site Balikpapan Based Office, Ruslan Rahim. 

Solar PV
Rombongan Jelajah Energi Kalimantan Timur berkunjung ke PLTS PT Pertamina Hulu Mahakam

Selanjutnya, tim  mengunjungi Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Manggar, Balikpapan, untuk melihat pemanfaatan gas metana dari sampah yang bisa menjadi gas masak untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam prosesnya, sampah organik akan ditumpuk dan dipadatkan di area tertentu untuk mengalami pembusukan. Setelah didiamkan beberapa waktu, nanti akan ada cairan serta gas metana yang dikeluarkan dari sampah yang membusuk. Gas metana yang keluar tersebut akan dipergunakan untuk menjadi sumber energi alternatif. 

“Gas metana dari sampah ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar TPAS Manggar, dan terdapat 300 rumah dengan jangkauan mencapai 7 km dari TPAS Manggar yang telah menerima sumber energi ramah lingkungan ini. Distribusi gas metana ke rumah-rumah warga mengandalkan sejumlah pipa yang dihubungkan ke pembagi aliran gas dan separator yang berfungsi mengurangi kadar air dalam gas metana,” papar Kepala UPTD TPAS Manggar, Muhammad Haryanto.

Rombongan Jelajah Energi Kalimantan Timur mengunjungi TPAS Manggar

Hari pertama kunjungan lapangan Jelajah Energi Kalimantan Timur ditutup dengan kunjungan ke PT PLN Nusantara Power UP Kaltim Teluk untuk melihat program co-firing pada fasilitas PLTU Teluk Balikpapan.  Asisten Manajer Operasi PT PLN Nusantara Power UP Kaltim Teluk Balikpapan Dhidhik K. Laksono mengatakan, persentase campuran cofiring berupa wood chip atau cacahan kayu pada PLTU Teluk Balikpapan sebesar 3% dari total kebutuhan bahan bakar. Namun demikian, implementasi cofiring dengan cacahan kayu masih menghadapi tantangan terhadap pemenuhan bahan baku.

“Untuk mengatasi kendala suplai wood chip, kami melakukan sejumlah upaya penanganan antara lain pengajuan untuk pengadaan kontrak baru dengan PT PLN Energi Primer Indonesia, membuka peluang uji coba jenis biomassa lain, hingga mendorong pemenuhan komitmen pasokan biomassa dari mitra yang sudah bekerja sama,” terang Dhidhik. 

 

Menakar Kesiapan Daerah Penghasil Batubara untuk Bertransisi

Jakarta, 1 September 2023 – Pada tahun 2022, Indonesia merupakan negara penghasil batubara terbesar ketiga di dunia. Hal ini membawa sejumlah dampak baik maupun buruk bagi Indonesia, khususnya daerah penghasil batubara, seperti Kabupaten Paser di Kalimantan Timur dan Kabupaten Muara Enim di Sumatera Selatan. Secara langsung sektor industri batubara berkontribusi pada Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). 

Kontribusi sektor batubara pada pendapatan daerah cukup besar. Di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur 70% PDRB-nya datang dari sektor batubara. Sektor batubara juga berkontribusi pada 20% APBD provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan di Kabupaten Muara Enim, industri batubara berkontribusi pada 50% PDRB, dan 20% APBD Provinsi Sumatera Selatan. 

Julius Christian, Manajer Riset Institute for Essential Services Reform (IESR), menjelaskan bahwa tren penurunan penggunaan dan permintaan batubara global akan semakin cepat seiring dengan naiknya komitmen iklim negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti Tiongkok, India, dan Vietnam. 

“Jika negara-negara ini meningkatkan komitmen iklimnya menjadi kompatibel dengan target Persetujuan Paris, akan ada penurunan drastis dari batubara Indonesia. Hal ini tentu akan berdampak secara ekonomi dan sosial bagi daerah-daerah penghasil batubara Indonesia,” kata Julius.

Ketergantungan ekonomi pada satu sektor ini sudah menjadi perhatian pemerintah daerah. Hal ini dipaparkan dalam peluncuran Studi IESR berjudul “Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara” (1/9) Disampaikan Analis Sosial dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, pemerintah daerah penghasil batubara terkadang tidak memahami risiko dari transisi energi. Namun mereka memahami bahwa ketergantungan ekonomi pada satu sektor tidaklah baik.

“Sebagai salah satu upaya keluar dari ketergantungan ini pemerintah daerah ini mendukung inisiatif CSR perusahaan dan mulai mengidentifikasi peluang diversifikasi ekonomi,” jelas Martha.

Ditambahkan oleh Ilham Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR, bahwa persiapan kapasitas sumber daya manusia menjadi satu poin penting dalam bertransisi secara berkeadilan ini. 

“Mengingat akan ada perubahan dari sektor ekonomi yang familiar dengan mereka seperti pertambangan, menuju energi bersih perlu ada peningkatan kapasitas yang mencakup pendidikan (meliputi-red) literasi keuangan dan kualitas kesehatan,” tambahnya.

Perbedaan tingkat pendidikan menjadi salah satu alasan mengapa masyarakat lokal di daerah penghasil batubara hanya dapat mengakses pekerjaan di tingkat sub-kontraktor. 

Dalam sesi tanggapan, Dedi Rustandi, Perencana Ahli Madya, Koordinator Energi Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian PPN/Bappenas, menyampaikan pentingnya untuk mempersiapkan masyarakat untuk bertransisi. 

“Transisi energi merupakan keniscayaan. Saat ini menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan awareness masyarakat pada isu transisi energi. Cadangan batubara kita sebenarnya tidak terlalu banyak lagi.”

Dalam kesempatan yang sama, Aris Munandar, Analis Kebijakan Ahli Muda Sub-Koordinator 1 Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri menambahkan bahwa transisi energi  di daerah penghasil batubara tidak hanya terkait dengan sektor ESDM saja.

“Dari kami akan mendukung melalui RPJMD. Visi daerah akan menjadi sangat penting untuk dimasukkan dalam dokumen-dokumen strategis ini sebab 2024 akan menjadi tahun politik. Kepala daerah harus jeli melihat hal-hal apa saja yang harus dimasukkan dalam RPJMD,” imbuhnya.

Verania Andria, selaku Senior Adviser for Renewable Energy Strategic Programme UNDP/Ketua Just Transition Working Group JETP Indonesia, berpendapat bahwa terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan dalam proses transisi batubara, salah satunya diversifikasi ekonomi.

“Hal yang penting untuk diperhatikan dalam diversifikasi ekonomi ini terkait dengan sumber finansial yang harus terus dieksplor, tidak bisa hanya bergantung dari dana CSR perusahaan batubara (seperti yang menjadi temuan studi-red),” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Uka Wikarya, Head of Regional and Energy Resources Policy Research Group, LPEM UI. 

“Kualitas SDM sangat perlu untuk terus ditingkatkan melalui pendidikan dan peningkatan kualitas kesehatan. Untuk sektor ekonomi perlu mencari kegiatan atau UMKM yang independen (tidak bergantung operasionalnya pada aktivitas industri batubara-red), supaya intervensi yang dilakukan dapat berkelanjutan,” terang Uka.

Dorong Upaya Bersama Capai Bali Net Zero Emission (NZE) 2045

Bali NZE

Bali, 30 Agustus 2023– Sebagai upaya menuju Bali Net Zero Emission (NZE) 2045, Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali berkolaborasi dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), United States Agency for International Development (USAID) Indonesia, dan Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana mengadakan Lokakarya (Workshop) Bali Menuju NZE 2045 dan Bali Job Fair & Education Expo 2023, mulai 28 – 30 Agustus 2023.

Rangkaian  kegiatan Workshop dan Job Fair, diawali dengan Bali Electric Vehicle Fun Touring pada 27 Agustus. Kegiatan konvoi kendaraan bermotor berbahan bakar ramah lingkungan tersebut dimulai dari Gedung Disnaker ESDM Provinsi Bali dan berakhir di Bali Waduk Muara Pura Tanah Kilap, dengan jarak sekitar 10 kilometer. 

Pada Workshop Bali Menuju NZE 2045, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker ESDM) Provinsi Bali, Ida Bagus Setiawan mengatakan potensi pengembangan energi terbarukan di Bali harus terus dimaksimalkan. 

“Selaras dengan rencana aksi pembangunan energi terbarukan pada 2025. Selanjutnya, Bali akan memfasilitasi dan menyusun kebutuhan kelistrikan Bali dengan penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan di Bali,” ujar Ida Bagus Setiawan pada penyampaian materinya di Gedung Disnaker ESDM Provinsi Bali.

Manajer Akses Energi Berkelanjutan IESR, Marlistya Citraningrum mengatakan Bali saat ini telah memiliki rencana pembangunan rendah karbon berwawasan lingkungan dengan prinsip Nangun Sat Kerthi Loka Bali serta berbagai peraturan yang menyasar dekarbonisasi. 

“Dalam rencana pembangunan Bali rendah karbon, perlu adanya peta jalan dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan di Bali. Sesuai dengan prinsip kehidupan di Bali Tri Hita Karana, yang mendukung kemajuan Bali rendah emisi. Untuk itu, IESR melakukan beberapa upaya strategi aktif, seperti identifikasi potensi PLTS di Bali, pemetaan dan analisis pola perilaku konsumsi listrik calon pengguna PLTS atap, serta melakukan analisis sistem kelistrikan pulau Nusa Penida berkolaborasi dengan tim CORE Udayana,” kata Citra.

IESR berkomitmen untuk mendorong tercapainya Bali NZE 2045 dengan melakukan penandatangan MoU Pengembangan Bali NZE 2045 bersama pemerintah Provinsi Bali pada 5 Agustus. Bahkan pada akhir rangkaian acara Workshop dan Bali Job Fair, IESR juga melakukan penandatangan Perjanjian Kerja Sama (PKS) Peta Jalan Bali NZE 2045 dengan Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Bali (Disnaker ESDM) pada 30 Agustus. 

Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, Ketua CORE Udayana mengatakan bahwa seluruh lapisan masyarakat secara bersama sama harus terus mendukung dan mengawal perkembangan Bali menuju emisi rendah karbon tahun 2045 sebagai bentuk tanggung jawab dan peran bersama. 

Tantangan dan Peluang: Mendorong Pemerataan Akses Listrik di Indonesia

Jakarta, 22 Agustus 2023 –  Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan berbagai kondisi geografis dan demografis, menghadapi tantangan yang kompleks dalam upaya mewujudkan pemerataan akses listrik bagi seluruh penduduknya. Meskipun sudah ada kemajuan yang signifikan dalam sektor energi selama beberapa tahun terakhir, masih banyak daerah terpencil dan pedalaman yang belum terjangkau oleh jaringan listrik nasional. Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menjembatani kesenjangan akses listrik guna memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada semua warga negara.

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR memaparkan, pemerataan akses listrik dan kualitas listrik sesuai dengan kebijakan energi nasional yaitu PP 79 Tahun 2014, tertulis dengan jelas bahwa kebijakan energi nasional punya tujuan untuk menciptakan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Salah satu prioritasnya dalam KEN tersebut yaitu memprioritaskan perkembangan energi, pemanfaatan sumber daya yang ada di dalam negeri untuk masyarakat atau pihak yang belum mendapatkan akses energi, baik itu listrik dan lainnya. 

“Untuk itu, kita memerlukan sebuah strategi yang terbukti ampuh. Misalnya saja pengembangan sistem isolated off grid di Afrika, sistem ini tidak terhubung dengan jaringan besar namun dibangun khusus untuk melistriki wilayah tertentu, memanfaatkan energi terbarukan yang tersedia di daerah tersebut. Meski demikian, strategi ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan.  Pada dasarnya akses listrik seharusnya memiliki semangatnya tidak hanya memberikan akses pada listrik, tetapi juga bagaimana akses listrik bisa memberikan kesempatan bagi masyarakat yang mendapatkan aksesnya untuk memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan perekonomian di daerah,” tegas Deon Arinaldo dalam webinar Road to IETD: Transisi Energi dalam Pemerataan Elektrifikasi Nasional.  

Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR menuturkan, rasio elektrifikasi tidak mampu menjawab pertanyaan terkait aksesibilitas, keandalan, serta kapasitas dan kualitas. Untuk itu, perlu menggunakan Multi-Tier Framework (MTF), dimana merupakan sebuah spektrum kualitas layanan dari sudut pandang pengguna listrik (end-user)

“Misalnya saja, IESR telah melakukan asesmen MTF di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan hasilnya masih terbatas di Tier 1-2, yaitu listrik tidak tersedia selama 24 jam dan terbatas. Sehingga diperlukan metode evaluasi yang bisa mengintegrasikan kualitas layanan listrik sebagai indikator kunci pencapaian terkait akses energi. Hal ini memerlukan koordinasi antar lembaga seperti Kementrian ESDM, PLN, Kemendesa, dan juga Pemda/Pemprov,” ujar Alvin. ‘

Berkaca dari hal tersebut, kata Alvin, IESR mencoba untuk mendorong paradigma Beyond 100%” dimana akses kelistrikan dan energi tidak hanya dilihat dari rasio elektrifikasi saja. Namun perlu adanya  perubahan paradigma penyediaan akses energi, yang tercermin dalam rencana pembangunan energi. Energi yang dimaksud adalah energi untuk pembangunan yang adil dan setara untuk semua kalangan.

Rachmat Mardiana, Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika,Kementerian PPN/Bappenas menyatakan, dengan adanya keinginan Indonesia mencapai negara maju atau keluar dari middle income trap, mencukupi kebutuhan ketenagalistrikan juga merupakan tantangan dalam arah pengembangan wilayah yang ada di setiap pulau di Indonesia. Apabila melihat dari isu kewilayahan ketenagalistrikan, kondisi geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan dan tersebar menjadi tantangan untuk memberikan layanan ketenagalistrikan yang baik. Untuk itu, sejumlah upaya transformatif dalam ketenagalistrikan yang dapat dilakukan seperti percepatan transisi energi, reformasi subsidi, serta peningkatan efisiensi pemanfaatan tenaga listrik.

“Upaya dalam melakukan elektrifikasi di Indonesia juga tidak terlepas dari potensi energi terbarukan di Indonesia, seperti surya, hidro, bioenergi, bayu, panas bumi, dan juga laut. Hal ini juga didukung dengan adanya penurunan biaya investasi sehingga dapat diimplementasikan pada daerah terpencil.Diperlukan upaya yang kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, BUMN, dan para ahli untuk melakukan pemerataan elektrifikasi nasional. Bappenas bersama Asian Development Bank (ADB) telah menyusun suatu model untuk melistriki daerah timur Indonesia seperti Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara yang sumber datanya berasal dari citra satelit. Tujuan utamanya adalah mengurangi biaya investasi awal yang diperlukan,” papar Rahmat. 

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR mengatakan, berlistrik atau memiliki akses listrik menjadi layanan dasar bagi masyarakat untuk kesejahteraan. Untuk itu, definisi rasio elektrifikasi perlu diperbarui agar tidak ada lagi definisi beyond connection. Yang berarti berlistrik itu memiliki arti menerima listrik yang cukup untuk aktivitas sehari-hari, aktivitas produktif dan layanan dasar lainnya untuk mensejahterakan masyarakat. 

“Saat ini terdapat Perpres Nomor 11 Tahun 2023 yang memberikan kewenangan lebih banyak terhadap pemerintah daerah (Pemda), khususnya pengembangan energi terbarukan. Maka implementasi selanjutnya adalah desain program atau rancangan seperti apa yang cocok terhadap penyediaan energi terbarukan dengan wilayah setempat dalam mengupayakan akses listrik. Dengan desentralisasi, semua opsi sumber energi baik dari PLN, pemerintah pusat dan Pemda bisa dieksplorasi untuk meningkatkan kualitas sehingga diharapkan aksesnya bisa mudah, handal dan kualitasnya baik,” ucap Marlistya.

Lambas Richard Pasaribu, VP Pengembangan Lisdes dan Sistem Isolated PLN menjelaskan,  rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,72 persen per Juni 2023. Tantangan dalam upaya pemerataan akses listrik di Indonesia di antaranya keterbatasan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan lainnya. Keterbatasan aksesibilitas di daerah terisolasi dan terpencil, umumnya berada di Indonesia bagian timur. Kadang kala tidak ada dermaga sehingga materialnya dibuang ke laut, kemudian dibawa oleh pekerja kontraktor listrik ke lokasi.

“Untuk itu, PLN bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan pemerintah daerah, khususnya di daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) bersinergi untuk mengembangkan infrastruktur wilayah serta rencana kerja pembangunan listrik pedesaan. Sinergi ini termasuk efisien karena pembangunan infrastruktur dasar tersebut berdampak pada penurunan biaya pembangunan infrastruktur kelistrikan, sehingga semakin banyak desa yang mendapatkan akses listrik,” ucap Lambas.

Sandra Winarsa, Manajer Proyek Energi Hijau (Sumba) Hivos menuturkan, dalam proses transisi energi dan adanya kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP), perlu didorong pemerataan akses listrik ke daerah. Selain itu, di tengah masyarakat yang telah mendapatkan akses kelistrikan, kualitasnya memprihatinkan karena sering mati. 

“Kami apresiasi program pemerintah dalam pemenuhan elektrifikasi tetapi prioritasisasi sepertinya over shadow dengan pengakhiran operasi PLTU batubara. Untuk itu, jangan sampai mereka yang belum mendapatkan ketidakadilan elektrifikasi ini masuk ke dalam jurang lagi. Namun demikian, saya belum melihat adanya prioritas dari JETP terhadap akses listrik. Dalam melakukan desentralisasi, diperlukan juga kesiapan Pemda untuk monitor dalam membantu kelembagaan yang lebih siap, serta kesiapan SDM untuk troubleshoot dalam hal teknis,” kata Sandra. 

Menangani Polusi Udara di Jakarta: Peran Intervensi PLTU Menuju Pensiun Dini

Polusi udara saat ini masih menjadi masalah di berbagai wilayah. Walaupun kesadaran terhadap isu polusi udara telah tumbuh, urgensi menemukan solusi belum menjadi prioritas. Padahal, dampaknya besar bagi semua orang, termasuk anak-anak sebagai kelompok yang paling rentan.

Co-founder Startup Nafas, Piotr Jakubowski memaparkan, polusi udara jauh lebih tinggi di musim kemarau daripada musim hujan. Hal ini terjadi karena arah angin yang terkoneksi dengan sumber polusi. Berdasarkan studi Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), perubahan musim itu sangat berdampak terhadap polusi udara. Piotr menuturkan masalah polusi udara sudah menjadi persoalan sehari-hari di Indonesia sehingga masyarakat perlu melindungi kesehatan diri sendiri dan mulai memikirkan penyelesaian masalah polusi udara secara sistemik. 

“Saat ini terdapat beberapa kategori sumber polusi seperti PLTU, industri, transportasi, logistik, pembakaran lahan, pembakaran sampah yang sembarangan. Sebenarnya sumber polusi itu tergantung dari aktivitas perkotaan itu sendiri dan dampaknya seperti apa itu juga bergantung dengan lokasi geografisnya. Misalnya saja Kota Bandung yang memiliki udara sejuk. Namun demikian,  lokasi kota Bandung secara geografis terletak pada posisi cekungan, sehingga polusi udara di sana tinggi banget dan apabila tidak kena angin maka polusinya bisa bertahan lama dibandingkan Jakarta yang memiliki sumber angin dari laut,” ujar Piotr dalam diskusi ringan Twitter atau X Space yang berjudul Tepis Polusi Udara dengan Intervensi PLTU Batubara

Analis utama CREA, Lauri Myllyvirta menuturkan berdasarkan studi terbaru CREA dan IESR berjudul Health Benefits of Just Energy Transition and Coal Phase-out in Indonesia, PLTU batubara bertanggung jawab atas 10.500 kematian di Indonesia pada 2022. Angka ini bisa semakin meningkat tajam, mencapai 180.000 kematian apabila PLTU batubara tak segera pensiun tahun 2040. 

“Jakarta menjadi salah satu kota di Indonesia yang paling terdampak dari PLTU batubara karena terdapat beberapa PLTU di sekitarnya. Selama musim kemarau, arah angin timur ke selatan, yang berarti PLTU di Cirebon, Cilacap dan sebagainya yang menyebabkan polusi di Jakarta. Udara yang datang ke Jakarta itu sudah terpolusi dan ditambah ada emisi di Jakarta, serta ada reaksi kimia diantara polutan, hal ini menyebabkan polusi udara semakin tinggi,” tegas Lauri. 

Untuk itu, menurut Lauri, sebaiknya pemerintah memasang alat pengendali emisi juga di PLTU sehingga bisa mengontrol emisi yang dikeluarkan oleh PLTU. Menurut kajian CREA dan IESR, emisi polutan udara dari PLTU batubara menjadi salah satu penyebab atas angka kehilangan nyawa di Indonesia serta meningkatnya beban biaya kesehatan. Pada 2022, biaya kesehatan yang ditimbulkan akibat pengoperasian PLTU batubara di Indonesia bisa mencapai USD 7,4 miliar atau setara Rp111,126 triliun. 

Analis Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Raditya Yudha Wiranegara menyatakan, PLTU yang tersebar di sekitar Jakarta menjadi kontributor tingginya polusi di Jakarta. Ia memaparkan ada sekitar 8 PLTU yang mengepung Jakarta, seperti di sebelah timur Jakarta (PLTU Suralaya, PLTU Lontar, PLTU Banten) dan di barat (PLTU Cirebon 1 dan 2, PLTU Batang, PLTU Tanjung Jati). Berdasarkan studi CREA dan IESR, terdapat beberapa PLTU yang dinilai memiliki dampak paling besar terhadap kesehatan, diukur dari jumlahkematian yang disebabkan serta biaya kesehatan. 

“Terdapat lima PLTU teratas yang terindikasi memiliki dampak paling signifikan terhadap kesehatan diantaranya PLTU Batang, PLTU Lontar, PLTU Cirebon 1 dan 2, PLTU Cilacap. Kita mengetahui kelima PLTU ini terhubung dengan jaringan kelistrikan Jawa-Bali yang saat ini statusnya oversupply. Ketika nantinya lima PLTU ini dipertimbangkan untuk dipensiunkan, seharusnya tidak menjadi masalah bagi polusi udara di Jakarta. Namun terdapat kekhawatiran dari PLN, apakah hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada jaringan karena kebanyakan PLTU di list ini berada di sebelah barat, dan seperti kita ketahui beban paling banyak memang di Jawa bagian barat. Untuk itu, perlu dipertimbangkan dan apabila memang dipensiunkan PLTU tersebut maka perlu diikuti kesigapan pemerintah dan PLN untuk melakukan akselerasi energi terbarukan, termasuk pembangunan PLTS,” tegas Raditya.