Dewan Perwakilan Daerah Rakyat Republik Indonesia menginisiasi Rancangan Undang Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT). RUU ini semula diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), yang merupakan organisasi yang terdiri dari asosiasi pelaku usaha bisnis energi terbarukan, jasa dan industri pendukung serta para ahli, memiliki kepentingan sangat besar dengan kehadiran RUU ini. METI telah terlibat sejak pembahasan usulan RUU EBT di DPD dan ketika RUU ini menjadi inisiatif DPR, METI juga secara aktif terlibat dalam pembahasan yang dilakukan oleh Badan Keahlian DPR (BKD) yang menyiapkan naskah RUU EBT tersebut.
IESR telah menjadi bagian dari tim asistensi RUU EBT yang dibentuk oleh METI sejak naskah RUU ini menjadi pembahasan di DPD, dan kemudian dilanjutkan dengan proses penyiapan RUU EBT di DPR. RUU EBT juga mendapatkan perhatian dari sekelompok organisasi non-pemerintah (NGO) yang kemudian berkoordinasi dengan METI untuk melakukan proses konsultasi dengan organisasi masyarakat sipil lainnya, sekaligus menyiapkan masukan untuk memperjelas sejumlah topik utama dalam naskah RUU EBT yang disiapkan oleh BKD.
Terdapat sejumlah isu penting dalam RUU EBT yang disiapkan BKD DPR. Salah satunya mengenai Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET). BPET menjadi usulan METI dalam rangka menjamin pengembangan energi terbarukan secara konsisten dan terkoordinasi untuk mencapai target dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Bagaimana bentuk dan tupoksi serta ruang lingkup BPET ini masih perlu dibahas lebih lanjut sehingga dapat dituangkan dalam RUU EBT yang sedang disiapkan.
Untuk membahas BPET, pada hari Jumat, 5 April 2019 bertempat di Jakarta, IESR menghadiri focus group discussion (FGD) yang diadakan oleh WWF Indonesia, bersama Hivos dan KoAksi untuk membahas mengenai BPET. FGD ini dihadiri oleh sejumlah CSO, anggota METI, anggota DEN, dan sejumlah wakil dari Kemenko bidang Perekonomian dan Kemenko Maritim.
Dalam pertemuan tersebut IESR diwakili oleh Fabby Tumiwa yang memaparkan beberapa aspek yang perlu diperhatikan mengenai BPET, antara lain:
- Sebelum ditetapkan bentuk, peran dan tupoksi BPET, perlu dianalisis lebih lanjut terlebih dahulu kendala atau tantangan yang dihadapi oleh kelembagaan energi terbarukan yang sudah ada saat ini (misalnya Dirjen EBTKE) yang dianggap belum berhasil mempromosikan dan mengembangkan ET dalam rangka mencapai target RUEN. Apa tantangan utama yang dihadapi oleh K/L yang ada dalam pengembangan ET. Selain daripada itu, sebagai bagian dari refleksi, perlu ditanyakan apakah dengan pembentukan lembaga baru seperti BPET akan dapat menyelesaikan kendala atau tantangan tersebut.
- Berdasarkan observasi IESR, terdapat 3 fungsi besar yang diperlukan untuk pengembangan ET: pertama, pembuatan kebijakan dan regulasi, kedua, dukungan pengembangan proyek, serta ketiga, pendanaan/pembiayaan. Fungsi-fungsi ini dapat dilakukan oleh lembaga yang berbeda-beda. Perlu dilihat fungsi mana yang belum dimandatkan pada lembaga existing dan kemudian dimandatkan pada lembaga yang baru, serta fungsi mana yang perlu diperkuat mandatnya pada lembaga existing.
- Dari pengalaman mancanegara, terdapat sejumlah lembaga/institusi yang dibentuk untuk mempercepat dan memberikan dorongan untuk pengembangan energi terbarukan, baik komersial maupun non-komersial, antara lain:
- Australian Renewable Energy Agency (ARENA): fokus pada investasi dan pendanaan
- Germany Energy Agency (DENA): fokus pada riset, inovasi, dan pengembangan proyek
- Sustainable Energy Development Agency (SEDA) di Malaysia: fokus pada fungsi regulasi
- Solar Energy Corporation of India (SECI): berperan sebagai offtaker yang berkontrak dengan pembangkit ET, kemudian menjualnya ke perusahaan utility
Rangkuman materi pemaparan yang di sampaikan oleh Eksekutif Direktur IESR, Fabby Tumiwa dapat di akses di sini Download PPT