Peran Industri Menuju Masa Depan Bersih

Bandung, 25 Januari 2024Indonesia, sebagai salah satu negara dengan sumber daya alam yang melimpah, tengah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau bahkan lebih awal. Dalam usaha mewujudkan transisi energi menuju masa depan berkelanjutan ini, sektor industri memiliki peran yang sangat krusial. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), emisi gas rumah kaca (GRK) sektor industri di Indonesia mencapai 238,1 juta ton CO2e pada 2022. Dalam kurun 2015-2022 mencapai 8-20% dari total emisi GRK nasional. Penyumbang emisi terbesar berasal dari penggunaan energi industri. 

Berkaca dari kondisi tersebut, tim Jelajah Energi Jawa Barat melanjutkan kunjungan ke sejumlah industri pada hari ketiga untuk melihat pemanfaatan energi terbarukan. PT Kahatex, PT Surya Energi Indotama, dan Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang menjadi contoh nyata bagaimana industri dapat memainkan peran sentral dalam pemanfaatan energi terbarukan.

Mengurangi Dampak Emisi dari Proses Produksi Industri Garmen dengan Energi Terbarukan

Industri apparel dan garmen, terutama yang masuk dalam rangkaian rantai pasok merk global, memiliki tanggung jawab untuk ikut ‘membersihkan’ proses produksinya. Adanya mekanisme Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) mengharuskan industri ini untuk berhitung berapa banyak emisi karbon yang dihasilkan selama proses produksi. 

Dedi Supriadi, Sustainability Compliance PT Kahatex Majalaya, menyampaikan bahwa saat ini industri tekstil sedang berlomba-lomba untuk bisa berkontribusi dalam hal pengurangan emisi dengan brand internasional. Berbagai upaya dan penggunaan teknologi energi bersih juga terus diupayakan.

“Dari tahun 2021, kami (Kahatex Majalaya) memasang PLTS atap sebanyak 15% dari kapasitas daya terpasang. Dari pemasangan PLTS ini kami berhasil menurunkan emisi sekitar 40%-50% dari 7.567e-1 CO2/unit menjadi 3.190e-1 CO2/unit,” jelas Dedi.

Adanya penurunan emisi yang signifikan ini memicu pihak Kahatex untuk mencari peluang pemanfaatan energi terbarukan lain. Sejak 2022 juga Kahatex mulai menjajaki penggunaan biomassa sebagai sumber energi panas (co-firing dengan batubara), dan sejak 2023 PT Kahatex Majalaya telah menggunakan 100 persen biomassa untuk memenuhi kebutuhan panas dalam proses produksinya.

Surya Menerangi Bumi Indonesia

Direktur Teknik & Operasi, PT Surya Energi Indotama (SEI), Fajar Miftahul Falah memaparkan, SEI sebagai anak perusahaan PT Len Industri (BUMN) mengemban tugas dalam pengembangan bisnis energi terbarukan, khususnya energi surya. Fajar menyatakan, tantangan terberat SEI sejak pendiriannya yakni bidang bisnisnya itu sendiri. Menurut Fajar, pada awal berdiri, banyak yang meragukan atas eksistensi pihaknya sebagai perusahaan tenaga surya. Selain harga PLTS yang masih mahal, Indonesia dianggap belum siap menerima tawaran. Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi energi surya semakin pesat dan harga PLTS sudah relatif terjangkau. Kini pihaknya telah berkecimpung di industri pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sejak tahun 2009, yang berarti lebih dari 15 tahun pengalaman, dengan total kapasitas terpasang PLTS lebih dari 60 MW di seluruh Indonesia. 

Suasana ruang operasional PT SEI untuk memproduksi PLTS 

“Proyek pembangunan PLTS yang digarap kami sekitar 70% berlokasi di wilayah daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) serta mendekati 3T. Untuk itu, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi ketika mengembangkan PLTS di daerah tersebut di antaranya medan yang sulit dijangkau dan faktor keamanan,” tegas Fajar. 

Tak hanya itu, kata Fajar, dari segi biaya pembangunan PLTS di wilayah 3T justru lebih mahal daripada daerah lain, seperti di Pulau Jawa. Sayangnya, banyak masyarakat yang beranggapan biaya pembangunan PLTS di seluruh daerah sama. Yang sebenarnya terjadi adalah PLTS memang murah, tetapi anggaran untuk membangunnya yang mahal. 

“Beberapa proyek PLTS yang kami kerjakan di antaranya PLTS hybrid Nusa Penida, Bali dengan kapasitas 4,2 kWp, PLTS rooftop Terminal Eksekutif Merak berkapasitas 324 kWp dan Terminal Eksekutif Bakauheni dengan kapasitas 192 kWp. Dengan fokus bisnis energi terbarukan, kami berharap dapat turut serta berkontribusi untuk Indonesia mencapai target NZE pada 2060 atau lebih awal,” ujar Fajar. 

Panas Bumi untuk Kurangi Emisi

Rintik-rintik hujan menyambut tim Jelajah Energi Jawa Barat saat tiba di PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang, anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) di bawah Direktorat Hulu yang mengelola panas bumi mulai kegiatan eksplorasi sampai dengan produksi uap dan listrik. Pengembangan sumber energi panas bumi Kamojang tersebut dikelilingi hamparan hutan pinus di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.  

Yustinar Uli, perwakilan tim PGE memaparkan, PGE Area Kamojang menjadi pioneer pengusahaan panas bumi di Indonesia dengan pemboran sumur eksplorasi panas bumi pertama oleh Belanda pada tahun 1926-1928. PGE Area Kamojang mulai beroperasi pada 29 Januari 1983 ditandai dengan beroperasinya PLTP Unit 1 Kamojang. 

Lalu, dilanjutkan dengan pembangunan unit-unit lainnya hingga PLTP Kamojang Unit 5 yang mulai beroperasi pada 2015. Saat ini PGE mengoperasikan PLTP Kamojang Unit 4 dan 5 masing-masing 60 MW dan 35 MW, sementara PLTP Kamojang Unit 1,2 dan 3 dengan kapasitas total 140 MW dioperasikan oleh PLN,” ujar Yustinar. 

Yustinar menuturkan, total kapasitas terpasang pembangkit panas bumi di area Kamojang mencapai 235 megawatt (MW) atau setara dengan pengurangan emisi CO2 1,2 juta ton per tahun. Listrik yang dihasilkan, kata Yustinar, diserap oleh PT PLN dan didistribusikan melalui sistem interkoneksi kelistrikan Jawa Madura Bali (Jamali).

 

Membangun Kerangka Pemahaman Gotong Royong Energi Terbarukan

Bekasi, 23 Januari 2024 – Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari macam-macam penggunaan energi. Mulai dari skala rumah tangga untuk memasak, hingga skala utilitas seperti pembangkit listrik dengan kapasitas ratusan megawatt. Meskipun kegiatan pemanfaatan energi selalu dilakukan setiap hari, namun pemahaman dan literasi tentang energi masih terus harus dibangun, utamanya tentang penggunaan sumber energi yang bersifat terbarukan dan lebih bersih.

Institute for Essential Services Reform (IESR) secara aktif menggandeng berbagai pihak untuk terus membangun pemahaman dan kapasitas tentang transisi energi, salah satunya melalui program Jelajah Energi. Jelajah Energi merupakan suatu upaya mendokumentasikan berbagai praktik baik pemanfaatan energi terbarukan di masyarakat maupun pada sektor industri. 

Deon Arinaldo, Program Manager Transformasi Energi IESR, dalam lokakarya pengantar Jelajah Energi Jawa Barat, menyatakan bahwa pemahaman mendalam tentang transisi energi dan manfaatnya bagi lingkungan serta manfaat sosial ekonomi menjadi motivasi penggerak partisipasi masyarakat dalam proses transisi energi.

“Pemahaman masyarakat yang tepat terhadap pemanfaatan energi terbarukan i, diharapkan  dapat memberikan dukungan penuh dalam implementasi solusi-solusi berbasis energi bersih,” kata Deon.

Dalam forum yang sama, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Ai Saadiyah Dwidaningsih, menyampaikan bahwa kegiatan Jelajah Energi Jawa Barat ini menjadi suatu kegiatan yang relevan dengan situasi Jawa Barat saat ini yang telah mencatat penggunaan energi terbarukan sebesar 23,41% pada 2023.

“Jawa Barat memiliki potensi renewable energi sebesar 192 GW, mulai dari surya, biomassa, panas bumi, hidro dan angin. Namun dari 192 GW potensi ini baru 3,41 GW atau 2% saja yang sudah terutilisasi,” kata Ai.

Ai menambahkan kegiatan Jelajah Energi Jawa Barat akan memberikan pengalaman untuk memahami dan mengetahui perkembangan transisi energi ini di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, sehingga harapannya akan muncul inisiatif atau masukan kolaborasi lintas sektor.

Setelah workshop pengantar, perjalanan Jelajah Energi dimulai dengan berkunjung ke unit Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Bantar Gebang. PLTSa Bantar Gebang berlokasi di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang dan merupakan salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di dunia. 

Unit PLTSa Bantar Gebang ini merupakan suatu proyek percontohan (pilot project) milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Saat ini PLTSa Bantar Gebang menghasilkan listrik sekitar 750 kWh per hari. Listrik yang dihasilkan ini digunakan untuk operasional PLTSa dan TPST Bantar Gebang, dan tergunakan sekitar 300-450 kWh. 

Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang, menyatakan bahwa adanya kelebihan daya (excess power) sehingga perlu  dipikirkan opsi penggunaan kelebihan daya ini.

“Karena kita tidak masuk grid, jadi sekarang kelebihan daya terbuang,” jelas Harun.

Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang
Harun Al Rasyid, Wakil Manajer Operasional PLTSa Bantar Gebang

Selain digunakan sebagai bahan bakar PLTSa, sampah dari TPST Bantar Gebang juga digunakan sebagai refuse derived fuel (RDF). Ari Prihantono dari tim Nathabumi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk, mengatakan bahwa RDF menjadi suatu bahan bakar alternatif yang hemat biaya (cost effective).

“Pemilahan sampah menjadi tantangan terbesar dalam proses rantai pasokan RDF ini. Pembenahan proses pemilahan ini menjadi kunci pembenahan rantai pasok RDF. Jika kita dapat melakukan pemilahan sejak awal, kita dapat memangkas biaya pemilahan terpusat,” kata Ari.

Situasi PLTSa Bantar Gebang
Situasi PLTSa Bantar Gebang

 

PLTSa Bantar Gebang juga menghasilkan paving block dari Fly Ash Bottom Ash (FABA) sisa pembakaran dari PLTSa. Dari 100 ton sampah per hari, dapat menghasilkan 10 ton FABA yang dapat digunakan.

Menelusuri Manfaat Energi Terbarukan di Tanah Pasundan

Bandung, 24 Januari 2024 – Energi terbarukan menjadi sebuah keharusan yang perlu terus didorong pemanfaatannya menuju keberlanjutan dan pengurangan dampak lingkungan. Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, upaya untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan semakin menjadi fokus. Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, wilayah tersebut memiliki potensi energi terbarukan mencapai 192 GW (gigawatt).

Untuk melihat lebih dekat berbagai perkembangan energi terbarukan di sektor industri dan masyarakat di Jawa Tengah, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyelenggarakan Jelajah Energi Jawa Barat selama empat hari yakni  23-26 Januari 2024. Pada hari kedua, terdapat dua pembangkit energi terbarukan milik PT PLN Nusantara Power, dan satu desa yang dikunjungi rombongan, yakni  PLTMH Gunung Halu, Kab. Bandung Barat.

PLTA dan PLTS Cirata: Dua Kekuatan Energi Terbarukan yang Berjalan Seiring

PLTA Cirata, salah satu pembangkit listrik tenaga air yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penyediaan energi bersih di Jawa Barat. Ristanto Handri W, Senior Officer PJB UP PLTA Cirata memaparkan, PLTA tersebut memiliki sistem transmisi interkoneksi 500 kV Jawa Madura Bali. 

“PLTA yang dibangun pada dekade 1980-an ini memiliki delapan pembangkit listrik dengan total kapasitas 1.008 megawatt (MW).PLTA ini terbesar di Indonesia dan nomor dua se-Asia Tenggara (setelah PLTA di Vietnam, red),” ujar Ristanto. 

Sementara itu, PLTS Cirata menjadi bukti bahwa energi surya dapat diintegrasikan ke dalam portofolio energi Jawa Barat. Dimas Kaharudin,  Direktur Operasional PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy (PMSE) menyatakan, PLTS Cirata memiliki kapasitas produksi listrik sebesar 192 megawatt peak (MWp) memiliki potensi untuk penambahan kapasitas hingga mencapai 1000 MWp. 

“Agar pulau panel surya tidak bergerak maka menggunakan jangkar. Satu pulau memerlukan 150 jangkar yang terletak di pinggir pulau tersebut. Satu pulau berkapasitas 15,7 MWp. Keberadaan PLTS ini membuktikan energi bersih dapat bersaing kompetitif secara ekonomis dengan energi fosil,” kata Dimas. 

Dimas menegaskan, terdapat kombinasi PLTA dan PLTS yang berada di satu wilayah bisa membuat pasokan listrik tetap stabil. Misalnya saja seperti PLTA dan PLTS Terapung Cirata yang dikelola oleh PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). 

“Ketika PLTA produksinya rendah ketika musim kemarau, maka PLTS akan produksi tinggi. Begitu juga sebaliknya, ketika musim hujan ketika PLTS produksinya menurun, tapi PLTA-nya produksinya naik. Sehingga dengan dua musim (hujan dan kemarau, red), penggunaan energi terbarukan di Cirata dapat bermanfaat secara maksimal,” kata Dimas. 

PLTMH Gunung Halu: Memberdayakan Energi Mikro untuk Komunitas Lokal

Adanya kearifan lokal mendorong terhadap pemahaman mengenai pola alam sekitar yang terbukti mampu membawa masyarakatnya berdaya. Misalnya saja di Kampung Tangsijaya, Desa Gununghalu, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Warga sekitar memanfaatkan dan mengolah arus sungai menjadi energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Pengelola PLTMH Gunung Halu, Toto Sutanto memaparkan, PLTMH Gunung Halu memiliki kapasitas sekitar 18 kWh, yang dapat mengaliri listrik ke 80 rumah di Kampung Tangsijaya. Tidak sekadar memberikan listrik untuk puluhan rumah, energi listrik dari PLTMH juga mendukung operasional pabrik kopi, yang menjadi sentral perekonomian di kampung tersebut.

“Kami memanfaatkan debit air sungai sebesar 400 liter/detik dan head setinggi 8 meter. Listrik yang dihasilkan dari PLTMH disalurkan ke rumah warga dan mereka hanya dikenakan iuran Rp 25 ribu per bulan. Sementara fasilitas umum, seperti sekolah dan masjid, serta rumah warga lansia tidak dipungut iuran listrik,” ujar Toto. 

Lemahnya Kebijakan dan Aksi Iklim Indonesia

Jakarta, 30 Januari 2024 – World Meteorological Organization (WMO) menobatkan tahun 2023 sebagai tahun terpanas. Catatan sejarah menunjukkan bumi terus mengalami peningkatan suhunya dari tahun ke tahun. Untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat para ahli telah merekomendasikan sejumlah aksi iklim, salah satunya untuk memastikan dunia mencapai puncak emisi global pada tahun 2030 dan harus turun pada tahun-tahun berikutnya. 

Penggunaan energi fosil menjadi salah satu kontributor emisi terbesar di dunia. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengatakan Indonesia membutuhkan  aksi yang terukur dan riil untuk kita bertransisi dari energi fosil.

“Berdasarkan penilaian Climate Action Tracker (CAT), Indonesia tidak menunjukan penurunan emisi, bahkan mengalami kenaikan emisi pada tahun 2022 dan salah satu penyebabnya adalah peningkatan konsumsi batubara yang digunakan untuk hilirisasi. Rating Indonesia bahkan turun dari “highly insufficient” menjadi “critically insufficient”. Yang terpenting adalah langkah riil untuk akselerasi transisi pada dekade ini,” tegas Fabby.

Indonesia, sebagai salah satu 10 besar negara penghasil emisi di dunia justru mendapatkan catatan buruk dengan turunnya peringkat iklim Indonesia ke level terbawah menurut kerangka penilaian Climate Action Tracker (CAT).

Delima Ramadhani, Koordinator Proyek Climate Policy IESR, menyampaikan dalam peluncuran laporan Climate Action Tracker CAT, sepanjang tahun 2023 Indonesia menyampaikan sejumlah inisiasi dan kebijakan yang secara normatif mendukung adanya percepatan transisi energi, namun hal ini tidak berimplikasi pada upaya penurunan emisi.

“Rating Indonesia turun dari “highly insufficient ” menjadi “critically insufficient”. “Critically insufficient” berarti jika negara-negara memiliki komitmen iklim seperti Indonesia, laju pemanasan global akan ada di level 4 derajat,” kata Delima.

Mustaba Ari Suryoko, Analis Kebijakan Madya, Koordinator Pokja Penyiapan Program Aneka EBT, menanggapi bahwa penilaian terhadap upaya penurunan emisi menjadi i suatu pengingat bagi seluruh pihak untuk terus bekerja mencapai target penurunan emisi.

“Angka capaian adalah akumulasi dari berbagai variabel, maka kami berharap dalam perencanaan bukan hanya menentukan target yang ambisius namun juga harus dikerjakan upaya pencapaian,” katanya.

Anna Amalia, Fungsional Perencana Madya Bappenas, mengatakan bahwa untuk mengejar target iklim Indonesia yang lebih ambisius terdapat beberapa kesempatan.

“Pemerintah mulai bergerak progresif, dalam 20 tahun ke depan kita akan punya RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional-red) yang fokus pada penurunan emisi GRK, bagaimana kita mendorong pertumbuhan ekonomi melalui koridor yang rendah emisi dan tentu saja kebijakan lainnya akan mengikuti,” kata Anna.

Laporan tahunan Climate Transparency juga menyertakan Implementation Check untuk melihat efektivitas pelaksanaan kebijakan iklim.

Akbar Bagaskara, Analisis Sektor Ketenagalistrikan IESR, menjelaskan sektor ketenagalistrikan Indonesia ada pada kategori medium sebab implementasi kebijakan yang mendukung adanya transisi di sektor ketenagalistrikan belum berjalan dengan efektif.

“Secara historis, dalam lima tahun terakhir kita tidak mencapai target tahunan energi terbarukan. Perlu penguatan kebijakan untuk memperkuat ekosistem pendukung energi terbarukan Indonesia, serta pelibatan berbagai kelompok dalam proses perencanaan, procurement, hingga evaluasi,” jelas Akbar.

Yosi Amelia, Staff Program Hutan & Iklim, Yayasan Madani Berkelanjutan, menyoroti adanya ketidaksinkronan strategi lintas kementerian dan lembaga pemerintah yang menciptakan ketidakjelasan dokumen yang dijadikan pedoman. 

“Terdapat ketidaksinkronan antar dokumen misalnya tentang kuota deforestasi Indonesia. Dalam strategi FOLU Net Sink 2030, tidak ada lagi kuota deforestasi sementara pada E-NDC masih memberikan kuota deforestasi,” kata Yosi.

Dua Kelompok Masyarakat Bangun Usaha Berbasis Keberlanjutan

Cirebon, 26 Januari 2024 – Pada hari keempat, tim Jelajah Energi Jawa Barat melanjutkan perjalanan menuju Cirebon. Tepatnya di Kesunean Selatan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk. Di sana, rombongan bergerak menuju bibir pantai untuk menanam mangrove. Kesunean Selatan memiliki satu permasalahan yakni fenomena tanah timbul. Tanah timbul ini muncul akibat penimbunan sampah di bibir pantai yang dipadatkan hingga membentuk daratan baru.

Kebiasaan warga ini mengancam satu ekosistem mangrove yang berfungsi untuk menahan abrasi laut. Selama kurang lebih satu tahun, sekelompok masyarakat Kesunean berinisiatif membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk merawat kawasan mangrove yang terletak di wilayahnya.

Rombongan Jelajah Energi Jawa Barat mengunjungi kawasan mangrove Kesunean ini untuk ikut menanam mangrove sebagai upaya restorasi hutan mangrove.

Pepep Nurhadi, Ketua RW 09 Kesunean Selatan, sekaligus ketua Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Kesunean Selatan, mengatakan keberadaan mangrove di Kesunean Selatan berperan penting dalam mencegah banjir dan abrasi serta menjaga ekosistem pesisir.

“Untuk itu kami berterima kasih kepada semua pihak yang sudah mendukung kami dalam upaya penanaman mangrove ini. Kami berharap daerah kami ini kedepannya dapat menjadi daerah ekowisata sehingga dapat lebih bermanfaat untuk warga sekitar,” katanya.

 

Koperasi Karya Nugraha Jaya Rintis Sustainable Dairy Farm

Masyarakat dan komunitas terus mencari cara untuk menggunakan teknologi energi terbarukan. Dalam lanskap usaha mikro dan koperasi, kelompok masyarakat seperti Koperasi Produsen Karya Nugraha Jaya berusaha agar proses operasional peternakan dapat menjadi bersih dan berkelanjutan (clean and sustainable). 

Koperasi Karya Nugraha Jaya adalah koperasi peternakan sapi perah yang terletak di Desa Cipari, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, berdiri sejak tahun 2004 dan memiliki sekitar 4000 ekor sapi dengan jumlah anggota koperasi 100 peternak. Koperasi ini tergerak untuk menyelenggarakan peternakan yang bersih dan berkelanjutan.

Iding Karnadi, Ketua Koperasi Karya Nugraha Jaya, menyampaikan bahwa hal pertama yang diinisiasi adalah pemasangan reaktor biogas untuk mengolah limbah kotoran sapi. 

“Awalnya kan kotoran sapi perah ini menjadi permasalahan lingkungan, selain kotor juga bau. Akhirnya kami berkolaborasi dengan ITB untuk membuat instalasi biogas ini,” katanya.

Instalasi biogas akhirnya terpasang dengan kapasitas produksi sebesar 100 m3 gas per hari. Gas yang dihasilkan ini digunakan untuk kebutuhan listrik pemanas air di peternakan. Tidak berhenti di situ, Koperasi Karya Nugraha Jaya juga memasang instalasi panel surya secara hybrid pada peternakan dan pabrik pakan sebesar 56 kWp. 

“Untuk pabrik pakan, kami saat ini sepenuhnya menggunakan listrik dari PLTS sebesar 40 kWp, tidak lagi menggunakan listrik dari PLN,” kata Iding.

Iding lantas melanjutkan pihaknya terus melihat peluang-peluang lain untuk membuat koperasi peternakannya semakin maju dan semakin banyak mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan. Seperti saat ini pihaknya tengah bekerjasama dengan ITB untuk pengolahan air limbah peternakan. Ke depannya, pengelola koperasi ini bercita-cita supaya lokasi koperasi ini menjadi objek wisata edukasi tentang Sustainable Dairy Farm.

Mangrove untuk Masyarakat

Cirebon, 26 Januari 2024 – Kesunean Selatan merupakan salah satu daerah pesisir di wilayah Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Terletak di pesisir pantai, wilayah Kesunean Selatan ini mengalami ancaman berupa abrasi atau banjir rob. Menyadari hal tersebut, warga mulai menanam mangrove untuk menghalau abrasi tersebut. 

Kebutuhan untuk mempertahankan mangrove ini kurang berjalan mulus mengingat ada kebiasaan masyarakat setempat untuk menimbun sampah dan menjadikannya tanah timbul.  Tanah timbul adalah sebuah fenomena di mana warga dengan sengaja mengumpulkan sampah, kemudian menumpuk dan menimbunnya di pesisir hingga menjadi padat dan membentuk daratan baru untuk digunakan sebagai area bermukim.

Mengingat lokasinya yang ada di pesisir pantai, sejumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Kerja (Pokja) mangrove RW 09 Kesunean Selatan melakukan berbagai upaya termasuk mengedukasi warga sekitar untuk tidak menimbun sampah dan membuat tanah timbul lagi di area sekitar hutan mangrove. Meskipun kesadaran masyarakat mulai terbangun dengan tidak lagi menimbun sampah, namun masih ada warga masyarakat yang menebang pohon mangrove untuk kayu bakar, dan menginjak pohon mangrove yang kecil saat akan melaut. 

Pepep Nurhadi, Ketua RW 09 Kesunean Selatan sekaligus pengurus Pokja Mangrove Kesunean berharap bahwa hutan mangrove Kesunean Selatan ini dapat bertahan bahkan berkembang.

“Kami berharap mangrove ini dapat berkembang menjadi semacam ekowisata sehingga masyarakat sekitar dapat secara langsung mendapat manfaatnya secara sosial ekonomi,” kata Pepep.

Untuk itu, pihak Pokja Mangrove Kesunean Selatan membuka diri pada kolaborasi dan asistensi dari berbagai pihak. Sejak tahun 2023, Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui komunitas Generasi Energi Bersih (GEB) melakukan observasi dan asesmen kolaborasi yang dapat dilakukan bersama warga Kesunean Selatan.

Setelah berdiskusi dengan masyarakat setempat, terdapat beberapa hal yang berhasil diidentifikasi yaitu penanaman bibit mangrove dan perawatannya, pembuatan mangrove track (semacam jembatan) supaya nelayan yang akan melaut tidak lagi menginjak bibit-bibit mangrove, juga peningkatan kapasitas warga sekitar melalui pelatihan batik ecoprint dengan pewarna alami utamanya mangrove. 

Untuk mengajak keterlibatan lebih banyak orang, Generasi Energi Bersih membuka donasi untuk pengembangan kawasan mangrove Kesunean Selatan supaya menjadi kawasan ekowisata melalui laman berikut ini.

Air Menggerakkan Produksi Kopi Dusun Tangsi Jaya

Bandung, 24 Januari 2024 – Suasana sejuk dan rintik-rintik hujan membasahi tanah menyambut tim Jelajah Energi Jawa Barat ketika tiba di Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Gunung Halu. Perjalanan yang berkelok-kelok dan menempuh waktu sekitar 3-4 jam dari Purwakarta, membawa tim tersebut ke sebuah lokasi yang menjadi perwujudan inovasi dan pemberdayaan masyarakat setempat. PLTMH Gunung Halu menjadi salah satu pemberdayaan energi mikrohidro yang dikelola oleh komunitas setempat. Dengan memanfaatkan potensi air sungai yang melimpah, PLTMH ini mampu menghasilkan listrik secara berkelanjutan tanpa menghasilkan emisi karbon yang tinggi. 

Pengelola PLTMH Gunung Halu, Toto Sutanto menjelaskan, sebelum adanya PLTMH, warga Dusun Tangsi Jaya kekurangan penerangan serta tidak memiliki peralatan elektronik seperti penanak nasi (rice cooker), kulkas, dan televisi. Bahkan, sebelum tahun 2000, Dusun Tangsi Jaya tidak memiliki akses listrik, mereka mengandalkan lampu minyak untuk menerangi rumah sehari-hari. Jumlah penduduk yang minim, hingga hambatan akses serta jarak menjadi beberapa faktor jaringan listrik tidak masuk ke dusun tersebut pada momen itu. 

“Dengan kondisi tersebut, muncul inisiatif warga untuk memanfaatkan arus sungai Ciputri dengan menggunakan kincir air sederhana selama 10 tahun lamanya. Hingga kemudian, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat melihat potensi PLTMH tersebut dan memberi bantuan. Kini warga sekitar sudah bisa memanen senyum karena memperoleh listrik yang bersih dan murah,” terang Toto. 

Toto menegaskan, dengan adopsi energi terbarukan melalui PLTMH Gunung Halu, kampung tersebut lebih mandiri dengan adanya pencahayaan dan listrik yang mendukung kehidupan sehari-hari warganya. Pengelolaan PLTMH tersebut diserahkan kepada warga setempat yang tergabung dalam koperasi. Setelah Dusun Tangsi Jaya memiliki PLTMH, jaringan listrik milik PLN masuk ke dusun tersebut. Namun demikian, mayoritas warga memilih tetap menggunakan aliran listrik dari PLTMH. 

“Sekitar 80 dari hampir 100 rumah yang berada di Dusun Tangsi Jaya memilih menggunakan listrik PLTMH karena lebih murah dan stabil. Sedangkan sisanya menggunakan listrik dari PLN maupun memakai keduanya. Dari sisi harga, listrik dari PLTMH lebih murah, sekitar Rp25 ribu per bulan, dibandingkan iuran listrik PLN yang mencapai Rp50 ribu per bulan. Namun demikian, untuk fasilitas umum tidak dikenakan tarif dalam pemanfaatan listrik dari PLTMH, begitu juga dengan lansia,” kata Toto. 

Menurut Toto, tak sekadar penerangan semata, PLTMH tersebut mendorong warga untuk menjaga kelestarian alam sekitar. Operasional PLTMH yang perlu aliran air yang stabil membuat warga sekitar enggan untuk merusak hutan di sekitar dusun. Sebab, apabila hutan dibabat habis, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap aliran sungai yang menjadi sumber tenaga dari PLTMH. Kelestarian hutan yang masih asri berperan dalam menjaga aliran air Sungai Ciputri untuk tenaga PLTMH. 

“Agar bisa dimanfaatkan lebih luas, PLTMH Gunung Halu memiliki rencana untuk menambah satu unit. Dijadwalkan dibangun pada Februari 2024, unit PLTMH baru itu dapat menghasilkan listrik dengan kapasitas 30 kilowatt. Dengan penambahan kapasitas yang cukup signifikan, pasokan listrik dari unit PLTMH baru rencananya akan dialokasikan sepenuhnya untuk kebutuhan listrik warga,” terang Toto.  

Toto menuturkan, PLTMH yang sudah ada nantinya akan dialihkan fungsi untuk memasok tenaga bagi industri pengolahan kopi yang dijalankan oleh warga setempat. Kesuksesan Tangsi Jaya dalam mencapai swasembada energi memanfaatkan sumber energi dari mikrohidro membuat dusun tersebut menjadi percontohan dalam pengembangan PLTMH. Khusus untuk pemeliharaan, Toto memberdayakan pemuda sekitar untuk keberlangsungan PLTMH. Mereka bertugas untuk menagih iuran serta memastikan arus air tidak terhambat.

Memanen Kopi dari Energi Terbarukan

Dusun Tangsi Jaya tidak hanya menikmati PLTMH dalam aktivitas sehari-hari saja, melainkan juga untuk memproduksi kopi. Ketika tim Jelajah Energi Jawa Barat tiba di pusat pengolahan kopi, tercium aroma kopi yang khas, hangat, dan menggoda. Toto menuturkan, tersebut dua jenis kopi Gunung Halu yakni arabika dan robusta, dengan pengolahan dilakukan dengan light roast, medium roast dan dark roast serta beberapa varian kopi tersebut yakni natural, honey, full wash dan wine. 

“Dari PLTMH, listrik masuk ke pabrik kopi terlebih dahulu untuk pengolahan kopi. Jika di hitung-hitungan, pabrik kopi hanya menggunakan 12 kWh kalau semua mesin digunakan. Apabila listrik tidak kuat karena mesin digunakan semuanya, pasti kami off (mematikan aliran listrik, red) terlebih dahulu ke warga. Tapi alhamdulilah sampai sekarang, saya tidak pernah mematikan listrik ke warga,” tambah Toto.

Toto bercerita, pusat pengolahan kopi tersebut diprakarsai dukungan Universitas Darma Persada (Unsada) melalui program desa mandiri energi dan ekonomi. Bermula adanya kelebihan daya 3 kW menjadi jalan mengoperasikan energi terbarukan ke sektor ekonomi. Pusat pengelolaan kopi ini juga mendapat donor dari Jepang sebesar Rp1,98 miliar pada 2017 untuk menerapkan ekonomi sirkular yang mampu berkontribusi positif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.

“Saat ini pengolahan kopi terus berjalan dan koperasi selalu mendorong memberdayakan masyarakat sekitar. Misalnya saja kita membuka lowongan pekerjaan kepada ibu-ibu ketika panen raya. Harga kopi dari petani dibeli lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar mereka mau merawat tanaman dan juga hutannya,” ujar Toto. 

Transisi Energi Berkeadilan: Pemulihan Lingkungan dan Ekonomi Masyarakat Pasca Tambang Harus Jadi Kewajiban Perusahaan

Jakarta,  24 Januari 2024 – Energi telah menjadi kebutuhan primer manusia. Oleh karena itu, transisi energi beralih dari energi fosil ke energi terbarukan akan berdampak pada kehidupan masyarakat. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang pelibatan seluruh masyarakat perlu dilakukan untuk memastikan bahwa transisi energi berlangsung secara berkeadilan.

Selama ini, industri batubara menjadi penyumbang besar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah penghasil batubara. Namun ke depannya, tren transisi energi diprediksi akan mempengaruhi penurunan permintaan batubara Indonesia dari negara tujuan ekspor.

“Sektor pertambangan batubara memang berkontribusi terhadap perekonomian daerah, terutama melalui dana bagi hasil. Namun sektor ini juga memiliki eksternalitas negatif, tidak hanya pada lingkungan, namun juga bagi masyarakat. Perusahaan batubara juga harus dilibatkan dalam transisi berkeadilan, tidak hanya pada daerah penghasil batubara, namun juga daerah lainnya,” ujar Wira dalam sambutannya pada Dialog Transisi Berkeadilan: Mengidentifikasi Peran Sektor Swasta dalam Pemberdayaan Sosial-Ekonomi Masyarakat, yang diselenggarakan di Jakarta (24/01).

Menurutnya, perusahaan berperan dalam mengurangi eksternalitas negatifnya, melakukan reklamasi dan kegiatan pasca tambang serta pengembangan masyarakat untuk penciptaan ekonomi baru setelah operasi tambang batubara berakhir.

Sulistiyohadi, Inspektur Tambang Madya/Koordinator PPNS Mineral dan Batubara memaparkan kegiatan reklamasi telah dimulai sejak tahap eksplorasi dan operasi produksi. Sementara rencana pasca tambang diajukan sejak tahap operasi produksi. Ia menjelaskan beberapa teknik reklamasi, di antaranya penatagunaan lahan, revegetasi, dan pemeliharaan  lahan. 

“Ada beberapa hal yang dilakukan untuk mereklamasi lubang bekas tambang yang meliputi; stabilisasi lereng, pengamanan lubang tambang (void), Pemulihan atau pemantauan kualitas air serta pengelolaan air dalam lubang bekas tambang void, dan pemeliharaan lubang bekas tambang,” ungkap Sulistiyo. 

Sebagai percontohan strategi reklamasi pasca tambang, Yulfaizon, General Manager PT Bukit Asam Tbk Unit Pertambangan Ombilin berbagi pengalaman agar wilayah bekas tambang dapat bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Tambang Ombilin merupakan tambang tertua di Indonesia, yang telah beroperasi sejak 1892 pada zaman penjajahan Belanda dan berakhir pada tahun 2016. 

Yulfaizon memaparkan beberapa kegiatan pasca tambang yang telah dilakukan oleh PT Bukit Asam antara lain pembangunan kebun binatang Sawahlunto, membuka pusat studi tambang batubara bawah tanah, pusat wisata Museum Lobang Mbah Soero.

Mendorong Transisi Energi dari Level Sub-Nasional

Semarang, 19 Desember 2023 – Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Iklim tahunan yang diselenggarakan di Dubai pada November – Desember 2023 ini menghasilkan sejumlah kesepakatan global, salah satunya kesepakatan 118 negara untuk bertransisi dan meninggalkan bahan bakar fosil. Kesepakatan ini lahir salah satunya karena desakan negara-negara yang mengalami dampak perubahan iklim. Tahun 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah. 

Dalam pidato pembukanya untuk Forum Akselerasi Energi Terbarukan Jawa Tengah Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan bahwa hal paling sederhana untuk memastikan transisi energi terjadi adalah dengan menambah kapasitas energi terbarukan pada bauran energi.  Untuk menambahkan kapasitas energi terbarukan secara masif dibutuhkan biaya investasi yang tidak sedikit, dan kondisi pendukung (enabling conditions) yang komprehensif.

“Transisi energi yang kompleks dan mahal hanya bisa terjadi jika ada enabling conditions, meliputi peraturan dan regulasi, dukungan untuk kemitraan publik dan swasta, inisiatif masyarakat, serta investasi. Saat ini, untuk mencapai target RUED kemampuan pendanaan daerah masih belum cukup, maka perlu mendorong adanya investasi,” kata Fabby.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah, Boedyo Dharmawan,  menyampaikan bahwa pihaknya telah berkontribusi pada pencapaian target 23% bauran energi terbarukan nasional pada tahun 2025. 

“Pada tahun 2023, Provinsi Jawa Tengah telah mencapai bauran energi terbarukan daerah sebesar 21,2% kita juga masih akan terus mendorong penambahan kapasitas ini di tahun-tahun mendatang. Selain itu kami juga mendorong praktik konservasi energi melalui gerakan hemat energi dan air, di instansi pemerintah dan juga pada badan-badan usaha, termasuk audit energi,” katanya.

Tavip Rubiyanto, Analis Kebijakan Ahli Madya pada Substansi Energi dan Sumber Daya  Mineral,  Direktorat  SUPD  I  Ditjen  Bina  Pembangunan Daerah Kemendagri menyoroti peran serta seluruh sektor OPD dalam urusan pengelolaan energi terbarukan di daerah.

Sejak awal, Dinas ESDM harus melakukan koordinasi dengan dinas terkait seperti (Dinas-red) Lingkungan Hidup, Perhubungan, Perencanaan. Sehingga RUED ini dapat diintegrasikan dalam RPJMD. Memang perlu effort untuk meyakinkan dan memberikan pemahaman bagi Bappeda untuk mendukung target EBT ini, namun itu yang harus dilakukan,” kata Tavip.

Secara tren investasi, Indonesia tengah menjadi tujuan investasi global meski saat ini masih terdapat beberapa tantangan investasi. Hal ini disampaikan oleh Purwo Wiyatmanto, Kasubdit Analis Strategi Promosi/ Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya, Kementerian Investasi/BKPM.

“Investasi di sektor energi baru terbarukan juga meningkat demand-nya. Kebutuhan energi yang semakin meningkat juga diikuti dengan pangsa energi terbarukan yang semakin meningkat. Pangsa energi terbarukan Indonesia yang baru di sekitar 14,5% (di bawah rata-rata ASEAN-red) menjadi tantangan tersendiri, namun hal ini juga sekaligus suatu peluang untuk tumbuh,” katanya.

Dari sisi industri, sebenarnya terdapat kebutuhan akan listrik bersih yang dihasilkan oleh sumber energi berkelanjutan. Kebutuhan ini semakin kuat jika suatu industri masuk ke dalam rantai pasok merk global. Rudi Cahyono, Manager Energy Carbon, PT Selalu Cinta Indonesia (SCI) menceritakan desakan ini karena pihaknya masuk dalam rantai pasok industri alas kaki yang dipasarkan secara global.

“Kami berkomitmen untuk menggunakan 100% energi terbarukan pada tahun 2030 sebagai konsekuensi kami masuk dalam rantai pasok global. Pada tahun 2024 targetnya adalah kami dapat mengurangi carbon footprint sebanyak 99%,” ujar Rudi.

Sakina Rosellasari, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Jawa Tengah menambahkan bahwa instansinya secara aktif  terus mempromosikan proyek yang siap dikembangkan oleh investor. 

“Jawa tengah terbuka untuk green investment, tidak hanya padat karya, namun juga pengelolaan ekonomi hijau,” katanya.

Selain investasi pada skala industrial, pemanfaatan energi terbarukan pada level komunitas juga perlu untuk terus didorong. Yanto, Kepala Desa Banyuroto (salah satu Desa Mandiri Energi), Kabupaten Magelang menyatakan bahwa banyak potensi energi terbarukan dalam skala kecil yang dapat dimanfaatkan untuk skala komunal dengan dukungan pemerintah daerah.

Rencana ke depan, kami, pemerintah desa berupaya untuk meningkatkan jumlah biogas di masyarakat, sekitar 100 biogas minimal dalam 5 tahun ke depan dan menganggarkan dalam APBDes dan siap bekerja sama dengan dinas terkait, kampus dan pihak lainnya,” katanya.

Dengan adanya 34 Unit Pengolahan Biogas yang tersebar hampir diseluruh wilayah Desa Banyuroto, Pengolahan Biogas ini ikut membantu kesejahteraan masyarakat sejak tahun 2007, mulai dari kebutuhan memasak (mengurangi beban rumah tangga), lampu penerangan tanpa konverter dan zero sampah dari hasil pemilahan proses biogas (pupuk padat dan cair, bioslurry).

Pada tahun 2023 ini pemerintah nasional menorehkan sejumlah catatan penting dalam pengembangan energi terbarukan. Revisi dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan diresmikannya PLTS Terapung Cirata termasuk dalam poin besar proses transisi energi pada tahun ini. 

Adimas Pradityo, Manajer Pengembangan Bisnis dan Niaga, PLN Nusantara Power menyampaikan bahwa pada tahun 2024 akan ada pengembangan PLTS di Jawa Tengah dengan kapasitas 140 MW di beberapa lokasi antara lain Batang dan Pemalang. Adimas juga membagikan pengalaman PLN Nusantara Power dalam mengembangkan PLTS terapung Cirata.

“(Salah satu) Tantangannya adalah menjelaskan konsep PLTS tersebut kepada regulator. Kita benar-benar bottom up approach dalam perizinan pengembangan PLTS Terapung Cirata,” katanya.