COP 27: Indonesia Perlu Menarik Dukungan Internasional untuk Transisi Energi dengan Target Pensiun Dini PLTU dan Pengembangan Energi Terbarukan yang Ambisius

Jakarta, 8 November 2022- Indonesia menyampaikan pernyataan nasionalnya pada Konferensi Tingkat Tinggi Conference of The Parties 27 (KTT COP27) di Sharm El-Sheikh, Mesir, melalui Wakil Presiden, Ma’ruf Amin. Ia menyebutkan berbagai komitmen iklim yang Indonesia lakukan, termasuk peningkatan ambisi iklim dengan menyerahkan dokumen Enhanced Nationally Determined Contributions (NDCs) pada September lalu. Tidak hanya itu, Ma’ruf menegaskan agar kesepakatan iklim perlu segera diimplementasikan dengan dukungan internasional yang jelas di tingkat nasional dalam pendanaan aksi iklim, penciptaan pasar karbon dan investasi transisi energi. 

Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang selain perlu meningkatkan lagi ambisi iklim Indonesia, untuk mempercepat implementasi transisi energi, Indonesia perlu mendorong masuknya dukungan pembiayaan internasional untuk mitigasi perubahan iklim melalui penguatan perencanaan pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, penguatan sistem energi bersih, dan persiapan proyek-proyek yang bankable. Hal ini perlu didukung oleh kebijakan dan regulasi yang memberikan kepastian berinvestasi dengan risiko yang rendah dan transparansi informasi bagi publik, serta mendorong keterlibatan masyarakat.

Pada Enhanced NDC, Indonesia meningkatkan target pengurangan emisi GRK  dari 29% di dokumen Updated NDC menjadi 31,89% pada tahun 2030 dengan upaya sendiri  (unconditional) dan dari 41% menjadi 43,2% dengan bantuan internasional (conditional). Meski merupakan langkah maju, IESR  menilai target ini masih belum selaras dengan Persetujuan Paris yang mendorong upaya yang lebih ambisius bagi negara di dunia untuk membatasi suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius.

Salah satu yang menjadi faktor peningkatan target penurunan emisi adalah naiknya target reduksi emisi di sektor energi  dari 11% di Updated NDC menjadi 12,5% (unconditional) dan dari 13,9% menjadi 15,5% (conditional). 

“Agar selaras dengan target Persetujuan Paris, Indonesia perlu meningkatkan target bauran energi terbarukannya menjadi 42% di 2030. Sementara, di Long Term Low Carbon and Climate Resilience Strategy (LTS-LCCR) 2050 yang menjadi landasan Enhanced NDC ini, bauran energi terbarukan hanya 43% di 2050,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. 

Menurutnya, peluang peningkatan target bauran energi terbarukan terbuka lebar dengan pelaksanaan komitmen pensiun dini 9,2 GW PLTU batubara. 

“Melalui Perpres 112/2022, pemerintah membuka kesempatan untuk melakukan percepatan penghentian operasi PLTU sebelum 2050. Di COP ini, komitmen tersebut harus digaungkan dan kebutuhan pendanaan untuk pensiun dini PLTU, yang rata-rata berusia 13 tahun, dan dukungan pendanaan dari negara maju harus disampaikan lugas, diikuti dengan target yang ambisius. Saat ini kepastian target pensiun dini PLTU sebelum 2030 belum disepakati oleh pemerintah, dan masih menggunakan target PT PLN yang berbeda dengan target 9 GW oleh Kementerian ESDM,” ungkap Fabby.

Berdasarkan kajian “Financing Indonesia’s Coal Phase out” IESR bersama Universitas Maryland, pada 2030 dibutuhkan biaya sekitar USD 4,6 miliar untuk pengakhiran 9,2 GW PLTU dan USD 27,5 miliar hingga 2045 untuk seluruh PLTU. Sementara, untuk dekarbonisasi sistem energi di Indonesia, setidaknya membutuhkan total investasi sebesar USD 135 miliar pada 2030. Meski terlihat jumlahnya besar, namun manfaat yang diraih dari pensiun  dini PLTU  jauh lebih besar di sisi ekonomi, sosial dan lingkungan.

“Biaya pembangkitan listrik energi terbarukan seperti PLTS sudah lebih murah dibandingkan membangun PLTU baru, dan bahkan dalam dekade ke depan akan lebih murah dibandingkan mengoperasikan PLTU batubara yang ada saat ini. Secara ekonomi, manfaat dari pensiun PLTU dan menggantikannya dengan energi terbarukan dapat mengurangi biaya pembangkitan listrik rata-rata dalam jangka panjang. Selain itu, tersedia manfaat kesehatan, naiknya ketersediaan pekerjaan hijau di sisi sosial, serta secara lingkungan, dapat menghindari biaya retrofit pengendalian polusi udara, peningkatan kualitas udara, penghematan air dan kualitas air, dan pengurangan emisi GRK,” jelas Deon Arinaldo, Manager Program Transformasi Energi, IESR.

Kebutuhan investasi untuk dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan Indonesia mencapai USD 135 miliar menuju tahun 2030 dan meningkat menjadi USD 455 miliar dan USD 633 miliar dalam masing-masing dekade berikutnya. Investasi ini untuk membangun energi terbarukan dalam memenuhi pertumbuhan permintaan listrik, sistem penyimpanan listrik (storage), investasi efisiensi energi, dan juga pengembangan jaringan transmisi dan distribusi. Oleh karena itu, penting agar fokus pembiayaan publik dan juga dukungan pembiayaan internasional diarahkan ke penciptaan iklim investasi yang positif untuk sistem energi bersih.

PLTS Berkembang Lambat di 2022, Pemerintah Perlu Pacu Implementasi Kebijakan yang Mendukung PLTS

press release

Fabby Tumiwa menyampaikan kata sambutan pada acara Shine Bright: Advancing G20 Solar Leadership

 

Jakarta, 27 Oktober 2022 – Untuk dapat mengejar tercapainya target 23% bauran energi terbarukan pada 2025 dan dekarbonisasi sistem energi pada 2060 atau lebih cepat, Indonesia perlu meningkatkan dan mengimplementasikan kebijakan yang mendorong pengembangan energi terbarukan dengan cepat, terutama energi surya. Pemanfaatan energi surya diyakini merupakan strategi yang cepat dan tepat untuk mencapai target tersebut. Mengulas secara lengkap perkembangan energi surya sepanjang 2022 dan memberikan proyeksi di 2023, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengeluarkan laporan terbaru berjudul Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023.

Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia menyampaikan bahwa berdasarkan data IRENA, biaya listrik (levelized cost of electricity/LCOE) telah menurun signifikan hingga 88% antara 2010 dan 2021, dari USD 41,7/kWh menjadi USD 4,7/kWh.

“Namun berdasarkan praktik di sektor industri saat ini, kami mendapatkan penawaran hingga USD 3/kWh, termasuk USD 4/kWh biaya baterai,” ungkap Arifin dalam acara Shine Bright: Advancing G20 Solar Leadership yang diselenggarakan oleh IESR dengan dukungan dari Bloomberg Philanthropies, dan berkolaborasi dengan International Solar Alliance, dan Asosiasi Energi Surya Indonesia.

Lebih lanjut, ia memaparkan berdasarkan peta jalan transisi energi di Indonesia, energi surya memainkan peran penting dalam ketenagalistrikan di Indonesia dengan 421 GW dari 700 GW berasal dari surya.

“Perlu dukungan dari produsen dan industri lokal untuk memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), mengingat Indonesia memiliki potensi mineral dan bahan penting untuk pembangkit listrik tenaga surya, baterai, dan kabel listrik. Selain itu, aspek kemudahan akses pembiayaan terjangkau, insentif, dan fasilitas pembiayaan lainnya sangat penting untuk menyediakan pembiayaan studi kelayakan dan peningkatan investasi energi terbarukan seperti energi surya,” jelas Arifin.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menyampaikan bahwa secara umum, Indonesia memperlihatkan kemajuan sejak 2018 meski tergolong lambat dalam mendorong pengembangan energi surya. Menurutnya, perlu sejumlah reformasi di sisi regulasi dan implementasinya terutama menjelang tenggat waktu realisasikan target yang hanya tinggal 3 tahun.

“PLTS atap dengan potensi teknis mencapai 655 GWp untuk bangunan rumah saja, bisa dibangun dengan cepat, melibatkan investasi dari masyarakat, tanpa membebani pemerintah. Selain mengharapkan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan dari implementasi RUPTL PLN 2021-2030, PLTS atap dapat menutupi kesenjangan dengan target bauran energi terbarukan di 2025 sebesar 3 hingga 4 GW,” ujar Fabby.  

Fabby menambahkan, yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan PLN adalah tidak menghalangi perizinan instalasi PLTS atap dan mendukung pemanfaatan PLTS Atap oleh industri, bisnis dan rumah tangga dengan memberikan kemudahan. 

“Ketersediaan pendanaan berupa kredit lunak dari lembaga keuangan dapat mendukung adopsi PLTS atap skala rumah tangga. Selain itu mendorong pemanfaatan PLTS di kawasan industri dan di wilayah usaha non-PLN juga perlu dilakukan, ” saran  Fabby. 

Berdasarkan catatan ISEO 2023, kemajuan energi surya Indonesia juga terlihat dari turunnya harga listrik PLTS yang diperoleh melalui perjanjian pembelian tenaga listrik (power purchase agreement (PPA)) yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) dengan pengembang listrik swasta. Antara rentang 2015 dan 2022, harga PPA PLTS telah turun sekitar 78% dari USD 0,25/kWh menjadi USD 0,056/kWh. 

IESR meyakini seiring dengan bertambahnya proyek PLTS skala besar, turunnya harga modul surya, dan membaiknya iklim investasi, harga investasi PLTS per unit akan terus turun, mendekati trend harga di dunia. 

Tidak hanya itu, dari sisi perkembangan project pipeline untuk PLTS skala besar, saat ini terdapat delapan proyek dengan total kapasitas 585 MWp (telah dilelangkan).

“Dalam hal PLTS berskala utilitas, Indonesia memiliki potensi  PLTS terapung. Pengembangannya di masa depan dapat menjadikan Indonesia sebagai leader, dan sekaligus mewujudkan kepemimpinan Indonesia dalam hal transisi energi dan pemanfaatan energi surya di G20 dan  di ASEAN,” tegas Fabby.

Dr. Ajay Mathur, Director General, International Solar Alliance menuturkan energi surya merupakan sumber energi yang potensial untuk dikembangkan menimbang harga teknologinya yang semakin kompetitif. 

“International Solar Alliance (ISA) bangga dapat bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) untuk menjadikan listrik tenaga surya sebagai sumber energi pilihan di seluruh dunia. Energi surya merupakan sumber energi bersih yang tersedia secara berlimpah, dan juga krusial untuk mendorong aksi iklim internasional karena biayanya yang menurun dengan cepat,” jelas Mathur. 

Pada saat yang sama, IESR dan ISA menandatangani nota kesepakatan untuk akselerasi pemanfaatan energi surya di Indonesia. ISA merupakan lembaga internasioanl yang telah mempunyai berbagai pengalaman dan mempunyai anggota dari berbagai negara serta telah melakukan berbagai inovasi dan fasilitasi untuk mendukung pengembangan energi surya secara global. Lingkup kerjasama ISA bersama dengan IESR ini mencakup pemetaan industri surya dalam negeri, peningkatan kapasitas, dan identifikasi skema pembiayaan.

ISEO 2023 menilai penetapan patokan harga tertinggi pada Perpres No. 112/2022 diharapkan dapat memberikan ruang yang lebih leluasa bagi pengembang untuk mengajukan penawarannya. Perpres ini telah dirancang sejak 2019 dan mulanya mempertimbangkan instrumen feed-in-tariff untuk mendorong perkembangan energi terbarukan, khususnya skala kecil. Untuk mendorong implementasi efektif Perpres 112/2022, diperlukan mekanisme lelang yang jelas dan transparan, jadwal pelelangan yang teratur dan terencana, serta memberikan kepastian regulasi dan kemudahan perizinan.

ISEO 2023 mencatat bahwa aturan TKDN masih menjadi salah satu hambatan utama dalam lelang PLTS di Indonesia. Berdasarkan Permenperin No. 5/2017, nilai TKDN minimal barang untuk komponen modul surya harus mencapai minimal 60% sejak 1 Januari 2019. Namun, realisasi nilai TKDN modul surya saat ini baru mencapai 47,5%. Di samping pencapaian nilai TKDN, efisiensi dan harga panel surya domestik masih belum sesuai ketentuan standar bankability pembiayaan internasional. 

“Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ketentuan nilai TKDN modul surya berdasarkan kesiapan industri sambil mempersiapkan kebijakan industri modul surya jangka panjang untuk dekarbonisasi sistem energi Indonesia,” ungkap Daniel Kurniawan, Peneliti, Spesialis Teknologi & Material Fotovoltaik IESR dan Penulis Utama ISEO 2023.

Di sisi adopsi, meskipun Kementerian ESDM telah menerbitkan Permen ESDM No. 26/2021, beberapa ketetapan di dalamnya urung dilakukan, sehingga menyebabkan pertumbuhan PLTS yang lambat. Kelebihan pasokan listrik PLN ditengarai menjadi penyebab pembatasan pemanfaatan PLTS atap 10 sampai 15 persen dari kapasitas oleh PLN di awal 2022. Jika hal ini  terus berlanjut, maka akan menyulitkan realisasi target PLTS yang pemerintah telah tetapkan, seperti target PSN PLTS atap 3,6 GW pemerintah pada tahun 2025, dan  2,3 GWp project pipeline surya dari 31 deklarator di Indonesia Solar Summit 2022.

“Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM beserta PLN, perlu segera memberikan jalan keluar untuk permasalahan tersebut. Tidak untuk menghambat adopsi pada tahap adopsi yang masih sangat awal, tetapi untuk mengasuh pertumbuhan PLTS atap hingga masuk ke tahap pasar yang berkelanjutan. Hal ini dapat dicapai dengan menyediakan lingkungan kebijakan yang stabil untuk pertumbuhan pasar dan pengembangan industri PLTS,” tandas Daniel.

Laporan Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023 diluncurkan perdana pada tahun ini. Semula progres perkembangan energi surya dalam kerangka transisi energi terintegrasi pada laporan Indonesia Energy Transition Outlook (IETO).

ISFO 2023: Peluang Pembiayaan Non Publik untuk Transisi Energi

press release

Jakarta, 18 Oktober 2022- Indonesia membutuhkan pembiayaan yang signifikan untuk mencapai target nir emisi pada 2050 sesuai Persetujuan Paris. Institute for Essential Services Reform (IESR) melalui laporan terbarunya, Indonesia Sustainable Finance 2023 mengkaji bahwa selain mengoptimalisasi pembiayaan publik, pemerintah Indonesia juga perlu segera memobilisasi investasi non-pemerintah dengan menetapkan kebijakan, regulasi, dan ekosistem investasi yang menarik.  

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR pada peluncuran laporan terbaru IESR, Indonesia Sustainable Finance (ISFO) 2023 (17/10) mengungkapkan pemerintah Indonesia perlu melakukan  upaya yang transformatif dan masif untuk  melakukan dekarbonisasi secara menyeluruh pada sistem energi dengan menghimpun dana dengan total sekitar USD 1,2 triliun pada 2050. Berdasarkan kajian IESR & Universitas Maryland, biaya pengakhiran 9,2 GW PLTU pada periode 2022-2030 membutuhkan sekitar USD 4,6 milyar. Selain itu, pensiun dini seluruh PLTU pada 2045 dengan usia rata-rata 20 tahun memerlukan USD 28 miliar untuk kompensasi aset terbengkalai (stranded asset) dan biaya decommissioning (penutupan) pembangkit. 

Menurutnya, upaya pengakhiran masa operasional PLTU harus dibarengi dengan peningkatan penambahan pembangkit energi terbarukan, penguatan jaringan transmisi dan distribusi dan efisiensi energi secara besar-besaran. 

“Pada periode 2022 – 2023 saja dibutuhkan USD 135 miliar untuk pensiun PLTU, penambahan energi terbarukan, pengembangan transmisi dan distribusi, energy storage, dan efisiensi energi,,” jelasnya. 

Sementara, berdasarkan temuan ISFO 2023, porsi anggaran pemerintah hanya akan mampu mengalokasikan 0,83% dari total kebutuhan pembiayaan untuk mencapai target 23% bauran energi terbarukan pada tahun 2025, apabila mengacu pada rata-rata alokasi anggaran mitigasi perubahan iklim Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM pada tahun 2018-2020 sebesar USD 67 juta per-tahun.

Farah Vianda, salah satu Penulis ISFO 2023 mengungkapkan tren yang sama juga berlangsung ke tingkat provinsi. Ia mencontohkan Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi yang paling banyak mendukung pengembangan energi terbarukan, namun keterbatasan fiskal membuat Jawa Tengah hanya mengalokasikan lebih rendah dari 0,1% dari total APBD yang tersedia. 

“Hal ini menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk mencari pembiayaan di luar APBD. Upaya yang sama juga perlu dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yakni dengan memperluas sumber pendanaan untuk menarik investasi di sektor energi terbarukan,” tandasnya.

Selain itu, ia juga menjelaskan sejauh ini alokasi APBN masih terkonsentrasi untuk mendukung aktivitas energi fosil, diantaranya dengan membelanjakan 5% dari APBN sepanjang tahun 2021 untuk kebutuhan subsidi energi fosil, dan 20,8% subsidi dari APBN apabila proyeksi Kementerian Keuangan terkait kebutuhan subsidi energi sebesar Rp649 triliun di tahun 2022 terealisasikan. Tidak hanya itu, ketergantungan Indonesia pada batubara akan menjadi salah satu tantangan dalam menerapkan instrumen keuangan campuran (blended finance) Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism).

“Saat ini Indonesia sedang mengalami kelebihan pasokan listrik yang membuat PLN enggan membangun pembangkit energi terbarukan. Sementara di sisi lain, investor dalam platform ETM ini justru ingin mendorong pengembangan energi terbarukan,” jelas Farah.

Menyoal pembiayaan transisi energi melalui pajak karbon, Ichsan Hafiz Loeksmanto, Penulis Utama ISFO 2023, memaparkan meski sudah merencanakan untuk menerapkan pajak karbon, dan mekanisme cap & trade (batasi dan dagangkan) pada 92 unit PLTU batubara pada 2022, namun penerimaan pajak karbon tersebut bersifat tidak earmarked. Artinya, penggunaan penerimaan pajak karbon belum dikhususkan untuk pembiayaan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.. 

“Pemerintah perlu memastikan alokasi pendapatan pajak karbon untuk mitigasi & adaptasi iklim, dan jaring pengaman sosial. Selain itu, perlu pula transparansi publik mengenai pembayaran pajak karbon dan transaksi karbon,” ujar Ichsan.

Menyoroti dukungan internasional, berdasarkan hitungan IESR dalam ISFO 2023 terdapat potensi pendanaan dari internasional sebesar USD 13,1 miliar atau 35,4% dari total proyeksi kebutuhan pembiayaan sebesar USD 36.95 miliar pada tahun 2025.

“Janji yang disuarakan oleh sembilan negara untuk mendukung transisi energi di Indonesia melalui berbagai instrumen pembiayaan dan dukungan teknis cukup menjadi sinyal positif dari dunia internasional terkait transisi energi di Indonesia,” jelas Ichsan.

Salah satu pembiayaan yang dapat didorong dari sektor swasta adalah dari lembaga keuangan Indonesia, dengan meningkatnya desakan publik untuk mengalihkan pembiayaan ke energi bersih. Namun hingga 2021, lembaga keuangan terutama bank umum domestik di Indonesia hanya membiayai proyek energi terbarukan secara terbatas. ISFO 2023 mencatat pembiayaan energi terbarukan hanya menyumbang 0,9%-5,5% dari total portofolio berkelanjutan empat bank umum domestik dengan total nilai aset tertinggi pada tahun 2021 yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, BCA.

“Agar alokasi kredit energi terbarukan dari sektor perbankan dapat meningkat maka pemerintah perlu menyiapkan pedoman yang komprehensif untuk mendorong alokasi kredit untuk energi terbarukan, meningkatkan peluang kredit usaha dari bank (bankability) proyek energi terbarukan, dan meningkatkan kesadaran, dan kepercayaan investor domestik untuk berinvestasi di energi terbarukan,” jelasnya. 

Selain mekanisme pajak karbon, dukungan lembaga keuangan di Indonesia, pembiayaan internasional, ISFO 2023 juga membahas taksonomi hijau, obligasi hijau, dan sukuk hijau sebagai bagian dari peluang menarik pembiayaan transisi energi di Indonesia.

Laporan Indonesia Sustainable Finance 2023 merupakan laporan utama IESR yang diluncurkan perdana pada 2022. Sejak 2018, IESR secara konsisten telah melaporkan perkembangan transisi energi di Indonesia melalui laporan Indonesia Clean Energy Outlook dari 2017 hingga 2019, yang kemudian bertransformasi menjadi Indonesia Energy Transition Outlook pada 2020. Laporan ISFO 2023 dapat diunduh pada s.id/ISFO2023.

 

Sektor Swasta dan Dunia Internasional Perlu Dukung Pensiun PLTU Batubara di Indonesia

press release

 

Jakarta, 11 Oktober 2022 –  Kolaborasi dan dukungan internasional diperlukan untuk mendorong Indonesia melaksanakan transisi energi menuju energi terbarukan yang bersih, terjangkau, dab handal. Selain memberikan bantuan pendanaan untuk pengembangan energi terbarukan, pengalaman negara maju maupun organisasi internasional dalam melangsungkan transisi energi dapat menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia dalam merencanakan transisi energi yang melibatkan partisipasi publik. Proses pembelajaran ini bisa dipercepat dengan komitmen asistensi teknis yang tepat dari negara maju ke negara berkembang.  

Owen Jenkins, Duta Besar Inggris, pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022 menuturkan pihaknya mendukung percepatan transisi energi di Indonesia terutama dalam mendorong kebijakan pembiayaan dari sektor swasta.

“Di Inggris, sektor swasta lah yang berperan dalam mendorong investasi energi dan menurunkan biaya teknologi energi baru dan terbarukan. Hal yang sama juga kami harapkan dapat terjadi di Indonesia,” ujar Jenkins.

Senada, Jiro Tominaga, Country Director, ADB Indonesia mengatakan kebijakan yang tepat akan mampu menarik minat swasta dalam mendorong energi terbarukan. Selain itu, ia menyoroti pula isu taksonomi dalam pembiayaan iklim, yang tidak memasukkan pembiayaan terhadap penurunan secara bertahap PLTU batubara, membuat investor enggan berinvestasi. 

“Hal ini perlu menjadi perhatian internasional untuk mempunyai taksonomi yang memberikan insentif bagi pembiayaan swasta untuk penurunan secara bertahap PLTU batubara, terutama bagi Indonesia yang sekitar 60% pembangkitan listriknya berasal dari batubara,” jelas Tominaga.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sylvi J. Gani, Direktur Pembiayaan dan Investasi PT SMI. Menyiasati keterbatasan taksonomi tersebut, pihaknya melibatkan bank multilateral dan filantropi untuk membiayai transisi energi.

Sementara itu, Jerman sebagai pemegang kepemimpinan G7 tahun 2022 menempatkan isu transisi energi menjadi prioritas penting dalam agendanya.

“Kami mendorong pengembangan pasar dalam mempercepat peralihan ke energi bersih melalui kemitraan multilevel yang juga melibatkan Indonesia,” imbuh Thomas Graf, Chargé d’Affairs Kedutaan Jerman untuk Indonesia. Ia juga menyampaikan terbitnya Perpres 112/2022 dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk energi terbarukan yang akan dibeli oleh PLN, merupakan langkah penting yang patut diapresiasi.

Executive Vice President Pembangkitan dan EBT PT PLN (Persero), Herry Nugraha menyebutkan untuk mendukung upaya pensiun PLTU, PLN mempersiapkan untuk membangun jaringan transmisi dan distribusi untuk dapat mengakomodasi masuknya pembangkit dari sumber energi baru terbarukan.

“PLN melakukan banyak studi untuk mengantisipasi hal tersebut. Di sisi distribusi, kami melakukan studi tentang jaringan pintar (smart grid),” tutur Herry.

ISEW terselenggara atas kerjasama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman).

Komitmen Pensiun PLTU Batubara Perlu Ditindaklanjuti Segera

press release

Raditya Wiranegara (kanan), Peneliti Senior IESR, menjelaskan tentang temuan dari laporan “Financing Indonesia’s coal phase-out report” pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022

Jakarta, 11 Oktober 2022 –  Ketetapan pemerintah pada Peraturan Presiden (Perpres) 112/2022 untuk tidak lagi membangun PLTU baru, serta membatasi pengoperasian seluruh PLTU batubara paling lama  hingga 2050, perlu didukung dengan kesiapan secara politik, pembiayaan, dan sosial.

Kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama dengan Universitas Maryland, agar sesuai dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan temperatur rata-rata di bawah 1,5 derajat Celcius, Indonesia dapat segera melakukan pensiun dini sebanyak 4,5 GW PLTU batubara dalam jangka waktu 2022-2023.

“Manfaat yang bisa diraih dari skenario pensiun dini PLTU sekitar 2-4 kali lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan untuk mempensiunkan PLTU batubara tersebut,” ungkap Raditya Wiranegara, Peneliti Senior IESR pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022.

Selain itu, ia juga menjelaskan percepatan pensiun PLTU batubara dapat menghindarkan kematian mencapai 168 ribu jiwa hingga 2050 serta total penghematan biaya kesehatan yang bisa didapat sekitar USD 60 miliar hingga 2050.

Lebih jauh, Raditya menjelaskan sebagian besar biaya yang dibutuhkan untuk pensiun batubara mencakup biaya aset terbengkalai dengan dua pertiganya terkait pemensiunan PLTU milik IPP.

Sambil menunggu seluruh PLTU dipensiunkan seluruhnya pada 2045, Raditya melanjutkan, pemerintah dapat melangsungkan pengoperasian PLTU batubara yang fleksibel untuk memberi ruang bagi energi terbarukan untuk masuk ke dalam sistem energi Indonesia.

Koben Calhoun, Principal Carbon Free Electricity, Global South Program, RMI menambahkan dengan mengutip kajian IESR yang menyebutkan bahwa untuk dekarbonisasi sektor energi di Indonesia pada 2050 diperlukan sebanyak USD 25 miliar/tahun hingga 2030 dan USD 60 miliar/tahun hingga 2050 untuk investasi ke energi terbarukan, elektrifikasi,  dan infrastruktur pendukung.

“Terdapat 3 pilar pendekatan untuk membiayai transisi batubara, pertama dengan memodali transisi batubara, maka akan muncul peluang untuk berinvestasi kembali pada energi bersih dan membiayai transisi energi yang berkeadilan bagi masyarakat,” jelas Calhoun.

Menurutnya, Indonesia dapat memimpin transisi energi yang ambisius dan mendemonstrasikan mobilisasi keuangan dengan komitmen pemerintah yang ambisius, kepemimpinan terhadap platform dan dana transisi energi, mempunyai peta jalan pensiun dini yang jelas yang didahului dengan penerapan pilot (percontohan) proyek serta mempunyai struktur keuangan campuran (blended finance) untuk menurunkan biaya modal dan mobilisasi keuangan untuk transisi energi. Memastikan kebutuhan pendanaan dan juga kepentingan dan tujuan dari calon investor, yang cenderung membiayai energi terbarukan dan tidak mau lagi membiayai proyek batubara, menjadi penting untuk bisa membuka keran pendanaan. 

Architrandi Priambodo, Senior Energy Specialist, Asian Development Bank mengungkapkan pula, pensiun dini PLTU batubara, selain akan mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, juga menurunkan biaya pembangkitan secara keseluruhan dalam jangka panjang.

Ia menjelaskan hal ini merupakan salah satu tujuan dari program Energy Transition Mechanism (ETM)  untuk mempercepat penghentian atau repurposing PLTU batubara, terutama bagian dari aset PLTU yang bisa di utilisasi lebih lanjut, misalnya transmisi, dan gardu induk.

“Pada kajian kelayakan ETM yang sedang berlangsung juga dibahas tentang analisis keuangan dan struktur transaksi yang diantaranya mencakup mencakup struktur komersial dan hukum untuk secara efisien menghentikan aset PLTU,” papar Architrandi. 

Melli Darsa, Senior Partner, PwC Indonesia pada kesempatan yang sama mengungkapkan, jika kondisi politik mendukung, rencana pensiun dini PLTU batubara perlu diikuti dengan peraturan pelaksanaan yang terkait dengan teknis aspek pensiun dini PLTU sehingga memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi.

“Pemerintah telah berada pada arah yang benar dengan mengeluarkan Perpres. Para menteri terkait perlu segera menindaklanjuti. Namun keengganan mengambil risiko (untuk melakukan pensiun dini PLTU-red) masih terasa, terutama dari sisi dewan pimpinan PLN mungkin karena ketidakjelasan peran, karena sejauh ini pensiun dini PLTU sifatnya ditugaskan,” urai Melli.

ISEW terselenggara atas kerjasama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman). Sebelumnya, diskursus transisi energi di Indonesia secara rutin dilakukan pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), yang tahun ini berpartisipasi dalam ISEW 2022. Perdana dilakukan pada 2022, ISEW akan berlangsung selama 5 hari dari 10-14 Oktober 2022 dengan tema Reaching Indonesia’s Net Zero Energy System: Unite for Action and Strategy. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengikuti kegiatan ini secara gratis di isew.live.

Pensiun Dini PLTU Faktor Penentu Capai NZE yang Ambisius

Berdialog pada ISEW 2022 dengan topik “Target Ambisi Baru Transisi Energi Indonesia Untuk Mencapai Target NZE Indonesia”

 

Jakarta, 10 Oktober 2022 –  Mempensiunkan seluruh pembangkit listrik berbasis (PLTU) batubara di Indonesia pada tahun 2045 menjadi faktor penentu tercapainya bebas emisi tahun 2050 sesuai dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan temperatur rata-rata di bawah 1,5 derajat Celcius. Hal ini ditegaskan oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam sambutannya pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022.

“Menurut kajian IESR, pada tahun 2030, Indonesia perlu menghentikan pengoperasian PLTU batubara sebesar 9,2 GW dan seluruh unit PLTU pada 2045,” ujarnya. Menurutnya, adanya klausul yang memberikan mandat bagi KESDM untuk menyiapkan peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU pada Perpres 112/2022 merupakan langkah awal yang baik.

Senada, Rida Mulyana, Sekretaris Jenderal ESDM, dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa Perpres 112/2022 akan memberikan iklim investasi yang menarik serta pemberian insentif bagi energi terbarukan. Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang baik untuk menggenjot pemanfaatan energi terbarukan di tengah tingginya harga energi fosil. Selain itu, permintaan konsumen terhadap energi yang bersumber dari energi bersih pun semakin meningkat.

Rida mengungkapkan bahwa pemerintah telah membuat strategi untuk menurunkan pengoperasian PLTU secara bertahap dengan penetapan kontrak maksimal 30 tahun. 

“Kapasitasnya (PLTU-red) akan meningkat hingga 2030 dan setelahnya tidak ada pembangunan PLTU baru, dan  PLTU terakhir akan pensiun pada 2058,” ungkap Rida.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa untuk mencapai net zero emissions pada 2060 atau lebih cepat sesuai dengan target pemerintah, pihaknya juga berencana membangun supergrid untuk menggenjot pengembangan energi terbarukan sekaligus menjaga stabilitas kelistrikan. Hal ini akan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN lainnya, serta terhubung ke ASEAN supergrid.

Untuk mendukung dan mengakselerasi energi terbarukan, Indonesia membutuhkan 1 triliun USD pada tahun 2060 untuk pembangkitan dan transmisi energi terbarukan. Kebutuhan akan pembiayaan akan semakin besar seiring dengan rencana Indonesia untuk melakukan pensiun dini PLTU di tahun mendatang,” papar Rida.

Kebutuhan pembiayaan ini akan semakin menurun jika teknologi energi terbarukan semakin murah. Selain itu penerapan Perpres 112/2022, pelaksanaan program pensiun PLTU,  tersedianya kemudahan perizinan bagi energi terbarukan, pendampingan, dan sosialisasi tentang regulasi energi terbarukan akan mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia

Vivi Yuliawati, Plt. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, menyebutkan untuk melaksanakan strategi net zero emissions pada 2060,  hal yang krusial adalah memformulasikan kebijakan teknikal untuk memuluskan transisi energi.

Ia berharap hasil diskusi dari ISEW 2022 ini dapat  menjadi bahan dasar penyusunan RPJMN 2025-2029 & RPJP sampai 2045 oleh Bappenas terkait transisi energi sehingga  mampu memitigasi dampak transisi terhadap sosio ekonomi masyarakat indonesia

“Tidak cukup hanya teknologi energi terbarukan, namun perlu orkestrasi kapasitas kepada masyarakat untuk membangun kapasitas baru di energi terbarukan,”ujarnya.

Narasi transisi energi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat juga  didorong pada ISEW 2022.

“ISEW hadir untuk memfasilitasi diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, agar lebih inklusif, bahkan seluruh pihak yang terdampak  dari transisi energi. Selain itu juga, menjaga momentum menuju KTT G20 pada bulan November dengan membahas salah satu isu utamanya yakni transisi energi,” ujar Director Energy Program Indonesia/ASEAN GIZ Lisa Tinschert.

ISEW terselenggara atas kerjasama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman). Sebelumnya, diskursus transisi energi di Indonesia secara rutin dilakukan pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), yang tahun ini berpartisipasi dalam ISEW 2022. Perdana dilakukan pada 2022, ISEW akan berlangsung selama 5 hari dari 10-14 Oktober 2022 dengan tema Reaching Indonesia’s Net Zero Energy System: Unite for Action and Strategy. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengikuti kegiatan ini secara gratis di isew.live.

 

ISEW 2022: Kesatuan Aksi dan Strategi Transisi Energi Indonesia

Para duta besar berdiskusi di ISEW 2023 pada topik kerjasama internasional dalam memajukan transisi energi di Indonesia

 

Jakarta, 09 Oktober 2022 –  Pelaksanaan transisi energi secara berkeadilan memerlukan aksi nyata Pemerintah Indonesia melalui dukungan politik dan kebijakan yang kuat untuk mendukung upaya global untuk mempertahankan kenaikan suhu rata-rata bumi di bawah 1,5oC, mewujudkan ketahanan energi, dan memfokuskan investasi pada sektor yang berkelanjutan seperti pengembangan energi terbarukan. Selain itu, pelibatan dan partisipasi seluruh masyarakat Indonesia menjadi krusial dalam melancarkan proses transisi energi. Kesatuan aksi dan strategi dalam bertransisi energi menjadi pembahasan yang akan digali lebih jauh pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022.

“Kegiatan ISEW 2022 ini akan menyamakan pemahaman, memberikan pengertian, utamanya terkait upaya yang perlu dilakukan dalam mengejar target Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 atau lebih cepat,” ujar Rachmat Mardiana, Direktur Ketenagalistrikan, Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas pada media briefing dan peluncuran ISEW 2022 yang diadakan secara virtual.

Rachmat menambahkan Indonesia berusaha keluar dari perangkap negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju sebelum 100 tahun Indonesia pada 2045. Menurutnya, internalisasi upaya transisi energi dalam penyusunan rencana pembangunan jangka panjang menjadi lebih penting dilakukan.

Yusuf Suryanto, Koordinator Ketenagalistrikan, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Bappenas menambahkan agar menjadi negara maju, Indonesia perlu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memperluas kawasan pusat pertumbuhan ekonominya.

“Titik kuncinya adalah pertumbuhan ekonomi harus tinggi lebih dari 6%, dan peran kawasan Indonesia di bagian timur perlu ditingkatnya menjadi 25% sehingga pusat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa akan mendominasi,” papar Yusuf.

Lebih lanjut, ia menekankan peningkatan pertumbuhan ekonomi di kawasan luar Jawa juga akan diselaraskan dengan proses transisi energi di kawasan timur Indonesia. 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) & Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebutkan bahwa Indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan konsumsi dan pasokan energi dengan tetap menurunkan intensitas emisi gas rumah kaca.

“Kuncinya ada pada kebijakan dan regulasi dan perencanaan yang tepat untuk mendorong teknologi rendah karbon untuk menggantikan pasokan energi yang 87%, menurut data pemerintah, berasal dari energi fosil,” jelas Fabby.

Komitmen Pemerintah Indonesia untuk bertransisi energi ditunjukkan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini mengatur penetapan tarif untuk energi terbarukan yang berpotensi merevitalisasi iklim investasi energi terbarukan di Indonesia. Tidak hanya itu, Perpres ini juga memberikan mandat bagi Kementerian ESDM untuk menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU. 

“Mengenai transisi energi, Menteri ESDM menyusun peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Menteri BUMN. Tindak lanjut yang akan dilakukan diantaranya melakukan konsolidasi dan penyamaan persepsi dengan PLN dan Kementerian terkait yang terdapat dalam Perpres ini,” jelas Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan, KESDM

Feby menambahkan untuk mencapai NZE pada 2060, pembangkit energi baru terbarukan yang didorong sebesar 786,2 GW dengan 60,2 GW berasal dari tenaga baterai. 

Transisi energi menuju energi terbarukan akan memberikan pengaruh secara sosial, ekonomi maupun lingkungan kepada masyarakat Indonesia. Sebagai negara yang mengekspor 75% produksi batubaranya, ekonomi Indonesia akan berkontraksi signifikan jika terjadi penurunan permintaan. Hal ini ditengarai dengan semakin menguatnya komitmen iklim negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti Cina, India, Jepang, dan Korea Selatan. Tidak hanya itu, secara ekonomi, pembangunan pembangkit energi terbarukan diprediksi akan lebih murah dibandingkan membangun PLTU baru pada tahun 2023 dan akan lebih murah dibandingkan mengoperasikan PLTU yang sudah ada pada tahun 2030. Berdasarkan kajian IESR berjudul Redefining Future Jobs, penurunan produksi akan menciptakan dampak negatif pada lapangan kerja di sepanjang rantai nilai batubara mulai dari produksi, pemrosesan, transportasi, dan penggunaan akhir. 

Widhyawan Prawiraatmadja, anggota Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) menegaskan bahwa yang transisi energi harus dilakukan secara berkeadilan. Antisipasi terhadap dampak yang ditimbulkan, terutama pada sektor yang terdampak seperti industri batubara perlu dilakukan. 

“Para pekerja terutama di sektor-sektor yang mengalami penyesuaian seperti di sektor batubara yang perlu dipersiapkan kapasitas dan kapabilitasnya untuk beralih ke energi bersih,” urainya. 

Widhyawan melanjutkan hal ini perlu dipastikan terjadi dengan dukungan insentif dari pemerintah. Lebih jauh, ia juga mendorong kesadaran dan kontribusi masyarakat dalam efisiensi energi masih jauh tertinggal dibandingkan negara maju. 

Secara lengkap, proses transisi energi Indonesia akan dibahas pada ISEW 2022, terutama yang berkaitan dengan percepatan pensiun PLTU Indonesia. Pada ISEW 2022 juga akan dibahas secara rinci berbagai aspek pendukung, inklusivitas dan strategi mitigasi pada implikasi transisi energi yang perlu disiapkan Indonesia dalam proses transisi energi.

ISEW terselenggara atas kerjasama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman). Sebelumnya, diskursus transisi energi di Indonesia secara rutin dilakukan pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), yang tahun ini berpartisipasi dalam ISEW 2022. Perdana dilakukan pada 2022, ISEW akan berlangsung selama 5 hari dari 10-14 Oktober 2022 dengan tema Reaching Indonesia’s Net Zero Energy System: Unite for Action and Strategy. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengikuti kegiatan ini secara gratis di isew.live.

C20 Desak Perusahaan Utilitas Segera Lakukan Transisi Energi

press release
From left to right: Vivian Lee (SFOC), Fabby Tumiwa (IESR), Federico Lopez De Alba (CFE), Dennis Volk (BNetza), Philippe Benoit (Columbia University) photo by IESR

Bali, 30 Agustus 2022 – Sebagai kontributor utama emisi GRK di sektor energi, Civil of Twenty (C20) Indonesia mendesak perusahaan listrik untuk menetapkan target yang terukur, dan peta jalan mitigasi iklim yang jelas untuk mencapai bebas emisi pada tahun 2050. Civil of Twenty (C20) Indonesia mengundang energi para ahli dan perwakilan dari perusahaan pembangkit listrik G20 untuk membahas dan mendesak strategi jangka panjang agar diusulkan oleh perusahaan pembangkit listrik untuk mempercepat transisi energi bersih di negara masing-masing agar selaras dengan jalur 1,5 derajat Celcius.

Risnawati Utami, Sous-Sherpa C20 Indonesia, dalam sambutan pembukaannya menekankan pentingnya kepemimpinan Indonesia untuk mempromosikan dan melibatkan semua masyarakat sipil untuk mempengaruhi komitmen dan kebijakan negara-negara anggota dalam mengadopsi prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kerjasama internasional pengurangan risiko iklim.

“Peran kerja sama internasional melibatkan tanggung jawab pemerintah untuk bekerja sama secara internasional, untuk mendesak implementasi rencana dan strategi untuk mengurangi risiko iklim,” kata Utami dalam webinar C20 bertajuk “Role of G20 Power Utilities in Climate Mitigation Efforts” (29/8).

Mahmoud Mohieldin, COP27 High-Level Champion, menyatakan sekitar 800 juta orang di dunia masih hidup tanpa akses listrik. Dia sangat mendorong tersedianya kebijakan yang memadai, implementasi yang efektif, serta lokalisasi dan pembiayaan sebagai solusi untuk mengatasi masalah energi dan mitigasi krisis iklim.

“Perjanjian Paris perlu diselaraskan dan diintegrasikan dengan kerangka SDG, jika tidak, kita akan menderita karena rekondisi yang buruk dan pendekatan parsial,” kata Moheildin.

Ia berharap, dalam COP27 yang akan diadakan di Mesir, lebih banyak negara akan mengambil pendekatan yang lebih holistik menuju keberlanjutan yang berfokus pada gagasan dan inisiatif implementasi pada dimensi regional, lokalisasi, dan keuangan.

Fabby Tumiwa, Co-chair C20 Indonesia dan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menyatakan bahwa sebagai pemimpin Kepresidenan G20, Indonesia harus mengambil tindakan tegas dalam mengatur utilitas listriknya untuk menerapkan transisi energi.

“Setiap negara harus menemukan caranya sendiri untuk menghadapi transisi energi. Perusahaan utilitas menghadapi tantangan serius, seperti perubahan iklim yang berdampak pada pengoperasian sistem energi, permintaan konsumen yang menuntut lebih banyak listrik terbarukan dengan harga terjangkau, peningkatan kemampuan tenaga kerja yang berkaitan dengan energi terbarukan, hadirnya regulasi untuk membatasi emisi karbon, teknologi baru yang muncul yang menciptakan ketidakpastian dalam model bisnis utilitas saat ini, ”kata Fabby.

Fabby menambahkan bahwa utilitas perlu beradaptasi lebih cepat dihadapkan oleh waktu yang singkat dalam mengatasi krisis iklim. Pembelajaran dan berbagi keahlian di antara anggota G20 sangat penting agar utilitas dapat segera mengimplementasikan solusi mengatasi krisis iklim.

Philippe Benoit dari Global Energy Policy, Columbia University memaparkan bahwa karena BUMN di sektor energi (Stated-owned Power Companies/SPC) memainkan peran penting dalam mengurangi emisi GRK, pemerintah perlu mereformasi-nya dengan mempengaruhi BUMN di sektor energi melalui beragam opsi kebijakan dan intervensi yang ditargetkan secara langsung dan tidak langsung.

“Pemerintah dapat mendukung aksi rendah karbon BUMN energi dengan menyediakan sumber daya untuk BUMN energi dan melakukan advokasi sebagai bagian dari tekanan eksternal. Namun, yang paling mudah bagi pemerintah yang berkomitmen pada kebijakan iklim adalah menggunakan kekuatan pemegang saham dalam perusahaan pemerintah tersebut. Misalnya, arahan formal melalui keputusan dan instruksi Dewan, pengangkatan dan pemberhentian manajemen senior, ”kata Benoit.

Dia menambahkan bahwa reformasinya lain dari BUMN energi seperti menyediakan sumber daya untuk tindakan rendah karbon BUMN energi dengan arahan pemerintah yang jelas dan konsisten, pembiayaan, infrastruktur pelengkap, dukungan administratif dan pengembangan kapasitas untuk BUMN energi.

“BUMN energi perlu berpartisipasi dalam transisi rendah karbon, sebagai mitra, bukan musuh, dan sebagai enabler, bukan hanya produsen. Memberdayakan aksi rendah karbon BUMN energi adalah kunci untuk mencapai tujuan iklim nasional dan global,” katanya.

Joojin Kim, Managing Director Solutions for Our Climate (SFOC) memaparkan pandangan G20 untuk mengakomodasi lebih banyak energi terbarukan dalam sistem tenaga listrik. Dia menggarisbawahi urgensi peningkatan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan melalui penyusunan kerangka tata kelola.

“Kita berada dalam momen penting dan utilitas negara di G20 harus menunjukkan kepemimpinan untuk menyatukan komunitas internasional di sekitar solusi untuk krisis iklim. Banyak negara G20, terutama di Asia, mengalami pengurangan energi terbarukan yang signifikan. Di tengah situasi energi global saat ini, pembatasan menimbulkan ketidakpastian yang berlanjut serta kerugian ekonomi. Untuk mengatasi tantangan seperti itu, negara-negara harus membentuk kerangka tata kelola yang akan memastikan akses yang adil dan kompensasi untuk teknologi yang berkontribusi pada fleksibilitas jaringan untuk mengurangi pengeluaran bahan bakar fosil dan meningkatkan energi terbarukan dalam bauran listrik, ”kata Joojin.

Evy Haryadi, Direktur Perencanaan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Indonesia, menyatakan untuk mencapai target net-zero Indonesia pada 2060 dengan melakukan pensiun dini PLTU batubara dan mengembangkan energi terbarukan membutuhkan investasi yang sangat besar.

“Indonesia membutuhkan investasi sekitar USD 600 miliar untuk netralitas karbon pada tahun 2060. Kami membutuhkan dukungan dana dari internasional. Namun,ternyata untuk membiayai transisi energi melalui inisiatif pensiun dini PLTU, belum ada skema pembiayaannya di pasar, yang ada hanyalah pembiayaan hijau. Dengan demikian, pembiayaan transisi masih membutuhkan beberapa kerangka regulasi, terutama dalam pembiayaan internasional,” kata Evy Haryadi.

Acara ini diselenggarakan oleh kelompok kerja C20 untuk lingkungan, keadilan iklim, dan transisi energi (ECEWG). C20 adalah salah satu kelompok keterlibatan di bawah G20 yang mewakili aspirasi masyarakat sipil.

Pemerintah Daerah Pegang Peran Penting dalam Transisi Energi

press release

Bali, 30 Agustus 2022Pemulihan ekonomi pasca pandemi dengan tetap fokus melakukan upaya mitigasi iklim yang ambisius melalui pembangunan rendah karbon merupakan langkah yang perlu diambil oleh pemerintah daerah. Keberhasilan pembangunan rendah karbon juga tidak luput dari perencanaan transisi energi yang berkeadilan. Komitmen berbagai pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah dan komunitas dalam mendorong transisi energi menjadi krusial mengingat desentralisasi transisi energi akan memberikan dampak berganda.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyebutkan pihaknya melalui Dinas ESDM Jawa Tengah, gencar mendorong upaya transisi energi di daerahnya. Instrumen kebijakan transisi energi seperti surat edaran gubernur, surat sekretaris daerah, serta ragam inisiatif seperti deklarasi Jawa Tengah menjadi provinsi surya pada 2019, menjadi cara untuk menarik swasta dan masyarakat memanfaatkan energi terbarukan melalui adopsi PLTS atap. Hingga Q2 2022, jumlah kapasitas PLTS terpasang di Provinsi Jawa Tengah mencapai 22 MWp. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mendukung pemanfaatan energi terbarukan lainnya yang tersedia melimpah, misalnya biogas kotoran ternak dan PLTMH, dengan program pemerintah atau pun mendorong kolaborasi masyarakat.

“Asimetris desentralisasi dengan cara inklusi dengan (perlakuan-red) yang tidak sama di setiap lokasi. Dengan kesadaran kolektif, potensi energi terbarukan di daerah dicek dan distimulasi,” kata Ganjar. Hal ini, menurut Ganjar,  akan mendorong transformasi yang lebih cepat.

Komitmen iklim Jawa Tengah ditunjukkan pula dengan dimulainya penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah provinsi.

Togap Simangunsong, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Dalam Negeri mengapresiasi praktik baik yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ia menyebutkan pihaknya dan Kementerian ESDM sedang menyusun rancangan Perpres yang menguatkan wewenang pemerintah daerah/provinsi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi sumber daya mineral sub bidang energi baru terbarukan

“Melalui penguatan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dalam upaya pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca sehingga terjalin komitmen pemerintah daerah dalam upaya akselerasi energi berkeadilan sesuai dengan kewenangannya,” ungkap Togap mewakili Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dalam webinar berjudul “Desentralisasi Transisi Energi: Tingkatkan peran komunitas dan pemerintah daerah” yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Selain itu, Chrisnawan Anditya, Kepala Biro Perencanaan, Kementerian ESDM mengatakan pemanfaatan potensi energi terbarukan akan membuka peluang dalam membangun ekonomi nasional yang hijau dan sebagai upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi sesuai dengan tema Presidensi G20, “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”.

“Setiap daerah memiliki potensi energi baru terbarukan khusus yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Perbedaan potensi energi baru terbarukan antar daerah merupakan tantangan teknis, sekaligus peluang besar bagi sistem energi kita. Kondisi ini memungkinkan pembagian energi berbasis energi baru terbarukan, ketika daerah mengalami kelimpahan atau kelangkaan energi. Agar hal tersebut dapat terjadi, maka diperlukan sistem tenaga listrik yang terintegrasi (smart grid dan super grid),” jelas Chrisnawan dalam kesempatan yang sama.

Tidak hanya itu, kepemimpinan yang kuat di tingkat daerah akan mampu memobilisasi masyarakat untuk melakukan transisi energi gotong royong. Hal ini diungkapkan oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. Menurutnya, inisiatif dan kepemimpinan pemerintah daerah akan mampu menjawab permasalahan akses dan keamanan pasokan energi dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah di daerahnya. 

“Transisi energi Indonesia membutuhkan pembangunan ratusan bahkan ribuan gigawatt, pembangkit energi terbarukan, infrastruktur transmisi dan distribusi serta sistem penyimpanan energi. Tapi dengan mulai membaginya menjadi unit-unit kecil, persoalan yang besar tadi dapat lebih mudah dipecahkan dan dilakukan oleh lebih banyak pihak,” ungkap Fabby.

Menurutnya, berdasarkan kajian IESR, dekarbonisasi sistem energi di Indonesia  membutuhkan biaya USD 1,3 triliun hingga 2050 mendatang, dengan rata-rata kebutuhan investasi USD 30-50 miliar per tahun. Jumlah ini 150%-200% dari total investasi seluruh sektor energi saat ini. 

“Kebutuhan investasi ini tidak sedikit dan tidak mungkin hanya ditanggung oleh pemerintah dan BUMN semata. Tapi investasi yang besar ini dapat dipenuhi jika kita memperhitungkan potensi dari kontribusi dan daya inovasi masyarakat serta kemampuan pemerintah daerah. Kontribusi dan inovasi warga dapat memobilisasi pendanaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa, serta pendanaan dari swasta dan lembaga-lembaga non-pemerintah,” tambahnya.

Provinsi Bali merupakan provinsi pertama di Indonesia yang memiliki peraturan gubernur khusus untuk energi bersih dan kendaraan listrik. Dalam Peraturan Gubernur tentang Bali Energi Bersih, Gubernur Bali mendorong pemanfaatan energi terbarukan untuk berbagai sektor, terutama dengan pemanfaatan PLTS atap. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan visi pembangunan rendah karbon di Bali dan langkah nyata untuk pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).

“Akibat pandemi, pariwisata Bali  terseok-seok, setelah pandemi, Bali sudah mulai bangkit. Beberapa kiat-kiat sudah dilakukan, seperti pergub dan surat edaran tentang adopsi PLTS atap. Sebenarnya sasaran utamanya adalah pariwisata, namun terlebih dahulu melakukan percontohan di pemerintahan,” tegas Ida Ayu, Staf Ahli Gubernur Bali.

Rencana dan langkah pencapaian target energi terbarukan dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) juga dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jambi. Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan pihak pusat dan swasta untuk mengembangkan transisi energi daerah karena sumber daya yang dimiliki sudah sangat cukup tinggal pemanfaatan dan mentransformasi sumberdaya alam menjadi energi yang bisa dinikmati masyarakat terkhususnya masyarakat Jambi

Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral juga telah menjalin kerjasama dengan IESR untuk implementasi RUED dan upaya konservasi energi di lingkup pemerintah daerah. Saat ini, Gubernur Jambi sedang berproses untuk mengeluarkan peraturan gubernur untuk pemanfaatan PLTS sebagai pengganti subsidi energi.