Sesuai dengan kesepakatan global melalui Paris Agreement, Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut melalui sektor energi adalah peningkatan penggunaan energi bersih. Komitmen ini juga dituangkan dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan rencana pembangungan jangka menengah maupun jangka panjang. Dengan target penggunaan energi terbarukan sebesar 23% di tahun 2025, harus dipastikan bahwa kebutuhan energi domestik dan akses energi pada semua kalangan terpenuhi.
Target peningkatan penggunaan energi bersih untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan gender serta tersebar ini mensyaratkan pemerintah untuk menyusun kerangka kebijakan dan perencanaan yang terintegrasi. Bentuknya dapat meliputi pembangunan sistem energi bersih melalui pelibatan aktif semua pemangku kepentingan, dikeluarkannya perangkat kebijakan baik itu regulasi maupun pendanaan untuk energi bersih yang tersebar, serta mendorong kesetaraan gender dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional.
Untuk mendukung pencapaian target ini, dorongan dari pihak eksternal terutama organisasi masyarakat sipil (civil society organizations/CSO) baik yang bergerak di bidang energi maupun non energi, pihak swasta, dan kelompok pengguna energi terbilang penting. Dorongan publik adalah komponen penting untuk memenuhi kebutuhan energi bersih dan inklusif karena sektor energi cenderung memiliki nuansa politik yang kental dan menarik banyak kelompok kepentingan. Tanpa adanya pelibatan CSO dan publik dalam merumuskan kebijakan, target, dan prioritas pengembangan di sektor energi; juga melakukan pemantauan perkembangan dan kualitas regulasi yang ada, perencaan di sektor energi serta penerapannya akan sulit untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik.
IESR bersama Hivos South East Asia (Hivos SEA), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) bersama-sama memulai kerjasama strategis (strategic partnership) Green and Inclusive Energy yang akan berlangsung dari 2016 hingga 2020. Partnership yang didukung sepenuhnya oleh Dutch Ministry of Foregin Affairs melalui Hivos SEA ini memiliki fokus pada peningkatan akses pada energi bersih dan berkelanjutan, selaras dengan SDG Goal 7. Akses energi yang tersebar, merata, dan berkeadilan sosial dan gender akan memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi mereka yang mendapatkannya.
Indonesia memang negara dengan kondisi geografis yang menantang dan pemerintah sedang membangun sistem untuk mengalirkan energi ke daerah tertinggal, energi yang seharusnya juga dapat dinikmati oleh kelompok marjinal dan kaum perempuan. Dalam kick-off meeting yang dilaksanakan pada tanggal 25 – 28 Oktober 2016 di Jakarta dan Yogyakarta, disepakati bahwa solusi transformasi sistem energi di Indonesia memerlukan kerjasama multipihak. Pada hari pertama, diadakan diskusi panel yang meliputi perwakilan berbagai elemen: pemerintah, swasta, CSO, dan masyarakat pengguna energi bersih. Dalam diskusi tersebut hadir perwakilan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (EBTKE KESDM), Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan perwakilan komunitas pengguna energi bersih dari Sumba. Dari diskusi tersebut dapat diambil benang merah bahwa dalam pembangunan energi bersih dan berkelanjutan, ada banyak aspek dan banyak pihak yang terlibat, baik dari segi teknologi, bisnis, hingga jejaring. Peran CSO cukup besar dan harus mendapat perhatian dalam kerangka advokasi pemerintah maupun pendampingan masyarakat. Strategic Partnership ini juga diharapkan dapat menyumbang peranan dalam percepatan pembangunan energi bersih yang tersebar serta berkeadilan sosial dan gender, melalui kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas, advokasi, outreach, serta edukasi publik.
Dalam agenda selanjutnya yang diikuti oleh IESR, Hivos SEA, YLKI, dan KPI, dibahas lebih lanjut mengenai theory of change dan tataran kondisi yang diharapkan serta intervensi apa yang dapat dilakukan masing-masing CSO. IESR sebagai CSO yang memiliki fokus energi akan berkoordinasi dengan YLKI untuk outreach pada kelompok konsumen dan KPI sebagai corong kelompok perempuaan. Peningkatan pemahaman isu energi dan kapasitas untuk melakukan advokasi di bidang energi akan menjadi tumpuan utama untuk lebih melibatkan CSO dalam penyusuna kerangka kebijakan energi nasional. Strategic Partnership ini juga menyasar media massa dan masyarakat secara umum guna memberikan pengertian dan kesadaran yang menyeluruh mengenai isu energi. Dalam periode berlangsungnya Strategic Partnership ini, diharapkan kebutuhan dan akses energi masyarakat Indonesia terpenuhi dari sistem energi bersih yang tersebar serta berkeadilan sosial dan gender yang menciptakan peluang ekonomi dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.