Dampak perubahan iklim telah terjadi di seluruh pelosok dunia. Di beberapa tempat di Indonesia, kekeringan, curah hujan dengan intensitas dan frekuensi yang tinggi, telah mempengaruhi produksi pertanian untuk memenuhi permintaan pangan di Indonesia. Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR) yang dipublikasikan oleh Bappenas di tahun 2010, menunjukkan proyeksi temperatur dan juga variabilitas iklim yang akan terjadi di tahun 2020. Diperkirakan Indonesia akan mengalami perubahan pada tingkat curah hujan, dan juga perubahan temperatur permukaan air laut.
ICCSR memperkirakan kenaikan muka air laut rata-rata di Indonesia akan berada di rentang 0.6 cm/tahun – 0.8 cm/tahun. Sedangkan suhu muka air laut diperkirakan akan meningkat hingga 0.65oC di tahun 2030 hingga 1.10oC di tahun 2050. ICCSR juga memberikan prediksi ketersediaan air bersih di Indonesia pada tahun 2030. Diperkirakan pada tahun 2030, Sumatera, Jawa-Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, akan mengalami kekuarangan air bersih dimana permintaan air akan melebihi pasokan air bersih yang ada. Hal-hal ini akan mempengaruhi ketahanan pangan di Indonesia baik dari sisi pertanian (komoditi beras) maupun ketersediaan protein yang berasal dari laut.
Ketahanan pangan pun tidak hanya dipengaruhi oleh supply seperti ketersediaan komoditi beras untuk pertanian maupun protein dari laut, namun juga dari ketersediaan lahan dan juga dari jalur distribusi untukpemenuhanpermintaan di wilayah-wilayah yang bukanmerupakansentraproduksipangan. Banjir yang disebabkan oleh frekuensi dan intensitas hujan yang tinggi, seringkali memutus jalur distribusi pangan untuk wilayah-wilayah yang memerlukan pangan. Itu sebabnya, ketahanan pangan harus dilihat secara menyeluruh, bukan hanya dari peningkatan produksi, namun juga dari sisi permintaan.
Ketahanan pangan saat ini masih bertumpu pada ketersediaan beras. Pada kenyataannya, bahan pangan juga mencakup ketersediaan protein, seperti protein dari laut. ICCSR menyatakan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan kenaikan permukaan air laut, kekeringan, dan perubahan curah hujan. Dampak-dampak ini berakibat pada pengurangan luas lahan pertanian di wilayah pesisir, menurunkan produktivitas dari tanaman pangan. Perubahan curah hujan menyebabkan pergeseran musim tanam, bahkan mengurangi ketersediaan air.
Bukan hanya sektor pertanian, namun juga sektor kelautan dan perikanan yang terpengaruh oleh perubahan iklim. ICCSR mengidentifikasikan bahwa sektor kelautan dan perikanan akan mengalami dampak perubahan iklim terutama akibat naiknya permukaan air laut, dan juga kerusakan yang disebabkan oleh badai yang angin kencang yang terjadi. Dampak ini berakibat pada kerusakan di wilayah pesisir, pergeseran lokasi untuk mencari ikan, serta berkurangnya stok ikan tangkap.
Terkait dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) didukung oleh Oxfam, melakukan kajian terkait dengan ketahanan pangan dan perubahan iklim yang dilihat dari empat sektor yang berbeda: pertanian, perikanan, perkotaan, dan tata guna lahan. Untuk itulah IESR bermaksud untuk mengadakan FGD terkait dengan isu pengaruh perubahan iklim terhadap ketahanan pangan dengan menggunakan pendekatan empat sektor, guna memperkaya kajian yang telah dilakukan.
FGD ini dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2016 di Penang Bistro Kebon Sirih.