Indonesia telah menjadi salah satu negara yang meratifikasi Paris Agreement. Paris Agreement adalah dokumen legal yang menunjukkan komitmen dunia internasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan ratifikasi Paris Agreement tersebut, Indonesia pun kini menargetkan untuk mengurangi gas rumah kaca mencapai 29%. Salah satu sektor pembangunan yang harus menjalankan komitmen ini adalah sektor energi. Untuk membahas isu tersebut, Departemen Diskusi Kreatif Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITB mengadakan diskusi publik bertajuk “Ratifikasi Paris Agreement dan Implikasinya terhadap Ketahanan Energi” pada Sabtu (05/11/16) di Aula Sipil Kampus ITB Ganesa.
Pembicara yang diundang pada kesempatan tersebut adalah para profesional baik dari lembaga pemerintah maupun nonpemerintah. Dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hadir Kasubdit Keteknikan dan Lingkungan Aneka Energi Baru Terbarukan, Martha Relitha, S.Si., M.Si. Dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan hadir Kepala Bidang Hubungan Masyarakat, Dida Gardera, S.T., M.Sc. Selanjutnya turut hadir Erina Mursanti, S.E., M.Sc. dari Institute for Essential Services Reform (IESR). Terakhir, tamu istimewa yang hadir pada diskusi publik tersebut adalah Dr. Alexander Sonny Keraf, mantan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia yang kini merupakan anggota Dewan Energi Nasional.
Komitmen Indonesia Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Emisi gas rumah kaca mendorong perubahan iklim yang ekstrem. Perubahan iklim ini tidak hanya terjadi di satu negara melainkan berdampak ke seluruh penjuru dunia. Dunia internasional sudah lama gelisah dengan semakin buruknya kondisi bumi. Untuk itu, para pemimpin dunia bernegosiasi dan mencapai kesepakatan pengurangan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Paris Agreement. Mitigasi dilakukan lewat beberapa pendekatan, yaitu land base, energi, IPPU, dan pengelolaan limbah. Selain upaya mitigasi, diupayakan pula adaptasi dan usaha pendukung lainnya seperti pengembangan kapasitas, keuangan, transfer dan kerja sama teknologi.
Penerapan teknologi rendah emisi adalah salah satu upaya untuk mewujudkan komitmen Indonesia tersebut. Dalam bidang pembangkit listrik, beberapa alternatif yang bisa diupayakan adalah flexible power plants (penggabungan energi fosil dan energi terbarukan), pembangkit listrik energi baru terbarukan, dan pembangkit listrik bioenergi. Teknologi lain yang lebih efisien adalah clean coal technology, flywheel energy storage and aletromobility, dan supercapacitor battery.
Tetap Perjuangkan Kedaulatan Energi Indonesia
Pemerintah Indonesia telah menyusun renana jangka panjang mengenai pengelolaan energi Indonesia, tertuang dalam PP No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional. Peraturan Pemerintah ini mengatur kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan guna terciptanya Kemandirian Energi dan Ketahanan Energi Nasional. Dr. Alexander Sonny Keraf menekankan bahwa Kebijakan Energi Nasional yang dijalankan membawa paradigm baru, yaitu energi sebagai modal pembangunan. Yang dimaksud adalah bahwa energi seharusnya menjadi komoditas yang ditujuan paling utama untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bukan untuk menambah devisa negara. “Bangsa ini kaya. Namun seringkali berpikir pendek karena langusng dijual untuk menambah nilai devisa negara,” ungkapnya.
Mitigasi energi direncanakan melalui diversifikasi dan konservasi energi. Diversiifkasi energi adalah dengan meningkatkan porsi energi baru terbarukan hingga 23% dari total penyediaan energi nasional pada 2025. Energi baru diantaranya adalah batubara tercairkan, gas metana batubara, batubara tergaskan, nuklir, hydrogen sedangkan energi terbarukan antara lain panas bumi, aliran dan terjunan air, bioenergi, sinar matahari, angin, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. Di sisi konservasi energi, fokusnya adalah pada elstisitas energi dan intensitas energi hingga penghematan energi final.
Fitri Wulandari selaku Kepala Departemen Diskusi Kreatif HMTL ITB berharap dengan diadakannya diskusi publik ini, civitas academica ITB dapat terpacu untuk turut berpartisipasi dalam upaya mencapai target implementasi Paris Agreement, terkhusus mahasiswa Teknik Lingkungan. “Sebagai mahasiswa teknik lingkungan, perlu ikut mengetahui dan mengkritisi proses memenuhi kebutuhan energi di Indonesia dan teknologi yang bisa mengurangi gas rumah kaca tersebut,” tutur Fitri.
Sumber: itb.ac.id.