Menangani Polusi Udara di Jakarta: Peran Intervensi PLTU Menuju Pensiun Dini

Jakarta, 11 Agustus 2023 – Polusi udara saat ini masih menjadi masalah di berbagai wilayah. Walaupun kesadaran terhadap isu polusi udara telah tumbuh, urgensi menemukan solusi belum menjadi prioritas. Padahal, dampaknya besar bagi semua orang, termasuk anak-anak sebagai kelompok yang paling rentan.

Co-founder Startup Nafas, Piotr Jakubowski memaparkan, polusi udara jauh lebih tinggi di musim kemarau daripada musim hujan. Hal ini terjadi karena arah angin yang terkoneksi dengan sumber polusi. Berdasarkan studi Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), perubahan musim itu sangat berdampak terhadap polusi udara. Piotr menuturkan masalah polusi udara sudah menjadi persoalan sehari-hari di Indonesia sehingga masyarakat perlu melindungi kesehatan diri sendiri dan mulai memikirkan penyelesaian masalah polusi udara secara sistemik. 

“Saat ini terdapat beberapa kategori sumber polusi seperti PLTU, industri, transportasi, logistik, pembakaran lahan, pembakaran sampah yang sembarangan. Sebenarnya sumber polusi itu tergantung dari aktivitas perkotaan itu sendiri dan dampaknya seperti apa itu juga bergantung dengan lokasi geografisnya. Misalnya saja Kota Bandung yang memiliki udara sejuk. Namun demikian,  lokasi kota Bandung secara geografis terletak pada posisi cekungan, sehingga polusi udara di sana tinggi banget dan apabila tidak kena angin maka polusinya bisa bertahan lama dibandingkan Jakarta yang memiliki sumber angin dari laut,” ujar Piotr dalam diskusi ringan Twitter atau X Space yang berjudul Tepis Polusi Udara dengan Intervensi PLTU Batubara

Analis utama CREA, Lauri Myllyvirta menuturkan berdasarkan studi terbaru CREA dan IESR berjudul Health Benefits of Just Energy Transition and Coal Phase-out in Indonesia, PLTU batubara bertanggung jawab atas 10.500 kematian di Indonesia pada 2022. Angka ini bisa semakin meningkat tajam, mencapai 180.000 kematian apabila PLTU batubara tak segera pensiun tahun 2040. 

“Jakarta menjadi salah satu kota di Indonesia yang paling terdampak dari PLTU batubara karena terdapat beberapa PLTU di sekitarnya. Selama musim kemarau, arah angin timur ke selatan, yang berarti PLTU di Cirebon, Cilacap dan sebagainya yang menyebabkan polusi di Jakarta. Udara yang datang ke Jakarta itu sudah terpolusi dan ditambah ada emisi di Jakarta, serta ada reaksi kimia diantara polutan, hal ini menyebabkan polusi udara semakin tinggi,” tegas Lauri. 

Untuk itu, menurut Lauri, sebaiknya pemerintah memasang alat pengendali emisi juga di PLTU sehingga bisa mengontrol emisi yang dikeluarkan oleh PLTU. Menurut kajian CREA dan IESR, emisi polutan udara dari PLTU batubara menjadi salah satu penyebab atas angka kehilangan nyawa di Indonesia serta meningkatnya beban biaya kesehatan. Pada 2022, biaya kesehatan yang ditimbulkan akibat pengoperasian PLTU batubara di Indonesia bisa mencapai USD 7,4 miliar atau setara Rp111,126 triliun. 

Analis Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Raditya Yudha Wiranegara menyatakan, PLTU yang tersebar di sekitar Jakarta menjadi kontributor tingginya polusi di Jakarta. Ia memaparkan ada sekitar 8 PLTU yang mengepung Jakarta, seperti di sebelah timur Jakarta (PLTU Suralaya, PLTU Lontar, PLTU Banten) dan di barat (PLTU Cirebon 1 dan 2, PLTU Batang, PLTU Tanjung Jati). Berdasarkan studi CREA dan IESR, terdapat beberapa PLTU yang dinilai memiliki dampak paling besar terhadap kesehatan, diukur dari jumlahkematian yang disebabkan serta biaya kesehatan. 

“Terdapat lima PLTU teratas yang terindikasi memiliki dampak paling signifikan terhadap kesehatan diantaranya PLTU Batang, PLTU Lontar, PLTU Cirebon 1 dan 2, PLTU Cilacap. Kita mengetahui kelima PLTU ini terhubung dengan jaringan kelistrikan Jawa-Bali yang saat ini statusnya oversupply. Ketika nantinya lima PLTU ini dipertimbangkan untuk dipensiunkan, seharusnya tidak menjadi masalah bagi polusi udara di Jakarta. Namun terdapat kekhawatiran dari PLN, apakah hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada jaringan karena kebanyakan PLTU di list ini berada di sebelah barat, dan seperti kita ketahui beban paling banyak memang di Jawa bagian barat. Untuk itu, perlu dipertimbangkan dan apabila memang dipensiunkan PLTU tersebut maka perlu diikuti kesigapan pemerintah dan PLN untuk melakukan akselerasi energi terbarukan, termasuk pembangunan PLTS,” tegas Raditya.   

 

Mendorong Energi Surya Menuju Capaian Bauran Energi 23% di 2025

Jakarta, 26 Juli 2023 – Pemanfaatan energi surya perlu diakselerasi untuk mencapai bauran energi terbarukan 23% pada 2025, dan untuk tercapainya net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Namun demikian, pemanfaatan energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional baru sekitar 12,3% pada 2022.  

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Ditjen EBTKE, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andriah Feby Misna memaparkan,  berbagai program terus didorong untuk bisa memanfaatkan energi surya. Baik itu melalui program pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) skala besar, PLTS terapung maupun juga PLTS atap. Dari sisi regulasi, kata Feby, Revisi Peraturan Menteri ESDM No 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap.yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) akan memberikan keleluasaan bagi sektor industri untuk memanfaatkan PLTS..

Kami sudah melakukan harmonisasi terkait revisi Permen ESDM 26/2021 dengan Kemenkumham. Mudah-mudahan bisa diundangkan dalam waktu dekat. Beberapa konten yang diubah dalam Revisi Permen ESDM 26/2021 di antaranya ketentuan kapasitas yang boleh terpasang, di dalam revisi ini, kita tidak membatasi kapasitas untuk mereka pasang, tetapi harus mengikuti kuota yang ada,” ujar Feby dalam diskusi panel bertajuk “solar regulations, implementation, future plan”, di acara Indonesia Solar Summit yang diselenggarakan oleh Kementerian ESDM bersama Institute for Essential Services Reform (IESR). 

Selain itu, Feby memaparkan, revisi Permen ESDM juga mengatur perubahan yang berkaitan dengan ekspor dan impor. Mengingat saat ini PLN mengalami surplus dan keterbatasan PLN untuk bisa menerima pembangkit yang bersifat intermiten, untuk itu perubahan Permen ini tidak ada ekspor. Artinya, tetap terkoneksi dengan PLN namun ketika ada ekspor, ini tidak dihitung pengurangan tagihan konsumen. 

“Dengan tidak adanya pengakuan ekspor impor di revisi Permen ESDM 26/2021 memang pemanfaatan energi surya untuk sektor residensial menjadi tidak menarik, namun paling tidak adanya regulasi saat ini membuka kesempatan bagi industri punya minat dan kepentingan dalam memasang PLTS rooftop karena memang ini tuntutan pasar. Ke depannya revisi Permen ini akan dilakukan review lagi serta bisa membuka lagi ekspor impor,” tegas Feby. 

Anggota Dewan Energi Nasional, Herman Darnel Ibrahim mengkritisi terkait konten revisi Permen ESDM 26/2021 yang menghapus aturan ekspor listrik ke PLN. Menurut Herman, hal tersebut memperlihatkan langkah Indonesia ke dunia yang tidak akan mengembangkan PLTS rooftop, padahal potensinya besar dan tanpa sewa lahan. Ia menandaskan dalam proses pemutakhiran Kebijakan Energi Nasional (KEN) saat ini, energi surya akan memainkan peran utama dalam mencapai bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan.

“Proyeksinya solar menjadi yang utama di sektor listrik. Angka energi surya (di KEN yang terbaru-red) diproyeksikan pada 2060 sekitar 500-600 GW. Di KEN yang lama pada 2050 (energi surya-red) 120 GW Tetapi realisasinya yang kurang cepat.,” papar Herman. 

Direktur Proyek dan Operasi Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), Norman Ginting menjelaskan, pihaknya berkomitmen dalam mendukung pemerintah untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Salah satu upayanya tersebut dengan mulai membangun portofolio di energi surya, termasuk dalam pemanfaatan teknologi sel surya. 

“Kami telah berhasil menyelesaikan lebih dari 50 megawatt PLTS, yang salah satu di antaranya adalah yang terbesar di internal Pertamina Hulu Rokan dengan total rencana kapasitas terpasang sebesar 25 megawatt. Selain itu, Pertamina memiliki kepentingan yang besar, bagaimana menjalankan dan mengimplementasikan green hydrogen dari tenaga surya karena kita melihat green hidrogen lebih mudah dalam proses shifting,” tegas Norman. 

Menurut Norman, saat ini masyarakat dan industri sudah menunggu adanya listrik yang berbasis energi terbarukan. Peluang dari pengembangan PLTS itu sangat besar dari on grid maupun off grid. Untuk itu, pihaknya membutuhkan dukungan yang lebih masif lagi dalam pengembangan energi surya di Indonesia. 

Ashwin Balasubramanian, Associate Partner McKinsey menyatakan, potensi teknis energi surya begitu signifikan, lebih dari 3000 GW. Proyeksinya lebih dari 400 GW perlu dibangun dalam 30-40 tahun. Hal ini juga menjadi peluang investasi yang besar dan berkontribusi terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) dengan terbukanya lapangan kerja baru. 

“Apabila kita berkaca dengan perkembangan energi surya di Vietnam dan Thailand, mereka telah berkembang 10-15 kali lipat. India mengembangkan lebih dari 16 GW. Hal tersebut menunjukkan perkembangan energi surya memungkinkan dengan kondisi dan aspirasi yang tepat,” kata Ashwin. 

Menilik Pasar Tenaga Surya di Negara-Negara Anggota ASEAN

Jakarta, 25 Juli 2023 – Asia Tenggara telah menjadi titik fokus bagi pembangunan ekonomi dan pertumbuhan energi. Meningkatnya permintaan energi di kawasan ASEAN diharapkan dapat dipenuhi melalui perluasan penggunaan energi terbarukan. Khususnya, negara-negara ASEAN tertentu telah mencapai kemajuan penting dalam pengembangan energi terbarukan, seperti dicontohkan oleh pertumbuhan eksponensial energi surya Vietnam selama beberapa tahun terakhir.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essentials Services Reform dan Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia mengatakan bahwa ASEAN harus menjalin kerja sama yang kuat dalam mengembangkan kemampuan manufaktur energi surya (PLTS).

“Negara-negara di Asia Tenggara harus memastikan akses yang terjangkau ke teknologi ini dengan membangun manufaktur PLTS dan rantai pasokan yang mencakup ingot silikon, wafer, sel, dan komponen lain seperti kaca besi temper rendah, serta keseimbangan komponen sistem seperti inverter dan controller,”

Fabby menambahkan, kawasan Asia Tenggara berpotensi menjadi pusat manufaktur panel surya yang dapat memenuhi kebutuhan domestik dan global. Saat ini, tujuh negara Asia Tenggara telah memiliki kapasitas produksi dalam berbagai level, dengan total kapasitas produksi modul surya tahunan sebesar 70 GW, dengan Vietnam memasok setengah dari kapasitas tersebut.

Monika Merdekawati, Analis Riset Pengembangan Energi Terbarukan Berkelanjutan, ASEAN Centre of Energy (ACE) dalam acara ASEAN Solar Summit 2023 menjelaskan bahwa meskipun adopsi energi surya di ASEAN sedang meningkat, laju pertumbuhannya tidak cukup untuk mempercepat transisi energi. Langkah luar biasa Vietnam dalam menambah kapasitas tenaga suryanya telah dikaitkan dengan upaya diversifikasi dalam rencana pengembangan energi terbarukannya dalam PDP8 (dokumen perencanaan energi Vietnam).

“Mirip dengan Thailand yang mulai memasukkan pengembangan biomassa dalam rencana program prioritasnya,” kata Monika.

Monika lebih lanjut menyoroti perlunya Indonesia untuk menyusun strategi inovatif untuk mencapai tujuannya mencapai bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025.

Dalam konteks Indonesia, perusahaan listrik milik negara, PT PLN, sangat bergantung pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) 2021-2030 yang dikenal sebagai “RUPTL hijau” untuk mempercepat upaya energi terbarukan.

Warsono, EVP Perencanaan Sistem Ketenagalistrikan, PT PLN pada kesempatan yang sama mengatakan, PLN menargetkan memasukkan 5 GW energi terbarukan pada tahun 2030.

“Tantangan utama penerapan energi terbarukan, khususnya tenaga surya, adalah pemenuhan persyaratan kandungan lokal pada komponen PV. Artinya, kita perlu menumbuhkan industri lokal untuk komponen PV surya,” ujarnya. Lebih lanjut, PLN berkomitmen untuk menjamin keseimbangan antara pasokan dan permintaan energi.

Mohammad Nazri bin Mizayauddin, Chief Strategy Officer Otoritas Pengembangan Energi Berkelanjutan, Malaysia berbagi pandangannya tentang strategi Malaysia untuk meningkatkan penetrasi energi terbarukan.

“Orang-orang biasanya melihat PLTS berskala besar yang dipasang di darat (ground mounted), namun sekarang mari kita sadari potensi lain dari PLTS atap. Atap (rumah dan bangunan) itu sendiri adalah aset,” katanya.

Menurut Nazri, Malaysia selama ini menghadapi permasalahan terkait subsidi energi sehingga pemerintah harus memastikan bahwa pasarnya sudah cukup matang untuk secara perlahan menghentikan subsidi tersebut.

Eka Satria, Direktur dan CEO Medco Power Indonesia memaparkan korelasi yang sangat diperlukan antara pertumbuhan industri komponen panel surya dan meningkatnya permintaan pasar. Dia menekankan pentingnya menyusun daftar proyek potensial yang komprehensif untuk menanamkan kepercayaan investor.

“Untuk mempercepat penerapan energi surya, kita memerlukan industri PLTS yang kuat di Indonesia. Untuk menumbuhkan industri PLTS, diperlukan daftar panjang proyek yang berkomitmen untuk menjamin investor bahwa uang mereka tidak akan hilang,” jelas Eka.

Eko Agus Nugroho Direktur Industri Permesinan dan Mesin Pertanian Kementerian Perindustrian mengamini perkembangan teknologi sel surya yang semakin pesat, sehingga mendesak Indonesia untuk mempercepat langkahnya agar bisa mengikuti kemajuan tersebut.

“Saat ini ada 21 produsen lokal yang membuat modul surya dan total kapasitasnya masih di bawah 500 WP. Kementerian ingin memetakan kemampuan industri (tenaga surya) untuk memenuhi kebutuhan PLN dan pengembang lainnya,” ujarnya.

Eko juga mengungkapkan rencana pengumuman konsorsium yang didedikasikan untuk manufaktur industri tenaga surya lokal pada bulan-bulan ke depan.

Menilik Potensi dan Tantangan dalam Perjalanan Indonesia Capai Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Jakarta, 27 Juli 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) dan International Clean Energy Forum (ICEF) mengadakan diskusi daring bersama pakar energi untuk membahas strategi-strategi untuk mencapai target 23% energi terbarukan pada tahun 2025. Diskusi daring ini merupakan bagian dari Road to Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 yang akan diadakan pada tanggal 18-20 September 2023. 

Deon Arinaldo, Manajer Transformasi Energi IESR menjelaskan,  Indonesia Energy Transition Dialogue merupakan sebuah acara tahunan yang  secara konsisten mendorong dialog rekomendasi kebijakan bagaimana sebenarnya transisi energi di Indonesia tercapai. Lebih lanjut, Deon menekankan pentingnya membahas tentang strategi untuk mencapai target 23% bauran energi terbarukan di tahun 2025.

“Indonesia memiliki strategi untuk mencapai target energi terbarukan (ET), salah satunya membangun pembangkit ET di sektor supply (tenaga listrik) dan meningkatkan bauran biofuel untuk mengganti biodiesel. Namun sekarang dalam bauran lebih menggunakan hydro dan panas bumi, sedangkan untuk mencapai keduanya dalam waktu dua tahun agak sulit untuk terealisasi. Maka kita butuh strategi lainnya,” ujar Deon.

His Muhammad Bintang, Peneliti IESR menyampaikan kondisi perkembangan energi terbarukan di Indonesia. Meskipun telah memiliki target, penggunaan potensi energi terbarukan di Indonesia masih sangat rendah dan sejak tahun 2018 belum ada target yang tercapai.

“Dari tahun 2018, target bauran energi terbarukan di Indonesia belum tercapai, namun setiap tahunnya, targetnya selalu ditambah. Salah satu penyebabnya adalah pemanfaatan energi terbarukan yang masih rendah. Pemanfaatan energi surya dan bayu, jika dibandingkan dengan potensinya hanya mencapai 0,02% (0,03%  apabila ditambah dengan bioenergi,red),” kata Bintang.

Herman Daniel Ibrahim, mewakili Dewan Energi Nasional (DEN) yang menyatakan bahwa target 23% sudah ditentukan dari perhitungan DEN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Namun angka ini hanya bisa tercapai dengan asumsi Indonesia telah menggunakan energi terbarukan, yaitu bioenergi dan bioetanol. Sayangnya penggunaan bioetanol tidak pernah terealisasi. 

“Apabila targetnya hanya untuk sektor listrik, Indonesia sudah mencapai 15-20%, namun target ini untuk bauran energi primer, sedangkan yang bisa dipercepat adalah sektor listrik saja. Teknologi yang paling mudah dan cepat untuk mengejar 23% adalah PLTS atap,” ujar Herman.

Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Penyiapan Aneka Program EBT, Kementerian ESDM, menyampaikan bahwa dalam 5 tahun terakhir, meskipun bauran EBT bertambah, bauran energi fosil lebih tinggi penambahannya, sehingga penambahan EBT tidak terlihat. Mustaba juga menyatakan, untuk mencapai 23% di tahun 2025 dibutuhkan pembangkit yang tepat dan bisa cepat dikembangkan seperti tenaga surya. 

“Dari sisi pemerintah, target tersebut bisa dicapai dengan adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan. Selain itu, kita juga harus memastikan implementasi PLTS atap dan harmonisasi kebijakan,” kata Mustaba.

Saat ini, pengembangan energi terbarukan masih terhalang adanya proyek 35000 GW dan hal tersebut sedang disesuaikan dengan Rencana Usaha Penyediaan Listrik (RUPTL). Zainal Arifin, EVP Aneka EBT Perusahaan Listrik Negara mengaku pihaknya tengah mencoba untuk menyesuaikan target pembangkitan dengan Nationally Determined Contribution (NDC) yang sudah ditetapkan Indonesia. Karena mengalami delay, PLN memperpanjang tenggat waktu hingga 2030 untuk mebangkitkan 20,9 GW EBT.

“RUPTL mencoba menyesuaikan dari dampak 35000 GW dari RUEN, kita melihat end golnya di 2030. Yang sudah dalam tahap konstruksi tahun ini 5,3 GW dan akan ditambah 1,3 GW. Sedangkan yang sudah COD tambahan dari tahun 2021-2022 835 MW, kira kira akan tercapai 7-8 GW pada tahun 2025,” ujar Arifin.

Dari sisi masyarakat, Aris Prasetyo, Wakil Kepala Desk Ekonomi dan Bisnis, Harian Kompas, menyatakan bahwa transisi energi masih menjadi isu yang ekslusif, salah satunya diakibatkan karena bahasa yang terlalu baku sehingga sulit dipahami oleh masyarakat secara umum. .  

“Dengan penggunaan bahasa yang terlalu teknis membuat pesan-pesan tentang transisi energi ini belum tersampaikan. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak, termasuk media untuk membumikan narasi transisi energi. Misalnya saja mengenai istilah pemanasan global, tidak semua kalangan masyarakat memahami hal tersebut padahal dampaknya begitu terasa. Lantas bagaimana kita bisa beraksi jika pesan–pesannya saja tidak bisa dipahami masyarakat secara umum?,” ujar Aris Prasetyo. 

Setali tiga uang dengan Aris, Peneliti Senior IESR, Dr Raden Raditya Yudha Wiranegara juga mengakui, penggunaan bahasa dalam studi transisi energi yang kerap kali bersifat teknis dan kurang dipahami masyarakat secara awam. Untuk itu, Raditya menyarankan agar penyampaian narasi transisi energi dengan menggunakan analogi tertentu dan contoh yang dekat dengan lingkungan masyarakat sehingga pesan tersebut bisa dimengerti. Mengingat, transisi energi ini menjadi hal penting dalam mengatasi perubahan iklim. 

“Dalam melakukan transisi energi, kita perlahan perlu menaikkan bauran energi terbarukan dan menghentikan operasional PLTU batubara. Namun, perlu diingat  dalam pemenuhan supply chain diperlukan infrastruktur dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai,” papar Radit.  

 

Keberanian Hapus Dilema Pengembangan Industri Energi Surya di Indonesia

Jakarta, 26 Juli 2023- Indonesia diharapkan dapat mengembangkan industri energi surya dalam negeri untuk mempercepat proses transisi energi. Hal ini disampaikan oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam sesi diskusi Indonesia Solar Summit 2023 (26/07). Menurutnya pemerintah perlu segera mengatasi ketersediaan data pasar untuk PLTS, isu bankability  atau kemampuan industri dalam memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan kredit usaha, persoalan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40% untuk produk PLTS domestik, dan keterbatasan rantai pasok untuk industri surya. Selain itu, keberanian untuk berinvestasi di industri energi surya akan menjadi penentu berkembangnya industri surya di Indonesia.

“Pihak regulator perlu mengumpulkan data pasar PLTS baru yang saat ini tersebar sehingga memberikan gambaran bagi investor yang ingin membangun pabrikan PLTS di Indonesia. Selain itu, saat ini di Indonesia produsennya belum ada yang Tier 1 atau yang memenuhi persyaratan bankability. Hal ini menyulitkan dalam memproduksi modul surya dengan tingkat efisiensi tinggi. Akan lebih bagus jika produsen industri surya yang sudah tier 1 dapat membangun pabrikan di Indonesia,” ungkap Fabby.

Ia menilai dengan diatasinya isu bankability maka akan mendorong lebih banyak proyek PLTS dengan kapasitas yang lebih besar masuk ke Indonesia, yang berujung pada penciptaan permintaan pasar pula.

Senada, Rachmat Kaimuddin, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi di Kemenko Marves pada kesempatan yang sama menuturkan keberadaan demand atau permintaan pasar terhadap energi surya perlu disiapkan lebih dahulu untuk membangun industri energi surya di Indonesia. Ia mengatakan intervensi pemerintah dalam menciptakan pasar energi surya dapat dilakukan melalui Just Energy Transition Partnership (JETP).

“Industri surya di Indonesia statusnya masih pioneer atau relatif belum berkembang pesat. Sementara itu, di sistem kelistrikan kita masih bergantung pada batubara. Kita sebenarnya ingin membangun industri surya untuk itu kita harus bangun demandnya. Kita melakukan intervensi melalui JETP dengan mengurangi ketergantungan kita terhadap fosil dan diisi oleh energi terbarukan, seperti PLTS. Demand  juga dapat dilihat di luar wilayah Indonesia, seperti di Singapura untuk listrik hijau dengan modul dan baterai diproduksi di Indonesia,” jelas Rachmat.

Pramudya, Wakil Direktur Perencanaan Pembangkit Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Republik Indonesia memprediksi bauran energi terbarukan di 2025 hanya akan mencapai 11,3% dari target 23%. Kesenjangan pencapaian target ini, menurutnya, dapat ditutupi dengan PLTS.

“PLTS mempunyai peluang karena pembangunannya dapat berlangsung dengan cepat. Kalau kami hitung untuk mencapai target bauran 23% energi terbarukan butuh 15 GW PLTS, namun apakah mungkin dapat mewujudkannya dalam 2 tahun karena masih ada tantangan dari sisi TKDN, dan juga kesiapan fleksibilitas jaringan untuk mengakomodasinya,” ungkap Pramudya.

Wilson W. Wenas, Praktisi PLTS, dari ISG Solar menuturkan setidaknya ada 3 strategi agar pengembangan industri surya di Indonesia dapat bertumbuh pesat. Pertama, menentukan teknologi energi surya yang ingin dikembangkan antara TOPcon, Heterojunction, Advanced Heterojunction dan TOPcon, dan Perovskite Solar Cell Tandem. Kedua, mempersiapkan riset dan pengembangan yang terkait dengan teknologi tersebut. Ketiga, sepakati dengan pembuat mesinnya, bukan dengan pembuat modul.

“Jika kita salah pilih teknologi dan pembuat mesin maka kita akan collapse,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Daniel Kurniawan, Spesialis Energi Surya, IESR menjelaskan investasi di teknologi polisilikon menjadi pilihan strategi untuk industri sel dan panel. Ia menegaskan untuk mengembangkan industri energi surya di Indonesia, harus ada pihak yang berani mengambil risiko untuk berinvestasi.

IESR dalam KemBali Becik : Peran Adopsi PLTS Atap terhadap Bisnis Pariwisata di Bali

Bali, 21 Juli 2023 – Sebagai usaha dan langkah bersama dalam pentransisian energi menuju Bali bersih, pemulihan ekonomi setelah pandemi, serta dalam tantangan menjawab permasalahan krisis iklim, Purpose Climate Lab menghadirkan KemBali Becik sebagai salah satu solusi pemulihan. Institute for Essential Services Reform (IESR) turut serta meramaikan Campaign KemBali Becik tahun 2023 di Desa Ketewel, Kec. Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali pada Jumat (21/7/2023). Kegiatan tersebut mengusung tema “Stand out in the market by standing up for sustainability”.

KemBali Becik yang merupakan forum kerjasama dari organisasi lintas sektor di Bali, dengan makna“Kembali” adalah kata bahasa Indonesia yang berarti “kembali” dan “becik” adalah kata Bali yang berarti “baik”. KemBali Becik menghadirkan peran Pemerintah, sektor bisnis, serta masyarakat Bali sebagai penggerak dekarbonisasi ekonomi, khususnya melalui penerapan solusi iklim dalam industri pariwisata. Pada acara kali ini, dilakukan assessment dan capacity building bagi para pelaku bisnis pariwisata di Bali yang terdaftar pada green page KemBali Becik. Capacity building ini dimaksudkan untuk membantu para pelaku bisnis ini dalam menerapkan aksi konkrit dalam memastikan keberlanjutan bisnis mereka dari sisi sampah makanan, energi dan transportasi.

Dalam sambutan pembukaan acara tersebut, Michelle Winowatan, Startegy Manager PCL,  mengingatkan pentingnya menghadirkan sustainability demi menunjang kemajuan sektor bisnis dan pariwisata Bali.

“Jika kita dapat memobilisasi bisnis pariwisata dan kesadaran para wisatawan untuk ikut serta dalam mendukung upaya pemulihan hijau di sektor pariwisata, maka kita dapat membangun kekuatan kolektif untuk mendekarbonisasi ekonomi, sehingga kita dapat mewujudkan Bali yang lebih ramah lingkungan dan tangguh secara ekonomi.” terang Michelle.

Peneliti Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan di IESR, Alvin Putra Sisdwinugraha mengharapkan para pengunjung kegiatan yang didominasi pelaku bisnis, dapat semakin menyadari dan memahami betapa pentingnya sustainability dari energi ramah lingkungan dapat banyak mempengaruhi aspek bisnis dan keberlanjutan bisnis jangka panjang.

“Solusi iklim adalah bagian dari sektor bisnis. Selain profitable, bisnis juga harus sustainable sebagai upaya meningkatkan investasi berbasis ESG (environment, social, and government) di bidang energi bersih. Dari sisi energi, adopsi PLTS adalah salah satu solusi jangka panjang, dengan benefit penghematan dari sisi konsumsi energi listrik, di mana banyak penyedia layanan PLTS atap yang menawarkan harga yang lebih murah dibandingkan harga listrik PLN. Praktik sustainability juga bisa menarik investasi investor kepada business head lokal Bali,” ujar Alvin.

Pada kesempatan ini, IESR mengenalkan platform Solar Hub kepada pelaku bisnis yang ingin mengetahui lebih jauh tentang PLTS atap. Sejumlah pengunjung telah mencoba platform tersebut dan beberapa menyatakan tertarik memasang PLTS atap.

“Saya harap, semoga semakin waktu masyarakat banyak yang tertarik untuk memasang PLTS atap sebagai salah satu upaya mengurangi emisi dan memanfaatkan energi terbarukan dari sektor bisnis di Provinsi Bali,” tegas Alvin.

Pemanfaatan Energi Terbarukan Menjadi Daya Tarik bagi Investor

Semarang, 4 Juli 2023 – Listrik tidak hanya menjadi kebutuhan utama  rumah tangga, namun juga menggerakkan aktivitas ekonomi hingga industri skala besar. Selain kebutuhan pasokan listrik yang handal,  industri skala besar mulai memperhatikan sumber pasokan listrik. Bahkan, bagi industri berorientasi ekspor, proses produksi perlu dilakukan dengan minim emisi terlebih sejak diberlakukannya  perhitungan jejak karbon pada produk ekspor ke negara tertentu.. Hal ini berarti barang atau komponen barang yang dihasilkan n dari pembangkit energi fosil akan mendapat pajak karbon yang lebih tinggi.

Provinsi Jawa Tengah, yang sedang mengembangkan sejumlah kawasan industri cukup memperhatikan pengembangan sumber energi alternatif selain fosil. Hal ini diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, dalam sambutannya pada forum Central Java  Renewable Energy Investment Forum 2023 yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerjasama dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah, Selasa 4 Juli 2023.

“Pertumbuhan industri infrastruktur diiringi dengan pertumbuhan kebutuhan energi yang tinggi. Saat ini bukan hanya energi, namun energi yang berasal dari energi baru terbarukan,” tegas Taj Yasin.

Taj Yasin menambahkan bahwa Jawa Tengah memiliki potensi energi terbarukan melimpah, namun pemanfaatannya belum optimal. Untuk menggerakkan pemanfaatan energi terbarukan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah salah satunya menggalakkan pemasangan PLTS atap pada bangunan pemerintah.

“Dari pemasangan PLTS atap di bangunan pemerintah menunjukkan adanya penghematan 30-40% pada tagihan listrik bagi lembaga-lembaga yang memasang,” katanya.

Sebelumnya, disampaikan oleh Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa bahwa ketersediaan listrik dari energi bersih menjadi daya tarik utama bagi investor untuk menanamkan modalnya pada satu negara.

“Jika ingin meningkatkan daya saing investasi, kita harus meningkatkan ketersediaan energi hijau. Adanya pasokan listrik dari energi terbarukan menjadi indikator baru bagi investor untuk menanamkan modalnya,” kata Fabby.

Sakina Rosellasari, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah, menyatakan bahwa Jawa Tengah saat ini sedang merancang 23 proyek untuk ditawarkan pada investor.Sebagian dari proyek tersebut terkait dengan pengembangan energi terbarukan.

‘Minat investasi sudah mendekati saat sebelum pandemi. Kami berharap pertemuan ini akan meningkatkan komunikasi dan mendorong realisasi investasi di Jawa Tengah,’ katanya.

Tren ini sejalan dengan studi Low Carbon Development Indonesia, bahwa upaya penurunan emisi GRK harus dilakukan secara terintegrasi pada rencana pembangunan untuk mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income country trap) dengan memastikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%.

Percepat Transisi Energi yang Adil dan Berkelanjutan di Indonesia dengan Pengakhiran Operasional PLTU

JETP

Jakarta, 27 Juni 2023 –  Keberlanjutan lingkungan dan mengatasi krisis iklim telah mendorong perlunya transisi energi menuju sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Pengakhiran operasional pembangkit energi fosil secara dini sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar merupakan langkah nyata mempercepat transisi energi di Indonesia. . 

Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Wanhar menjelaskan, Indonesia telah memiliki regulasi tentang pengakhiran PLTU yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpes) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik yang ditetapkan dan diundangkan pada 13 September 2022. Lebih lanjut, Wanhar menekankan, dalam Perpres itu disebutkan, PLTU baru dilarang dibangun kecuali yang telah ditetapkan melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

“Strategi terkait pensiun dini PLTU berdasarkan acuan Perpres Nomor 112 saat ini dibahas secara mendalam dalam perencanaan umum energi. Selain itu, Indonesia juga perlu mempercepat akselerasi rencana umum ketenagalistrikan nasional (RUKN). Kami memiliki prioritas penggunaan energi terbarukan dan memperketat lisensi untuk PLTU captive, kecuali yang berasal dari pemerintah,” terang Wanhar dalam acara JETP Convening for Exchange and Learning di Ayana Midplaza. 

Wanhar menekankan, Pemerintah Indonesia dan Perusahaan Listrik Negara (PLN) memiliki visi bersama untuk mendorong energi terbarukan dengan mempertimbangkan empat faktor, di antaranya jaringan subsitusi yang baru dibangun, adanya jaminan transisi yang adil, keterjangkauan serta dukungan keuangan dari internasional.  Penghentian PLTU tersebut perlu dibarengi dengan pemanfaatan energi terbarukan, misalnya saja tenaga surya. 

David Elzinga, Senior Energy Specialist, Bank Pembangunan Asia menuturkan, saat ini terdapat kekhawatiran mengenai pengembalian investasi atau return of investment dalam pengakhiran operasional PLTU secara dini. Mengingat, beberapa lembaga keuangan masih ragu untuk mendanai program pensiun dini PLTU batubara. Untuk itu, Bank Pembangunan Asia (ADB)  memutuskan untuk mengambil alih hal ini.

“Terdapat beberapa tantangan dalam melakukan transisi energi, di antaranya mengelola keandalan dan pasokan energi. Dengan adanya kemitraan transisi energi yang adil (Just Energy Transition Partnership, JETP), diharapkan peluang pekerjaan hijau bagi orang-orang yang bekerja di produksi batubara terbuka lebar serta peningkatan kapasitas (skill) perlu diperkuat,” ujar David. 

Di lain sisi, Vikesh Rajpaul, General Manager  Just Energy Transition di Eskom Holdings SOC Ltd. memaparkan, dalam melakukan implementasi JETP, perpanjangan masa pakai PLTU tidak dipertimbangkan untuk pembangkit yang sudah tua. Meski demikian, beberapa unit mungkin perlu tetap beroperasi lebih lama dari yang direncanakan untuk mengatasi krisis listrik.

“Tidak ada transisi energi tanpa transmisi dan kesetaraan menjadi kunci dalam pelaksanaan transisi energi, mengingat prosesnya akan berdampak terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Kami telah melihat adanya potensi transisi energi di Afrika Selatan, termasuk potensi tenaga surya dan angin yang melimpah. Untuk itu, Afrika Selatan bisa mendorong penggunaan energi terbarukan,” ujar Vikesh. 

Jerredine Morris, Manager Senior di Carbon Trust menyatakan, pengelolaan dana JETP di Afrika Selatan dilakukan dengan cara melindungi kelompok dan pekerja yang rentan dengan pensiun dini PLTU. Selain itu, dalam pelaksanaan JETP yang terpenting yakni mempertimbangkan kepentingan warga lokal atau biasa disebut pendekatan dari bawah ke atas. 

“Dalam pelaksanaan pensiun dini PLTU, kami melihat kelayakan pensiun dari usia PLTU tersebut, serta biaya perawatan. Kami juga melihat kelayakan ekonomi dan dampak sosial dari pensiun ini. Kendala utamanya yakni kapasitas PLTU yang dipensiunkan serta cara kita membangun energi terbarukan di sekitarnya,” kata  Jerredine. 

Pariphan Uawithya, Asia Director for the Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) menyatakan, terdapat tiga pemangku kepentingan yang penting dalam proses pensiun dini PLTU di Indonesia yakni pemerintah, swasta dan masyarakat.  Menurutnya, pengakhiran operasional PLTU secara dini  di Indonesia menjadi langkah kritis untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan pencemaran udara. Penghentian PLTU tua juga akan membuka peluang bagi investasi dalam sumber energi alternatif, seperti energi terbarukan, yang akan meningkatkan keberlanjutan energi negara.

“Seiring transisi energi, pemerintah juga telah menerbitkan aturan tentang pasar karbon sebagai wujud komitmen Indonesia terhadap isu perubahan iklim. Namun demikian, perlu diingat dalam proses transisi energi, batubara bukan satu-satunya aset, generator diesel juga bisa digantikan oleh energi terbarukan,” tegasnya. 

Just Energy Transition Partnership (JETP) Convening diselenggarakan oleh Ford Foundation di Indonesia, Institute For Essential Services Reform (IESR), dan African Climate Foundation (ACF), dengan dukungan dari Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) dengan tujuan untuk memfasilitasi forum pertukaran pembelajaran antar pemangku kepentingan.

Adil dan Inklusif Perlu Jadi Landasan Rencana Investasi JETP Indonesia

 

Jakarta, 27 Juni 2023– Setelah menandatangani Just Energy Transition Partnership (JETP), tiga negara berikut, Afrika Selatan, Indonesia dan Vietnam segera menindaklanjuti isi kesepakatan dan menyiapkan berbagai langkah strategis demi mencapai tujuan JETP di masing-masing negara. Komunikasi dan diskusi  antar ketiga negara tersebut pada acara JETP Convening for Exchange and Learning Session dilakukan untuk saling berbagi informasi dan pelajaran dalam mencapai unsur keadilan melalui transisi energi.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, KESDM mengatakan  Sekretariat JETP di Indonesia dalam proses perancangan peta jalan pengakhiran operasional PLTU batubara.

“Kami sedang membahas (dalam Sekretariat JETP-red) mengenai PLTU Pelabuhan Ratu yang akan diprioritaskan dalam rencana pengakhiran operasional PLTU secara dini. Saat ini, KESDM juga sedang meninjau aturan, utamanya tentang pengalihan aset dan pembentukan perjanjian jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement, PPA),” ungkap Dadan.

Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan bahwa proses penyusunan rencana investasi yang komprehensif atau comprehensive investment plan (CIP) harus dilakukan secara transparan, jelas dan mudah diakses serta secara konsisten melibatkan partisipasi masyarakat.

Selain itu, Fabby juga mendorong agar pemerintah mereformasi kebijakan di antaranya untuk mencapai target JETP dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang lebih masif lagi.

“JETP adalah tentang menciptakan lingkungan yang mendukung energi terbarukan. Dana sebesar 20 miliar dolar ini tidaklah cukup untuk mencapai target Persetujuan Paris, namun kita harus menjadikannya sebagai katalisator untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dan juga penghentian penggunaan PLTU batubara,” jelas Fabby.

Mpetjane Lekgoro, Duta Besar Afrika Selatan untuk Indonesia pada kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa pihaknya mengedepankan prinsip keadilan dan nilai inklusivitas dalam mengelola pendanaan JETP.

“Afrika Selatan berkomitmen untuk menggunakan JETP untuk mendorong keadilan restoratif dalam transisi energi. Investasi tersebut tidak hanya harus membiayai, tetapi juga menjunjung tinggi dukungan, keberlanjutan, termasuk keamanan. Hal ini harus dilakukan dengan cara mengikutsertakan pihak-pihak yang paling terdampak,” imbuhnya.

Senada, Dipak Patel, Kepala Pendanaan Iklim & Inovasi untuk Komisi Iklim Presiden (President Climate Commission, PCC), Afrika Selatan, mengemukakan pembahasan rinci tentang keadilan dalam transisi energi menjadi fokus mereka.

“Afrika Selatan memprakarsai 3 bidang keadilan dalam transisi energi, melingkupi keadilan restoratif dengan memperhatikan komunitas yang paling terdampak, keadilan procedural yang mengikutsertakan seluruh masyarakat dalam pembuatan keputusan terkait transisi energi dan iklim, dan keadilan distribusi yang memastikan perlakuan yang adil dan merata,” jelas Patel.

Menilik pendanaan JETP untuk Afrika Selatan sebesar USD 8,5 juta untuk kurun waktu 3–5 tahun, Neil Cole, JETP-IP Project Management Unit, Afrika Selatan menyebutkan perlu secara detail dan kreatif memasukkan pendanaan JETP ke dalam proyek-proyek di tingkat nasional dan sub nasional.

“Pendekatan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas perlu disinkronkan dalam kebutuhannya sehingga kita dapat menentukan bersama rencana yang dapat ditindaklanjuti yang inklusif dalam pelaksanaannya,” terang Cole.

Le Viet Anh, Direktur Jenderal, Departemen Ilmu Pengetahuan, Pendidikan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Kementerian Perencanaan dan Investasi, Vietnam, menuturkan beberapa tindakan utama untuk mempercepat pencapaian target JETP di antaranya, membangun lingkungan yang kuat, kolaboratif dan mendukung di antara pemerintah, mitra internasional dan sektor swasta,  mempercepat pelembagaan kerangka hukum yang mendukung seperti taksonomi hijau, insentif hijau, dan mekanisme pembiayaan hijau serta memfasilitasi transfer teknologi energi bersih, keahlian, dan pengetahuan teknis untuk meningkatkan kemampuan Vietnam.

“Pemerintah Vietnam menunjukkan komitmen yang kuat untuk mendorong pertumbuhan hijau melalui strategi nasional. Vietnam telah membuat komitmen hijau yang berdampak besar pada COP 26, yang mencakup komitmen seperti target emisi nol karbon bersih pada tahun 2050, menghapus pembangkit PLTU batubara pada tahun 2040-an,” jelasnya.

Just Energy Transition Partnership (JETP) Convening diselenggarakan oleh Ford Foundation di Indonesia, Institute For Essential Services Reform (IESR), dan African Climate Foundation (ACF), dengan dukungan dari Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) dengan tujuan untuk memfasilitasi forum pertukaran pembelajaran antar pemangku kepentingan.