ESDM Segera Terbitkan Regulasi Rooftop Solar Panel

Jakarta-Berita Satu. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera menerbitkan peraturan mengenai penggunaan panel surya di atap (rooftop). Peraturan tersebut ditujukan bagi pelanggan PT PLN (Persero) jenis tertentu.

Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan, dalam regulasi itu nantinya membolehkan semua pelanggan PLN diluar konsumen industri, seperti golongan bisnis, pemerintah, dan rumah tangga, melakukan pemasangan rooftop panel surya. Konsumen pada golongan tersebut, diperkirakan mencapai 2/3 dari jumlah konsumen PLN.

“Arahan bapak presiden, Beliau minta coba bikin peraturan rooftopsolar panel, dan 1-2 minggu ini peraturannya keluar, kita akan sosialisasi besar-besaran,” kata Jonan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (2/8).

Jonan menuturkan, jika sudah memasang rooftop solar panel, konsumen dapat menjual listrik yang dihasilkannya ke PLN. Dengan tata kelola harga yang diatur dalam peraturan penggunaan rooftop solar panel tersebut.

“Itu boleh pasang panel surya sendiri. Nanti dia jual listriknya ke PLN, jual beli. Siang tidak pakai lampu dan AC, karena orangnya pergi, listriknya dijual ke PLN, malam dia beli lagi ke PLN,” jelasnya.

Penerbitan peraturan penggunaan rooftop solar panel ini bertujuan untuk memenuhi komitmen bauran energi baru terbarukan. Masyarakat juga bisa berinvestasi dengan memasang rooftop solar panel, sehingga bisa terjadi jual beli listrik. Selain itu, masyarakat bisa melakukan penghematan listrik.

Menurut Jonan, penghematan yang bisa dilakukan dengan adanyarooftop solar panel cukup signifikan. Dia mencontohkan, panel surya yang sudah dipasang di rumah pribadinya sebesar 15,4 kWp dengan harga Rp 200 juta. Kini, setiap bulan hanya membayar tagihan sebesar sekitar Rp 1 juta, dari sebelumnya Rp 4 juta hingga Rp 5 juta.

“Paling kurang, hemat Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan. Setahun mungkin bisa Rp 30 juta hingga Rp 40 juta. Dalam 5 tahun, kembali dong uangnya,” ujarnya.

Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa sebelumnya mengungkapkan potensi surya atap di Indonesia cukup besar. Berdasarkan laporan IRENA (2017) potensi tenaga surya mencapai 3,1 GW per tahun, dimana sekitar 1 GW merupakan potensi dari listrik surya atap dan 2,1 GW untuk PLTS (ground mounted solar).

“Berdasarkan perkiraan potensi ini, target PLTS surya dalam KEN dan RUEN dapat tercapai dengan cepat,” ujarnya.

Perpres Nomor 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kata Fabby, telah menetapkan untuk mendukung pencapaian target listrik surya. Maka diberlakukan kewajiban pemanfaatan sel surya minimum 25 persen dari luas atap bangunan mewah, kompleks perumahan, dan apartemen, dan 30 persen dari atap bangunan pemerintah. Sayangnya, hingga saat ini belum ada regulasi yang memadai untuk mendorong pengembangan listrik surya atap.

Fabby menyarankan, Kementerian ESDM segera merumuskan regulasi yang mendorong pemanfaatan teknologi listrik surya atap secara ekonomis. Adanya regulasi yang memadai dapat mendorong perkembangan pasar teknologi photovoltaic di Indonesia, yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya teknologi dan investasi, serta membuka lapangan
kerja.

“Seperti yang kita lihat di banyak negara, aplikasi teknologi listrik surya atap secara besar-besaran yang didukung pemerintah dapat menurunkan biaya pembangkitan listrik surya. Bahkan di sejumlah negara listrik dari surya lebih murah dari listrik yang diproduksi PLTU batubara. Dengan biaya investasi yang semakin rendah, listrik surya justru dapat menurunkan biaya pembangkitan listrik secara keseluruhan,” ujarnya.

Sumber beritasatu.com

Share on :