ESDM Pertahankan Aturan Penunjukan Langsung Pembangkit Listrik

TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan belum berencana membatalkan aturan penunjukan langsung untuk pengembangan pembangkit listrik tenaga uap mulut tambang. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi Ego Syahrial menganggap aturan tersebut masih membantu pemerintah untuk menambah pasokan listrik bagi masyarakat.

“Kalau semua dijalankan dengan niat baik, seharusnya tak ada masalah,” ungkap Ego di kantornya, Selasa 17 Juli 2018.

Skema penunjukan langsung termuat dalam Peraturan Menteri Energi Nomor 19 Tahun 2017 tentang pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik dan pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power). Alasannya, pemerintah menginginkan pengelolaan pembangkit listrik yang efisien. Ongkos PLTU mulut tambang dianggap lebih murah karena pengelola tak memerlukan ongkos tambahan untuk mengangkut batubara.

Ego mengatakan, pemerintah juga berkukuh tak mengubah sikapnya untuk pengembangan PLTU. “Kisi-kisi dari kami adalah, tak boleh ada lagi pembangunan PLTU baru di Jawa, dan pembangkit harus mulut tambang,” katanya.

Pembangunan PLTU mulut tambang menuai masalah setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap wakil ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo akhir pekan lalu. Keduanya diduga terlibat dalam perkara suap proyek PLTU Riau 1 di Indragiri Hulu, Riau. Johanes adalah pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd yang menjadi mitra konsorsium bersama PT Pembangkitan Jawa-Bali, anak usaha PT PLN (Persero), mengembangkan fasilitas tersebut. Pengembang dipilih PLN melalui skema penunjukan langsung.

Direktur Eksekutif Insitute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa menganggap skema penunjukan langsung untuk proyek PLTU mulut tambang rawan penyimpangan. Sebab, tak ada kriteria yang jelas terkait mitra yang ditunjuk.

PLN sebenarnya menerbitkan Peraturan Direksi Nomor 0336 Tahun 2017 yang membatasi penunjukan langsung bisa dilakukan selama anak usahanya turut andil dalam proyek. Namun, kata Fabby, aturan tak memuat kewajiban anak usaha PLN menyelenggarakan lelang untuk mencari mitra. “Proses di anak perusahaan dalam mencari mitra tidak jelas. Kalaupun tender, seberapa ketat prosesnya?” ungkap dia. Saat dikonfirmasi soal ini, Juru Bicara PLN I Made Suprateka tak menjawab konfirmasi Tempo.

Fabby menyarankan pemerintah membatalkan skema penunjukan langsung. Sebagai alternatif, dia mengusulkan PLN supaya menunjuk agen pengadaan khusus yang mengevaluasi peserta lelang. Proses ini diklaim hanya memakan waktu 3-4 bulan. Sedangkan lelang terbuka oleh PLN selama ini memakan waktu kurang lebih sembilan bulan.

Juru Bicara Asosiasi Pengusaha Listrik Swasta Indonesia Rizal Calvary menyatakan skema penunjukan ESDM tak sesuai dengan praktik persaingan usaha yang sehat. Sebab, investor pembangkit kehilangan kesempatan berkompetisi dalam lelang terbuka.

Jika sistem ini dipertahankan, Riza menaksir minat investor untuk membangun infrastruktur kelistrikan semakin menurun. Prediksi Riza terbukti. Hasil survei lembaga konsultan bisnis PriceWaterhouse Coopers tahun ini menyebutkan hanya ada 65 persen dari investor yang ingin menanamkan modalnya di sektor kelistrikan Tanah Air. Angka tersebut turun dibanding survei tahun lalu sebanyak 89 persen. Salah satu sebab utamanya adalah kurangnya tranparansi.

Sumber: tempo.co.

Share on :